Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Dari Benda Pos hingga Uang Kuno

Sejumlah prangko dan benda pos lain dipamerkan dalam pameran filateli di Bandung dan Denpasar. Menarik perhatian siswa sekolah.

9 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah prangko dan benda pos lain dipamerkan di Bandung dan Denpasar.

  • Panitia pameran filateli di Bandung juga memamerkan uang kuno.

  • Filateli masih diminati masyarakat meski surat-menyurat tergilas zaman.

KENALKAN, namaku prangko/ Aku lahir di Inggris, tanggal 6 Mei 1840/ Ayahku seorang guru, Rowland Hill namanya/ Kini usiaku lebih dari satu setengah abad/ Cukup tua ya?”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepenggal bait puisi berjudul “Kenalkan Namaku Prangko” karya Mahpudi itu dibacakan bergantian oleh 120-an pelajar sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Bandung, Kamis, 31 Maret lalu. Mereka adalah peserta lomba baca puisi dalam acara “100 Tahun Perkumpulan Filatelis Indonesia” yang digelar di Museum Kota Bandung pada 29-31 Maret lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Acara itu digelar untuk memperingati 100 tahun usia Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI). Komunitas tersebut bermula dari pertemuan para kolektor prangko pada 29 Maret 1922 di Batavia. Mereka kemudian membentuk Postzegelverzamelaars Club Batavia.

Panitia pameran tak memajang banyakkoleksi prangko dan benda pos lain dalam acara tersebut, tapi sejumlah informasi yang disajikan tetap menarik pengunjung. Misalnya contoh prangko termahal di dunia yang berbentuk segi delapan, berwarna hitam, dan bernama One-Cent Black on Magenta. Prangko terbitan British Guiana pada 4 April 1856 itu terjual di balai lelang Sotheby’s New York, Amerika Serikat, seharga US$ 8.307.000 atau sekitar Rp 122 miliar pada 8 Juni 2021.

Panitia juga menunjukkan contoh prangko pertama di dunia bernama The Penny Black. Prangko bergambar sisi kiri wajah Ratu Victoria dan berharga satu penny itu terbit pada 6 Mei 1840. Namun Paul Fraser Collectibles menjual prangko tersebut di Inggris pada 2017 seharga 675 ribu pound sterling atau sekitar Rp 13,5 miliar.

PFI juga menampilkan gambar prangko pertama di Hindia Belanda bergambar wajah Raja Willem III. Harga prangko terbitan pemerintah Hindia Belanda pada 1 April 1864 itu 10 sen per helai. Seorang kolektor dari Indonesia menjual 50 helai prangko tersebut pada 1995 dengan harga Sin$ 200 ribu atau sekitar Rp 2 miliar.

Tak hanya menunjukkan contoh prangko, panitia acara juga memajang sebagian koleksi numismatika berupa uang kertas yang disertai narasi sejarah duit pertama di Indonesia setelah merdeka. Bank Indonesia mulai mencetaknya pada 1953-1961 dengan seri pahlawan dan kebudayaan. Beberapa mata uang kuno itu tergolong langka karena ditarik dari peredaran, seperti uang kertas Rp 10 bergambar rusa dan Rp 25 bergambar badak putih.

Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat PFI Gita Noviandi mengatakan pameran itu berlangsung hanya tiga hari lantaran digelar dekat dengan Ramadan. Serangkaian acara serupa digelar di beberapa kota lain. “Acara puncaknya di Bandung karena sejarahnya sebagai kota kantor pusat pos dan telekomunikasi di Indonesia,” ujarnya kepada Anwar Siswadi dari Tempo di sela acara pameran, Kamis, 31 Maret lalu.

Sejumlah siswa sekolah juga memadati pameran filateli yang digelar di Gedung Dharma Negara Alaya, Denpasar, pada 29 Maret-2 April lalu. Ketua panitia “6th Denpasar Philately Exhibition”, Gede Ngurah Surya Hadinata, mengatakan ratusan siswa SD hingga sekolah menengah atas datang ke acara tersebut. “Sehari bisa 10-15 sekolah dan setiap sekolah mengajak 30 siswa,” ucap Surya kepada Made Argawa dari Tempo di lokasi pameran, Sabtu, 2 April lalu.

Surya menuturkan, pameran tersebut diikuti oleh 30 kolektor. Sebanyak 13 ribu prangko dan kartu pos turut dipamerkan. Ia pun ikut memeriahkan pameran dengan memajang koleksi surat pada masa kolonial sebanyak 16 lembar.

Ia juga memamerkan tiga helai prangko bergambar wajah Raja Willem III dan prangko bergambar tokoh dari cerita Mahabharata yang diproduksi pada 2020. “Dari lukisan dicetak ke prangko,” katanya.

Surya yakin filateli masih diminati masyarakat meski kebiasaan surat-menyurat tergilas zaman. Para filatelis berburu prangko dan benda pos lain karena menganggap barang tersebut merupakan benda seni. Prangko dan benda pos lain juga memiliki nilai ekonomi sehingga penggemarnya akan tetap ada.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus