Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Tren Anak Muda: Hidup Sehat Diet Gula

Banyak anak muda mulai mengurangi konsumsi gula. Demi menjaga kebugaran dan mencegah diabetes.

26 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKAN perkara mudah bagi Nabilla Tashandra ketika ia harus membatasi konsumsi gula di tengah maraknya kepungan makanan dan minuman manis belakangan ini. Hampir setiap hari Tasha—sapaan perempuan 31 tahun ini—tergoda mengkonsumsi es teh manis. “Tidak afdol rasanya kalau makan di luar tanpa pesan es teh manis,” kata Tasha kepada Tempo, Selasa, 21 November lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, setelah mengetahui konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula berlebihan bisa memicu diabetes, Tasha mulai mawas diri. Meski tak memiliki riwayat diabetes, pegawai swasta di Jakarta ini mulai berikhtiar mengurangi makanan dan minuman yang mengandung gula sejak 2014.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Upaya itu Tasha jalani secara bertahap. Mula-mula ia membatasi kebiasaan minum es teh manis. Ia juga mulai beralih dari menyeruput kopi mengandung gula ke kopi pahit tanpa gula. Perlahan ia membatasi asupan makanan manis. “Jadi saya coba seimbangkan asupan kalori. Tentunya secara proporsional,” ujar Tasha.

Kini Tasha sudah menghindari minuman manis. Salah satunya minuman kemasan. Ketika merasa jenuh mengkonsumsi minuman dengan rasa hambar seperti teh tawar, ia biasanya beralih ke susu. Dengan catatan, susu yang dikonsumsi adalah susu murni. “Pokoknya susu murni, karena saya sudah tidak suka lagi minuman yang terlalu manis,” ucapnya.

Tasha juga hanya mengkonsumsi nasi putih ketika siang hari. Dalam beberapa tahun terakhir, dia hanya menyantap menu sarapan nonkarbohidrat, seperti oat. Dengan pola hidup itu, kini Tasha merasa tubuhnya menjadi lebih bugar. Bahkan berat badannya stabil meski aktivitas fisiknya tidak terlalu banyak.

“Saya cenderung mudah mengetahui pos kalori mana yang perlu dikurangi dan efeknya pun tidak begitu terasa, tidak seperti sugar withdrawal,” tutur Tasha, yang rutin mengecek gula darah.

•••

BERDASARKAN data International Diabetes Federation pada 2021, sebanyak 19,5 juta penduduk Indonesia berusia 20-79 tahun tercatat sebagai penyandang diabetes. Padahal angka kasus penyakit akibat tingginya kadar gula dalam darah tersebut di Indonesia tercatat 7,29 juta pada 2011. Berarti dalam kurun 10 tahun peningkatan angka kasusnya melonjak sangat tinggi.

Peningkatan itu selaras dengan tren konsumsi gula penduduk Indonesia dalam satu dekade terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, rata-rata orang Indonesia menikmati 1.123 gram gula selama 2021. Berarti setiap orang diperkirakan bisa mengkonsumsi gula sebanyak 160 gram per hari. Kementerian Kesehatan sebenarnya sudah mengeluarkan peraturan yang menganjurkan batas konsumsi gula harian, yakni 50 gram gula atau setara dengan empat sendok makan.

Di tengah tingginya angka penyandang diabetes tersebut, sejumlah orang yang berusia relatif muda mulai sadar untuk mengurangi makanan dan minuman mengandung gula. Dhio Faiz, misalnya. Sejak awal 2023, lelaki 29 tahun ini sudah berhenti membeli minuman kemasan ataupun aneka penganan manis. Dia juga berhenti mengkonsumsi mi instan dan perlahan meninggalkan nasi sebagai makanan pokok.

Hasilnya, karyawan swasta di Jakarta itu berhasil memangkas berat badannya dari 110 kilogram menjadi 78 kilogram. “Penurunan itu dalam kurun April-Juni lalu,” kata Dhio saat berbincang dengan Tempo, Rabu, 22 November lalu.

Sebelumnya, Dhio tak begitu menaruh perhatian pada upaya menjaga pola makan. Dia sering menyantap makanan manis dengan jumlah banyak. Bahkan saban hari Dhio bisa menyeduh dua-tiga kopi sachet, yang rata-rata mengandung 15-20 gram gula.

Hingga akhirnya Dhio menyadari bahwa konsumsi minuman manis dan makanan cepat saji harus segera ia hentikan. Alasannya, dia merasa tubuhnya sangat cepat lelah dan mudah mengantuk. Kekhawatirannya bertambah ketika ia mendapati banyak orang di sekitarnya mengidap penyakit diabetes. “Almarhum kakek saya terkena penyakit diabetes,” tuturnya.

Dhio kemudian mulai mengganti asupan karbohidrat yang masuk ke tubuhnya. Sejak April hingga Juli 2023, dia mulai beralih dari konsumsi nasi putih ke kentang hingga roti. Selain itu, dia mengurangi konsumsi minuman manis, seperti kopi sachet dan minuman berpemanis lain. Dia juga rutin berolahraga angkat beban.

Bukan hanya itu. Dhio juga menjalani puasa intermiten setiap hari selama sekitar 14 jam. “Ya hasilnya seperti sekarang, saya merasa bugar dan tidak cepat ngantuk,” ucap Dhio.

Tiara Sutari menempuh hal serupa. Sudah sekitar tiga bulan perempuan 29 tahun ini mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula. Tujuan utamanya adalah menurunkan bobot tubuh. Alasan lain, dia gampang merasa lemas dan cepat mengantuk. “Ini tuh sudah berlangsung lama, sejak berat badan ada di angka 70-an. Saya sering kesemutan dan kena vertigo,” kata Tiara.

Boleh dibilang, Tiara penggemar makanan dan minuman manis. Dia kerap menyantap kue dan roti hingga minum kopi sachet yang mengandung gula. Bahkan hampir setiap hari dia membeli minuman manis dengan tambahan topping berbahan dasar tepung tapioka hingga es krim. “Dalam seminggu bisa enam hari saya membeli minuman manis,” tuturnya.

Bagi Tiara, bukan perkara mudah menghentikan kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang tinggi gula itu. Di awal-awal, ia merasa berat meredam keinginan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman manis. Bahkan tubuhnya sampai lemas karena minimnya asupan gula yang masuk.

Namun, perlahan-lahan, Tiara mulai terbiasa. Tubuhnya juga tak lagi lemas meski ia tak mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula. Sebagai gantinya, Tiara banyak mengkonsumsi sayuran dan buah. Efek yang mulai ia rasakan: kulitnya menjadi lebih cerah.

Berat badan Tiara juga turun. Sejak dia mengurangi makanan dan minuman manis, bobotnya menyusut dari 76 kilogram menjadi 67 kilogram. Selain itu, ketika bangun tidur, dia merasa lebih bugar.

Meski demikian, Tiara mengaku tetap mengkonsumsi nasi putih dengan takaran secukupnya. Untuk menjaga suasana hati, dia bahkan sampai berkonsultasi dengan dokter gizi dan psikolog. “Karena saya ada kecenderungan depresi yang larinya ke overeating, jadi harus konsultasi juga ke psikolog,” ucap Tiara.

•••

BELAKANGAN ini diabetes tak lagi menjadi penyakit kelompok lanjut usia yang kemampuan metabolisme tubuhnya menurun. Pada saat ini kelompok penyandang diabetes terbesar berusia 40-60 tahun. Namun mulai banyak juga kasus pada kelompok usia 20-an tahun. “Secara umum terjadi pada kalangan muda pekerja kantoran dengan rentang usia 25-35 tahun,” kata Anita Sabidi, pendiri Persatuan Diabetes Indonesia Muda, kepada Tempo, Selasa, 21 November lalu.

Lonjakan jumlah kasus penyakit diabetes pada kaum muda terjadi terutama ketika masa pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia tiga tahun ke belakang. “Pasalnya, banyak orang kurang melakukan aktivitas fisik dan lebih sering berada di rumah,” ujar Anita. Selain itu, tingginya jumlah konsumsi makanan dan minuman yang mengandung banyak gula di kalangan anak-anak muda menjadi pemicu.

Menurut Anita, ada beberapa faktor yang membuat anak-anak muda belakangan ini mengkonsumsi makanan dan minuman mengandung gula. Salah satunya gaya hidup kaum muda dengan rutinitas kerja yang padat membuat pola makan menjadi tidak terjaga. Terlebih saat ini banyak sekali kemudahan memesan makanan atau minuman melalui telepon seluler pintar. “Sekarang sangat gampang memesan makanan, tidak perlu bergerak. Tinggal pesan dan tidak perlu ke luar rumah,” ucapnya.

Peran media sosial turut membentuk selera kaum muda untuk menyukai makanan dan minuman dengan kadar gula yang tinggi. Misalnya fenomena mukbang—makan dengan jumlah banyak dan disiarkan dalam bentuk visual—membuat banyak orang tidak memperhatikan asupan makanan dan minuman yang masuk ke tubuh mereka.

Dereta produk minuman berpemanis di salah satu toko retail, Jakarta, 23 November 2023/TEMPO/Febri Angga Palguna

Selain itu, literasi dan edukasi tentang bahaya minuman dan makanan manis masih minim, sehingga banyak orang abai mengenai hal ini tanpa memikirkan risiko yang akan terjadi. “Nah, itu yang harus diatur, jangan sampai terdiagnosis diabetes di usia muda,” kata Anita, 39 tahun.

Komisioner sekaligus founder Diabetes Initiative Indonesia, Dr dr Libriansyah, mengatakan pencegahan dan pengobatan penyakit diabetes harus menerapkan tiga pola, yaitu batasi, nikmati, dan imbangi. Dengan berpatokan pada American Diabetes Association, Libriansyah membagi tiga rumus yang berkaitan dengan gaya hidup.

Dalam urusan aktivitas fisik, seseorang harus memperhatikan pola tidur yang tepat. Menurut dia, orang sehat dan orang yang mengidap diabetes harus mempunyai durasi tidur yang ideal, yakni 5-7 jam dalam sehari semalam. Selain itu, tidur pada waktu siang hari mampu meningkatkan kebugaran bagi tubuh seseorang. “Tidur siang terbaik antara jam 1 dan jam 3 sore selama 30-60 menit,” ujarnya.

Selanjutnya adalah aktivitas melangkahkan kaki. Idealnya seseorang harus berjalan minimal 3.600 langkah dan optimal 10 ribu langkah dalam sehari. Seseorang juga harus bergerak apabila sudah terlalu lama duduk. Kemudian aktivitas peregangan tubuh harus dilakukan, seperti yoga. “Lalu sweating, usaha melakukan tindakan-tindakan yang menghasilkan keringat,” ucapnya.

Yang tak kalah penting, tutur Libriansyah, adalah menjaga pola makan. Dari jenis makanan, jadwal makan, jumlah makanan, hingga cara memasak atau mengolahnya perlu diperhatikan dengan baik.

Libriansyah juga menyarankan orang-orang mampu menghindari dan mengelola stres. Caranya beragam, misalnya kerap tersenyum, bernyanyi atau bersenandung, dan memperhatikan laku spiritual. “Ini berlaku bagi orang sehat ataupun penderita diabetes dalam usaha mencegah dan mengobati penyakit diabetes,” kata Libriansyah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Ecka Pramita berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Anak Muda dan Upaya Mengurangi Gula"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus