Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Vladimir Putin mengumumkan rencana perubahan konstitusi yang akan mengubah wajah politik Rusia
Meski ada perubahan itu, pada dasarnya Putin tetap berkuasa dan menentukan semuanya
Pilihan Putin untuk terus mengubah konstitusi, kontras dengan para pendahulunya yang lebih otoriter
Sejak terpilihnya Vladimir Putin sebagai Presiden untuk keempat kalinya pada 2018, pembicaraan mengenai siapa yang ia jagokan untuk memenangkan pemilihan berikutnya sudah santer di kalangan politisi Moskow. Pada hari Rabu, ia menjawab pertanyaan tersebut: ia tentu saja memilih dirinya sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam perombakan politik terbesar Rusia selama beberapa dekade, Putin mengejutkan banyak orang di pemerintahan Rusia sendiri dengan timing-nya. Ia mengumumkan bahwa ia akan berusaha untuk menulis ulang konstitusi untuk memperkuat parlemen dan mengurangi pengaruh kepresidenan, yang pada dasarnya mengebiri siapa pun yang akan jadi penerusnya dan membuka jalan untuk mempertahankan kekuasaannya sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam 70 menit pidatonya, selain menjawab pertanyaan penting tentang masa depan pemerintahannya, Putin juga mengajukan banyak gagasan tentang bagaimana sistem baru akan bekerja, serta peran utama dirinya.
Yang pasti, gebrakan Putin ini memadamkan keriuhan orang-orang yang berdesakan untuk mendapatkan pengaruh di sekitarnya dan impian para calon perebut jabatan pasca keberadaannya. Putin mungkin tidak akan menjadi seperti pemimpin Cina Xi Jinping, yang mendapat julukan 'presiden seumur hidup,' tapi ia menegaskan bahwa ia masih memiliki beberapa dekade lagi di pemerintahan (apapun jabatannya) setelah lebih dari 20 tahun memerintah Rusia.
Presiden Rusia, Vladimir Putin memberikan sambutan kepada anggota Dewan, di Moskow, Rusia, 15 Januari 2020. Alexander Zemlianichenko/Pool via REUTERS
"Putin ingin memiliki kekuasaan dan sumber dayanya dengan mekanisme konkret yang bisa dimanfaatkan. Ia tidak ingin menjadi … orang tua yang menggunakan kekuasaan spiritualnya untuk memerintah semua orang," kata salah satu sumber Financial Times yang dekat dengan Kremlin. "Kini ia punya beberapa tahun untuk memikirkan bagaimana melakukan transisi. Ia dapat dengan mudah menyingkirkan lawannya."
Perombakan yang dilakukan Putin langsung berdampak hanya dalam hitungan jam setelah pidatonya berakhir. Rekan lamanya Dmitry Medvedev mengundurkan diri dari jabatannya sebagai perdana menteri, dan seluruh pejabat pemerintahannya ikut bubar jalan.
Sehari kemudian, seorang politikus yang sebelumnya tidak begitu dikenal, seorang pejabat pajak yang dimandatkan untuk perubahan ekonomi, dilantik sebagai pengganti Medvedev dalam drama pergantian perdana menteri Rusia yang paling singkat dalam sejarah modern Rusia. Kekuasaan Putin - yang sudah terlihat lusuh dan kehilangan kepercayaan publik dalam beberapa tahun terakhir - seperti mendapat angin segar yang berembus.
Pergeseran dari sistem kepresidenan - yang dulu diperkuat Putin untuk keuntungan pribadinya - ke sistem parlementer yang lebih kuat dengan kekuasaan mutlak perdana menteri untuk memilih anggota kabinet, membuat Putin memiliki banyak pilihan untuk bertahan dan bahkan memperkuat kekuasaannya saat masa jabatannya keempat kali sebagai presiden berakhir pada 2024.
Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev, di Moskow, 15 Januari 2020. Sputnik/Dmitry Astakhov/Pool via REUTERS
Ia bisa kembali menjadi perdana menteri, posisi yang ia jabat sepanjang 2008-2012 dalam tukar jabatan dengan Medvedev yang loyal dan mudah dipengaruhi; atau keluar dari politik langsung dengan memimpin State Council yang diberdayakan --yang pada akhirnya akan menentukan kebijakan pemerintahan; atau mengambil peran pemain belakang sebagai ketua partai yang berkuasa yang mengendalikan peristiwa melalui mayoritas parlemen yang kuat.
Dalam beberapa bulan terakhir, banyak kalangan elit Rusia diam-diam membicarakan tentang perebutan kekuasaan di antara mereka yang berada di bawah Putin langsung, dengan menaruh perhatian pada 2024.
Beberapa orang berpikir bahwa Mikhail Mishustin, mantan kepala badan pajak Rusia sebelum ditarik menjadi perdana menteri, merupakan pengganti yang potensial. Tapi perombakan Putin malah memberinya lebih banyak waktu untuk memikirkan cara terbaik untuk pada akhirnya menyerahkan kekuasaan.
Namun, orang dalam lainnya mengatakan bahwa pengumuman itu sudah direncanakan sejak lama. Hal tersebut bukan dipicu oleh keinginan untuk memberikan ‘kejutan’ pada para rivalnya, namun berasal dari keinginan untuk menciptakan keributan politik dimana otoritasnya sendiri lah yang tidak berubah, alias stabil.
"Perdana menteri yang baru akan menjadi figur teknis bahkan jika seseorang berpikir bahwa ia adalah pengganti Putin karena sesungguhnya pejabat eksekutif dijalankan oleh Kremlin, badan-badan keamanan, dan inner circle Putin," kata mantan manajer kampanye Kremlin Gleb Pavlovsky. "Ini merupakan cara yang aneh untuk menjawab permintaan perubahan karena tidak ada perubahan; pada dasarnya, sistemnya benar-benar sama."
Demonstrasi menolak kebijakan reformasi konstitusi yang diajukan Presiden Vladimir Putin, di Moskow, 19 Januari 2020. REUTERS/Tatyana Makeyeva
Sejak Putin memenangkan pemilihan presiden yang keempat kalinya pada 2018 dengan 76,7 persen suara, kepercayaan publik terhadap pemerintahannya semakin melemah.
Setelah adanya kenaikan pajak konsumsi, perubahan undang-undang pensiun untuk membuat orang bekerja lebih lama, dan kebijakan fiskal yang ketat setelah pemerintah mengalami surplus anggaran saat pendapatan riil menurun, kepercayaan terhadap Putin turun menjadi 31.7 persen pada musim panas lalu sebelum Kremlin memerintahkan pembaruan metodologi pemungutan suara.
Sensasi menjadi masalah yang semakin pelik dengan disiapkannya pemilihan parlemen 2021, dan ini telah mengekspos pemerintahan Putin — yang dianggap sangat kuat di luar Rusia — yang ternyata demikian rapuh.
Pindahnya Medvedev dari kursi perdana menteri ke wakil ketua Dewan Negara Putin rupanya adalah upaya untuk mengembalikan peringkat kepercayaan publik yang jatuh.
"Baik bagi Medvedev untuk 'duduk bersantai' sedangkan orang lain yang lebih energetik darinya melakukan hal-hal yang biasa saja," kata seorang sumber yang dekat dengan Kremlin. "Medvedev telah menyelamatkan dirinya. Itu bukan promosi jabatan, namun hal tersebut menyelamatkan masa depan politiknya."
Di tengah kekacauan dan maraknya protes menentang pemerintah yang korup dan sulit dijangkau di Moskow dan kota-kota lain, partai yang mengusung Putin, yaitu Partai Bersatu Rusia (PBR), kalah dalam pemilihan daerah pada September lalu. Banyaknya kandidat yang memilih jalur independen menandai makin merosotnya performa partai itu.
Presiden Rusia, Vladimir Putin saat memperingati Hari Angkatan Laut di Saint Petersburg, Rusia, 28 Juli lalu. Sputnik/Aleksey Nikolskyi/Kremlin
Para analis Kremlin berspekulasi bagaimana Putin mencari cara untuk mempertahankan kekuasaannya, termasuk rencana-rencana rumit seperti mengumpulkan proposal untuk mendirikan negara bersama Belarus dan menunjuk dirinya sendiri sebagai pemimpin entitas tersebut, atau mengambil peran 'bapak bangsa' seperti yang dilakukan oleh pemimpin lama Kazakhstan Nursultan Nazarbayev tahun lalu.
Pengulangan tukar jabatan dengan Medvedev sepertinya tidak terlalu berhasil karena kepercayaan publik terhadap perdana menteri sudah turun drastis dalam dekade terakhir. Daftar panjang tuduhan korupsi dan persepsi tentang Medvedev sebagai figur ramah yang menjalankan perintah Putin berarti bahwa upaya untuk kembali menempatkannya di Kremlin sebagai presiden boneka akan berpotensi besar menimbulkan protes massa yang pernah memporak-porandakan Moskow pada 2011 dan 2012.
Konsultan risiko politik Teneco, Andrius Tursa, mengatakan bahwa kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi penolakan publik terhadap pemerintah dan PBR menjelang pemilu parlemen 2021.
"Perubahan kabinet...kemungkinan besar merupakan sebagai upaya untuk meredakan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah dan keseluruhan situasi sosial-ekonomi di negara tersebut," kata Tursa.
Dari Agen KGB, Lalu Presiden, Lalu Presiden
Putin naik ke tampuk kekuasaan pada 31 Desember 1999, saat presiden demokrat pertama Rusia Boris Yeltsin membuat keputusan yang mengejutkan dengan turun dari jabatannya. Peristiwa tersebut otomatis menaikkan mantan agen KGB dan kepala keamanan itu ke Kremlin.
Hal tersebut merupakan transfer politik kekuasaan eksekutif pertama yang berlangsung damai sepanjang sejarah Rusia, dan memberikan dampak yang signifikan bagi Putin yang selalu mencari celah untuk membentuk ulang konstitusi sesuai dengan kepentingannya. Dia memilih cara itu dibandingkan melanggar konstitusi atau mengundang tuduhan otokrasi seperti yang dilakukan oleh banyak pemimpin negara-negara Soviet terdahulu.
Namun rezim Putin sebenarnya sudah memikirkan gagasan bahwa stabilitas dan keamanan Rusia sudah melekat di dirinya. Hal tersebut membuat banyak pihak membayangkan transisi kekuasaan Putin dan penggantinya nanti akan semakin sulit.
Akibatnya, bersamaan dengan menurunnya pamor PBR, kelompok-kelompok di sekitar Putin, termasuk kelompok nasionalis, yaitu tokoh-tokoh klan siloviki yang terkait dengan jasa keamanan, bergerak untuk menegaskan kekuasaan mereka terhadap tokoh-tokoh reformasi. Hal tersebut terlihat pada penangkapan pengusaha-pengusaha kelas kakap sebagai tanda konsolidasi pada industri-industri penting dan reshuffle gubernur-gubernur daerah.
"Ia benar-benar telah menyiapkan arena kosong untuk dirinya sebagai contoh kekuasaan masa depan," kata chief executive sebuah perusahaan besar Rusia yang tidak ingin disebutkan namanya. "Ia sangat berhati-hati, … [dan sekarang] ia memiliki banyak pilihan, serta waktu untuk bersiap dan tidak ada seorangpun yang memiliki potensi sebagai suksesor."
"Tidak ada satupun dari pemain kuat yang dulunya mengira berpotensi menjadi pengganti sekarang memiliki keuntungan," imbuhnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow, Rusia, 26v Desember 2018. Alexander Nemenov/Pool via REUTERS
Putin mengusulkan dalam proposalnya bahwa perdana menteri akan dipilih oleh parlemen dan PM akan memilih kabinetnya. Saat ini, tanggung jawab tersebut berada di tangan presiden.
Ke depan, kekuasaan Dewan Negara sebagai badan penasihat di Kremlin saat ini akan meningkat, masa jabat presiden akan dibatasi menjadi dua periode saja dan hukum Rusia akan lebih diprioritaskan ketimbang hukum internasional. Ekonom senior Oxford Economics, Evghenia Sleptsova, di proposalnya mengatakan, "kuatkan otokratis Rusia….[dan] pada saat yang sama kikis lagi standar demokrasi."
Menurut ilmuwan politik Ekatina Schulmann, saat ini, sistem politik Rusia sudah memasuki masa untuk memikirkan apa yang harus diubah agar segalanya tetap sama, "Begitulah adanya: berpura-pura mengubah sesuatu padahal tidak.” Namun, “sejarah politik dipenuhi oleh perubahan-perubahan kecil dari atas yang nantinya akan jatuh berkeping dan menjadi proses-proses politik yang sama sekali berbeda,” kata Schulmann.
“Orang-orang yang menciptakan perestroika, mereka yang menyatakan perang dengan harapan mereka akan segera memenangkannya, mereka yang memegang referendum dan berpikir akan menang namun berujung pada kekalahan, orang-orang yang tidak mengira akan kalah dalam pemilihan ulang — itu semua terjadi.”
Artikel ini pertama kali diterbitkan Financial Times pada 17 Januari 2020
Penerjemah: Laila Afifa
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo