Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketika bepergian dengan mobil, bus, kereta api, kapal atau pesawat, beberapa orang mungkin mengalami mabuk perjalanan. Kondisi ini ditandai dengan rasa mual, muntah, pusing, keringat dingin, kulit pucat dan kelelahan.
Dikutip dari Cleveland Clinic, mabuk perjalanan terjadi akibat konflik antar indra. Saat kita bergerak, otak menerima sinyal dari beberapa bagian tubuh, yakni mata, telinga bagian dalam, otot dan persendian.
Gejala mabuk perjalanan muncul ketika bagian-bagian tersebut mengirimkan informasi yang bertentangan. Akibatnya, otak tidak tahu apakah kita diam atau bergerak. Misalnya, ketika kita mengendarai mobil, mata kita dapat melihat pepohonan dan mencatatat pergerakan. Telinga bagian dalam juga merasakan gerakan.
Akan tetapi, otot dan persendian mungkin merasakan bahwa kita sedang duduk diam. Otak kemudian merasakan keterputusan di antara pesan-pesan tersebut.
Melansir Verrywell Health, studi menunjukkan bahwa hampir semua orang rentan mengalami mabuk perjalanan. Meski demikian, terdapat beberapa orang yang memiliki risiko lebih tinggi, yakni anak-anak usia 2-12 tahun, wanita, dan orang yang mengalami migrain.
Menurut penelitian, hormon estrogen, menstruasi, pil KB yang mengandung estrogen, serta suplemen estrogen untuk mengobati gejala menopause dapat meningkatkan risiko mabuk perjalanan bagi wanita.
Sejumlah obat-obatan juga tebukti dapat menyebabkan mabuk perjalanan atau memperburuk gejalanya. Obat-obatan tersebut antara lain azitromisin, eritromisin, sulfanilamid, bifosfonat, digoksin, levedopa, obat nyeri oxycodone, antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen dan naproxen, paroxetine, aminofilin, fluoksetin, serta sertraline.
Bagi yang harus mengonsumsinya, melewatkan atau mengubah waktu konsumsi obat mungkin dapat membantu. Akan tetapi, konsultasikan kepada dokter terlebih dahulu.
Selain itu, pikiran juga dapat memicu gejala mabuk pejalanan. Menurut penelitian, orang yang mengira bahwa mereka akan mabuk perjalanan lebih mungkin mengalaminya. Oleh karena itu, salah satu cara mencegah kondisi ini adalah dengan mengubah pemikiran dan mencari pengalih perhatian.
Jika gejala mabuk perjalanan tidak kunjung hilang setelah berhenti berkendara, bisa jadi hal tersebut menandakan kondisi lain. Jika gejala mabuk perjalanan bertahan hingga lebih dari empat jam, sebaiknya segera temui dokter terdekat.
SITI NUR RAHMAWATI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini