Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Peneliti BRIN: Hukuman Fisik Bukan Bagian dari Pendidikan

Hukuman fisik disebut bukan bagian dari pendidikan, terutama jika dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan kebutuhan kegiatan belajar mengajar.

4 Oktober 2024 | 20.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ramai berita siswa di Sumatra Utara meninggal dunia setelah menjalani hukuman fisik dari gurunya. Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Anggi Afriansyah, menyebut hukuman fisik bukan bagian dari pendidikan, terutama jika dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan kebutuhan kegiatan belajar mengajar di institusi pendidikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Hukuman fisik justru tidak mendidik ketika siswa atau santri tidak belajar dari hukumannya, padahal esensi ada hukuman adalah untuk memberi penyadaran bahwa ada tindakan siswa yang di luar jalur pendidikan,” kata Anggi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengatakan hukuman pada peserta didik dinilai berlebihan jika cenderung ada unsur kekerasan dengan penyiksaan seperti diminta berolahraga berlebihan yang tidak sesuai kesiapan fisik siswa hingga perlakuan yang dapat melukai. Anggi juga mengatakan hukuman fisik sebaiknya tidak lagi digunakan karena sudah tidak efektif membuat jera seperti di masa lalu.

“Hukuman berupa hukuman fisik tentu sebaiknya ditinggalkan. Anak-anak dapat diminta bersih-bersih lingkungan, membantu masyarakat, atau tindakan lain yang dapat membuat anak menyadari bahwa banyak hal bermanfaat yang dia lakukan,” jelasnya.

Sesuaikan dengan kesepakatan
Peneliti lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan pendidikan merupakan komitmen antara pendidik dengan yang dididik maka perlu ada aturan yang disepakati oleh kedua belah pihak untuk menghormati proses pendidikan. Kedua belah pihak harus menyadari ada tindakan atau sanksi jika melanggar kesepakatan.

Pendidikan yang berbasis welas asih juga akan memberikan tindakan atau hukuman yang mengedepankan kasih dibanding kekerasan. Namun, jika anak didik sudah melakukan tindakan di luar batas kesepakatan maka kesepakatan terhadap hukuman yang diberikan harus melibatkan orang tua, misalnya ketika ada perundung, pelaku kekerasan, tawuran, narkoba, kekerasan seksual, dan lainnya.

“Dalam konteks tersebut sekolah tentu tidak dapat mendiamkan pelaku dan membiarkan mereka tidak mendapatkan hukuman. Lagi-lagi apa yang sudah disepakati di awal terkait berbagai tindakan yang melanggar dan hukumannya,” ujarnya.

Anggi mengatakan ketika ada pelanggaran maka harus disanksi sesuai aturan yang disepakati. Jika menyentuh proses hukum maka sanksi hukum juga perlu diberikan. Guru perlu mendapatkan perlindungan hukum demikian juga siswa karena arena pendidikan bukan di mana pihak satu menghukum pihak lain.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus