Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Palembang - Sidang dugaan korupsi akuisisi kontraktor tambang PT Bukit AsamTbl (PTBA) kembali digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Palembang, Jumat, 23 Februari 2024. Ada empat orang saksi yang dihadirkan dihadapan majelis hakim. Salah satunya Jeffry V Mulyono, seorang praktisi bisnis tambang yang pernah menjadi Presiden Direktur PT Berau Coal dan Direktur PT Pamapersada Nusantara atau Pama, kontraktor lama area tambang PTBA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kesaksiannya, Jeffry menceritakan bagaimana dia sebagai Presdir Berau sebagai pemilik area tambang, bernegosiasi harga kontrak penambangan dengan PT Pamapersada Nusantara, kontraktor tambang. Ketika itu Pama merupakan kontraktor utama di Berau Coal. Sebagai kontraktor utama, kata Jeffry, Pama tidak mau menurunkan harga kontrak. Atas kondisi tersebut, dia minta persetujuan kepada pemegang saham Berau untuk pecah kongsi dengan Pama dan memakai kontraktor baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Strateginya mengusir Pama itu berhasil. Berau mendapatkan dua kontraktor baru dengan harga sesuai dengan kemampuan perusahaan. Dua kontraktor tersebut di kemudian hari melebur menjadi PT Safta Indah Sejati. Selanjutnya Pama resmi tidak lagi menjadi kontraktor Berau Coal.
“Saya membayangkan PTBA akan punya policy yang sama ketika dia punya SBS. Dia akan negosiasi dengan PT Pama. Kalau Pama nggak mau (menurunkan harga), maka Pama boleh pergi dan SBS yang akan menggantikan kapasitas produksinya Pama,” kata Jeffry di persidangan, Jumat, 23 Februari 2024.
Penjelasan Jeffry itu menjawab pertanyaan Gunadi Wibakso, pengacara para terdawa. Gunadi menanyakan apakah langkah yang diambil PTBA mengakuisisi PT SBS akan berpengaruh terhadap kinerja Bukit Asam. Jeffry melanjutkan, pihaknya (Berau) mendapatkan harga lebih murah dari kontraktor baru sehingga membawa benefit kepada perusahaan.
Kasus dugaan korupsi ini menjerat lima terdakwa, yakni Direktur Utama PTBA periode 2011-2016 Milawarma (M), mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA Anung Dri Prasetya (ADP), Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA Saiful Islam (SI), Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan Nurtima Tobing (NT), dan pemilik SBS Tjahyono Imawan.
Mereka diduga merugikan negara (BUMN) sebesar Rp162 miliar dalam akusisi PT SBS. Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menyebut bahwa dalam proses akuisisi PT SBS oleh PTBA melalui PT BMI (anak usaha PTBA) pada 2015, tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal PTBA, serta tidak menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Langkah akuisisi SBS sendiri diklaim oleh manajemen PTBA sebagai realisasi atas Program Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) PTBA Tahun 2013-2017. Dalam RJPP perseroan periode 2013-2017, disampaikan bahwa sebagai perusahaan tambang batubara milik Negara dan salah satu pemegang izin usaha tambang batu bara terbesar nasional, PTBA belum punya kontraktor tambang sendiri.
Sebelumnya pekerjaan penambangan diserahkan ke perusahaan lain yaitu PT Pamapersada Nusantara (Grup Astra). PTBA kemudian berstrategi mengembangkan nilai tambah perusahaan dengan mengakuisisi perusahaan kontarktor tambang yang sudah ada seperti SBS. Gunadi Wibakso, kuasa hukum terdakwa mengklaim PTBA justru mencatatkan laba yang signifikan paska akuisisi SBS.
PARLIZA HENDRAWAN
Pilihan Editor: Pengusaha Minta Pemerintah Berantas Impor Ilegal sebelum Terapkan Permendag 36 Tahun 2023