Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tanah seluas 2.170 hektare milik Ryamizard Ryacudu akan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-api.
Lahan itu sebelumnya bagian dari hutan lindung Air Telang.
Masyarakat setempat kaget mengetahui Ryamizard memiliki tanah di sana.
HUJAN deras yang mengguyur Kampung Sungsang di Banyuasin, Sumatera Selatan, pada Rabu, 29 Januari lalu, membuat sepotong jalan yang masih beralas tanah di ujung kampung becek dan licin. Mobil yang melintas sesekali terperangkap di kubangan lumpur. Hampir tak ada pohon untuk berteduh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kawasan di pesisir timur Sumatera itu berubah drastis sejak awal 2019. Jalan sepanjang 3 kilometer tersebut sebelumnya berstatus hutan lindung Air Telang. Pepohonan dan semak belukar tumbuh rimbun di sana. Kini bahkan lahan di samping jalan juga terlihat kosong. Padahal hutan lindung Air Telang dikenal sebagai salah satu ekosistem bakau terpanjang di Asia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kontraktor membangun jalan itu sebagai akses menuju lahan milik mantan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Selain lahan Ryamizard, tanah di kawasan lain berubah. Di antaranya menjadi perkebunan kelapa dan sawit. “Penduduk desa memprotes alih fungsi lahan itu,” kata Kepala Desa Sungsang IV Romi Adi Candra pada Senin, 20 Januari lalu, tiga hari sebelum ia mengakhiri jabatannya pada 23 Januari.
Ryamizard memiliki tanah seluas 2.170 hektare di Kecamatan Banyuasin I. Tanah itu dikelola perusahaan milik keluarganya, PT Tri Patria Group. Lahannya berarsiran dengan Desa Sungsang.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menyewa tanah mantan Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat itu untuk memperluas Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api-api. “Pusat KEK akan berada di lahan keluarga Pak Ryacudu,” ujar Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru pada awal 2019.
Sekelompok masyarakat menolak rencana itu. Kepemilikan lahan Ryamizard, kata Romi, mengusik banyak warga desa. Mereka baru mengetahui tanah itu milik Ryamizard tiga tahun terakhir ini. Masyarakat kaget saat mengetahui kawasan yang dulu tak berpenghuni tersebut akan menjelma menjadi pelabuhan besar.
Mayoritas penduduk Desa Sungsang IV bekerja sebagai nelayan. Adanya pelabuhan akan membatasi pergerakan perahu mereka. Itu sebabnya, masyarakat menolak meneken surat persetujuan analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal yang akan mengubah wilayah tersebut menjadi kawasan ekonomi khusus.
Penolakan juga datang dari warga Desa Sungsang III, yang bersebelahan dengan Desa Sungsang IV. Menurut kepala desanya, Amiruddin, warga tak akan menandatangani amdal karena merasa tak dilibatkan dalam rencana pembangunan KEK dan proses pembebasan hutan. “Kami sudah bersepakat tidak boleh menandatangani berkas amdal,” ucap Amiruddin, Rabu, 29 Januari lalu.
•••
MESIN-mesin berat datang ke desa di kawasan Sungsang sejak awal 2019. Para pekerja membangun jalan dan meratakan sejumlah area. Salah satunya di tanah milik Ryamizard Ryacudu. Ia menyewakannya setelah tanah itu tak lagi berada di dalam kawasan hutan.
Masyarakat baru mengetahui lahan tersebut milik Ryamizard setelah tersiar kabar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengubah garis batas hutan lindung Air Telang. Perubahan itu tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 173 Tahun 2018 yang terbit pada 5 April 2018.
Kementerian yang dipimpin Siti Nurbaya itu mengubah garis batas hutan lindung sepanjang 18,8 kilometer berdasarkan surat permohonan Ryamizard pada 5 Februari 2018. Saat itu ia masih menjabat Menteri Pertahanan. Garis ini membuat seluruh tanah Ryamizard seluas 2.170 hektare tak lagi berada di kawasan hutan.
Bersamaan dengan itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan tengah kesulitan memperluas lahan KEK Tanjung Api-api karena anggarannya cekak. Harga tanah di kawasan Sungsang sudah mencapai Rp 800 juta per hektare pada 2018.
Pemerintah baru membebaskan 67 hektare senilai Rp 50 miliar untuk lahan KEK Tanjung Api-api. Sementara itu, kebutuhan area KEK mencapai 2.000 hektare lebih. Lahan milik pemerintah tersebut akan digabungkan dengan tanah Ryamizard. Ada 15 investor yang tertarik menanamkan modal ke proyek ini.
Pemerintah mengesahkan proyek KEK Tanjung Api-api lewat Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Proyek ini akan mengintegrasikan antara KEK dan Pelabuhan Tanjung Api-api. Kawasan ini terkenal sebagai salah satu pusat pengiriman kelapa dan sawit terbesar di Indonesia.
Gerbang Zona Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api Api , Sungsang, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, 29 Januari 2020./TEMPO/ Ibrahim Arsyad
Sebagian area Pelabuhan Tanjung Api-api dulu juga berstatus hutan. Proses peralihan hutan lindung bagi peruntukan lain di kawasan tersebut menjerat empat anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada 2009. Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Al Amin Nasution, Azwar Chesputra, Fachri Andi Leluasa, dan Hilman Indra. Mereka dituduh bersekongkol dengan Badan Pengelola Pelabuhan Tanjung Api-api untuk mengalihkan status lahan hutan lindung menjadi kawasan pelabuhan.
Kini proses pembebasan hutan lindung di tanah milik Ryamizard pun dianggap tak wajar. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan Muhammad Khairul Sobri menilai pelepasan status hutan lindung Air Telang tak bisa dilakukan tergesa-gesa. Di sana banyak anggota masyarakat, khususnya kelompok adat, yang berhadapan dengan pemerintah dan perusahaan, menuntut pembebasan tanah adat.
Dalam banyak kasus, kata Khairul, klaim kepemilikan tanah adat tidak begitu saja menganulir penetapan status hutan lindung. “Ada tahapannya. Tidak bisa tiba-tiba diubah dari hutan lindung menjadi APL (area peruntukan lain),” ujarnya. Sebelum menjadi lahan pribadi, status hutan lindung harus diturunkan bertahap hingga akhirnya bisa dimiliki. Tahapan itu biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Khairul mensinyalir proses peralihan status tanah Ryamizard berlangsung singkat karena wilayah itu diproyeksikan menjadi kawasan ekonomi baru. Ia mengingatkan agar program tersebut tidak mengulang korupsi pengembangan Pelabuhan Tanjung Api-api, yang menyeret sejumlah anggota DPR dan kepala daerah. “Jangan sampai ada kepentingan individu terselubung di situ,” katanya.
•••
EMPAT desa di kawasan Sungsang membentang dari hutan lindung Air Telang hingga Taman Nasional Sembilang. Dulu empat desa itu bagian dari Desa Sungsang. Kini luas tiap desa mencapai 188 ribu hektare dengan 40 ribu hektare di antaranya merupakan area permukiman dan usaha warga. Sebagian kawasan hutan di desa beralih menjadi area peruntukan lain. Yang paling luas adalah area perkebunan.
Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 173 Tahun 2018 menyebutkan luas hutan lindung Sumatera Selatan mencapai 3,5 juta hektare. Di dalamnya ada area hutan lindung Air Telang di Kabupaten Banyuasin seluas 13.700 hektare.
Sebelum surat menteri itu terbit, masyarakat tak mengetahui ada tanah Ryamizard Ryacudu di sana. Mereka juga tak memanfaatkan area itu. “Kami baru mengetahui nama Ryamizard setelah diberi tahu ada SK Nomor 173,” ucap Romi Adi Candra, yang kini tak lagi menjabat kepala desa.
Kawasan Sungsang, Banyuasin, Sumatera Selatan./ www.google.com/maps
Surat itu menyebutkan Ryamizard memegang surat keterangan tanah usaha bertarikh 1914 serta surat-surat warisan tanah Mashud bin Haji Nawawi bin Haji Husin tahun 1990. Nama terakhir diklaim menguasai ribuan hektare tanah di sana. “Saya membeli tanah itu pada 1995,” kata Ryamizard lewat seorang anggota staf kepercayaannya pada Selasa, 4 Februari lalu.
Romi mengaku tak mengenal nama Mashud ataupun para ahli warisnya. Ia juga tak mengetahui dokumen kepemilikan lahan Ryamizard karena tak pernah tercatat di kantor desa. Menurut dia, pemanfaatan lahan yang sangat luas belum pernah terjadi di daerahnya.
Kepala Desa Sungsang IV Amiruddin menyatakan warga desanya tak mengenal ahli waris Haji Husin. Ia juga baru mengetahui pemilik “hutan” itu adalah Ryamizard dari surat keputusan menteri.
Ihwal ini, Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Herban Heryandana mengatakan dokumen kepemilikan dan peta register zaman Belanda memang yang bisa digunakan untuk menganulir penetapan status kawasan hutan lindung. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44 Tahun 2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan.
Pemerintah membuat peraturan itu untuk menghormati hak kepemilikan tanah oleh masyarakat. Jika ternyata tanah tersebut berada di kawasan hutan, para pemilik tanah bisa mengajukan permohonan alih status hutan. Syaratnya, surat kepemilikan tanah itu harus diklarifikasi oleh kantor pertanahan setempat. “Tidak ada limitasi waktu yang diatur dalam aturan tersebut,” ucapnya.
Tetua adat Desa Sungsang, Nafian, juga tak bisa memastikan kepemilikan lahan Ryamizard. Meski Sungsang dihuni sejak abad ke-17, administrasi pemerintahan desa baru terbentuk pada awal 1983. “Yang berlaku sebelum itu adalah pemerintahan marga,” ujar Kepala Desa Sungsang periode 1989-1998 itu.
Kepala Biro Pemberitaan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Horison Mocodompis menjelaskan, legalitas dokumen kepemilikan tanah zaman Belanda bisa digunakan asalkan autentik. Dokumen tersebut dapat beralih status menjadi sertifikat hak milik setelah melalui proses verifikasi pejabat pertanahan. “Sampai sekarang pemegang sertifikat eigendom verponding atau girik masih ada,” katanya.
Ia mengaku belum mengetahui status tanah Ryamizard Ryacudu. Menurut dia, BPN akan membuat sertifikat tanah di atas lahan Ryamizard jika pensiunan jenderal bintang empat itu memiliki surat kepemilikan yang autentik. Ia menduga lahan Ryamizard tersebut berbentuk hak guna usaha atau HGU. “Kepemilikan individual atas tanah menurut aturan dibatasi dua hektare. Kalau lahannya luas, statusnya HGU,” ujarnya.
RIKY FERDIANTO, MUSTAFA SILALAHI, IBRAHIM ARSYAD (BANYUASIN)
Empat Surat Pengubah Batas
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo