Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Banyak anak menjadi korban di tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022. Psikolog anak dan keluarga Samanta Elsener pun mengatakan orang tua perlu menanamkan nilai-nilai sportivitas pada anak sedini mungkin karena sangat penting untuk pembentukan karakter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sangat penting karena ini akan membentuk karakter anak. Jika kalah dapat berjiwa besar menilai kekalahan dan mengupayakan diri agar dapat tampil lebih optimal di kesempatan berikutnya," kata anggota Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia melanjutkan menanamkan nilai sportivitas juga membuat anak tidak menjadi sombong atau merendahkan kemampuan lawan. Sebaliknya, anak akan tetap menghargai dan menjaga pertemanan yang sehat sekalipun dengan lawan, meski di luar kompetisi. Dalam menanamkan nilai sportivitas pada anak, Samanta mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua, di antaranya tidak berkomentar yang menjatuhkan pemain lain sebagai bentuk kritik atau ketidakpuasan di depan anak.
"Jika tidak puas dengan hasil latihan, diskusikan pada pelatih hal-hal apa yang sekiranya dapat ditingkatkan," imbuhnya.
Belajar terima kekalahan
Jika mengalami kekalahan saat berkompetisi, Samanta mengatakan orang tua harus mengajarkan anak menerima kekalahan dengan lapang dada dan mengajaknya memberi selamat kepada lawan yang menang. Ia juga mengatakan dalam menanamkan nilai sportivitas perlu dicatat bahwa orang tua tidak bisa menerapkan konsep rewards (penghargaan) dan punishment (hukuman) karena hal tersebut akan membuat anak merasa tidak adil.
Untuk itu, dia mengatakan orang tua tidak boleh memarahi atau menghukum anak jika kalah di kompetisi, khususnya jika yang dijalani adalah kompetisi yang melibatkan kelompok, seperti sepak bola. Pasalnya, dalam kompetisi tersebut anak bukan pemain tunggal sehingga banyak faktor yang menyebabkan kekalahan. Alih-alih menghukum, orang tua sebaiknya memuji hal-hal baik yang ada dalam diri anak dan dorong dia supaya bisa meningkatkan kemampuan.
"Jangan fokus pada siapa yang kalah dan siapa yang menang. Setelah kompetisi, orang tua perlu fokus pada usaha yang sudah dilakukan anak selama kompetisi berjalan. Fokus pada hal-hal baik yang sudah dilakukan anak," paparnya. "Bicarakan atau diskusikan juga beberapa orang yang menunjukkan sikap sportivitas sebagai role model anak. Orang tua juga dapat memberikan contoh-contoh yang negatif juga sebagai pembelajaran untuk anak (agar tidak mencontoh yang negatif)."