Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Antitesis Produk Fast Fashion

Tren slow fashion sebagai bentuk pakaian ramah lingkungan muncul sebagai antitesis industri busana modern. Menjadi alternatif konsumen.

23 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Busana ramah lingkungan biasanya menggunakan bahan organik dan berpihak pada perajin.

  • Slow Fashion menggalang penggunaan pakaian untuk kurun waktu panjang.

  • Harga pakaian sustainable fashion lebih tinggi dari busana umum.

KETUA Umum Jakarta Fashion Week Svida Alisjahbana mengatakan pertumbuhan tren pakaian ramah lingkungan atau sustainable fashion terus meningkat di Indonesia. Menurut dia, tren busana yang lebih berpihak pada alam dan manusia tersebut tak hanya diusung para perancang pakaian. Sejumlah merek aksesori yang menggunakan bahan ramah lingkungan pun terus muncul.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pasarnya juga terus berkembang. Saya melihat memang akhirnya banyak orang mulai peduli tentang dari mana dan bagaimana pakaian yang digunakannya," kata Svida di kantornya di Jakarta, Senin, 10 Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski demikian, menurut Svida, belum ada satu pun produk busana yang sudah 100 persen ramah lingkungan. Masih ada kemungkinan penyiapan bahan baku, pengerjaan, hingga pemakaian busana turut menyumbang kerusakan ekosistem. Setiap jenama pun memiliki cara sendiri untuk menghasilkan produk busana keberlanjutan masing-masing.

Svida menjelaskan, ada produk yang berfokus pada penggunaan bahan baku alami, dari benang hingga pewarna. Produk itu juga meminimalkan penggunaan energi dengan menghindari pemakaian mesin. Hal ini pun berdampak pada kesejahteraan orang-orang yang terlibat dalam produksi, seperti petani, perajin, dan pekerja lain.

Menurut cucu sastrawan Sutan Takdir Alisjahbana ini, konsep busana keberlanjutan tak berhenti pada proses produksi. Produsen pun harus memastikan desain busana yang dikeluarkan menggunakan prinsip sirkular atau memiliki potensi pemanfaatan lebih lama. Prinsip ini menjadi perlawanan terhadap industri fast fashion dengan pola linear, yaitu pakaian yang dibeli hanya bisa dibuang setelah tak lagi digunakan.

"Meski sustainable fashion, desainnya juga bagus. Jakarta Fashion Week juga selalu menampilkan beberapa desainer atau brand ramah lingkungan," ujar Svida.

Gaya busana ini juga mengikat komitmen dan konsistensi pemakai atau konsumen. Para pembeli diharapkan memiliki semangat yang sama untuk menggunakan pakaian secukupnya dan dalam kurun waktu panjang sesuai dengan prinsip slow fashion.

Namun, Svida menambahkan, harga menjadi salah satu masalah utama kurangnya popularitas dan penggunaan pakaian ramah lingkungan. Hingga saat ini konsumen gaya busana itu masih terbatas pada kelompok tertentu. Harga sehelai pakaian ramah lingkungan bisa berkali lipat produk fast fashion.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus