Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Surabaya - Pemerintah Kota Surabaya menggelar Festival Rujak Uleg 2024 di Balai Kota, Ahad pagi, 19 Mei 2024. Kegiatan tahunan yang biasanya diselenggarakan di Jalan Kembang Jepun atau kawasan Pecinan tersebut dipindahkan ke Taman Surya Balai Kota karena terhalang proyek pemasangan box culvert.
Mengusung tema The History of Rujak Cingur kegiatan itu dihadiri para pejabat lintas instansi, kalangan kampus, delegasi dari berbagai negara serta masyarakat umum. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada festival tahun ini disisipkan teatrikal bertema Pasar Suroboyo.
Disusul kemudian fashion show busana ‘Akulturasi Budaya Surabaya’ oleh pegawai organisasi perangkat daerah Pemkot Surabaya. Mereka berlenggak-lenggok di catwalk karpet merah layaknya peragawan dan peragawati.
Wali Kota Eri Cahyadi hadir mengenakan pakaian santai, yakni baju lurik, celana hitam dan memakai udheng. Ia berujar alasan dipilihnya tema The History of Rujak Cingur karena kuliner khas Kota Pahlawan itu simbol dari rasa kebersamaan, toleransi, persatuan, kesatuan, dan gotong royong.
Semangat persatuan itu, kata dia, tercermin sejak era penjajahan Belanda. “Surabaya diduduki Belanda. Ketika itu Belanda meminta warga pindah agar kota ini dapat dikuasai. Tetapi bagaimana warga Surabaya menjadi satu kesatuan mengusir Belanda, dan itu dituangkan di dalam rujak uleg,” tutur Eri.
Ia mengibaratkan rujak uleg sebagai Kota Surabaya, yang di dalamnya terdapat berbagai suku, agama, serta lapisan masyarakat menjadi satu bagian. Filosofi rujak uleg itu, kata dia, menjadi kekuatan Kota Surabaya,
“Seperti rujak uleg, tanpa ada cingur, maka tidak akan terasa, tanpa ada petis juga akan hambar. Maka dari itu, Surabaya tanpa ada agama Kristen maka terasa hambar, tanpa ada agama Islam juga tidak akan terasa, tanpa ada agama Buddha juga tidak akan terasa. Begitu pula tanpa ada suku, Tionghoa, Jawa, Madura, semuanya tidak akan terasa,” kata Eri Cahyadi.
Pemkot Surabaya sendiri menyajikan 731 porsi rujak uleg atau disesuaikan dengan angka Peringatan Hari Jadi Kota Surabaya ke-731. Selain itu, ada 800 porsi rujak uleg yang disajikan dan dibagikan oleh 432 peserta festival kepada ribuan pengunjung.
Dari pengamatan Tempo, meski festival baru dimulai pukul 09.00, namun sejak pagi suasana Taman Surya telah ramai oleh masyarakat. Parkir kendaraan roda dua dan roda empat ditempatkan di sekitar lokasi acara sehingga agak menghambat lalu lintas pengguna jalan.
Namun karena hari libur, kemacetan itu mudah diurai oleh aparat Dinas Perhubungan dan Satuan Polisi Pamong Praja yang telah dipersiapkan memperlancar arus lalu lintas.
Salah seorang peserta festival, Fitri, mengatakan mempersiapkan diri sejak pukul 03.00 dini hari. Sebab ia mesti mengusung berbagai peralatan dan masakan bahan rujak uleg yang sudah matang ke balai kota. Ia juga berdandan unik sesuai arahan panitia. Meski demikian ia mengaku senang dapat berpartisipasi. “Seru sih,” kata dia.
Pilihan Editor: 5 Kuliner Unik Khas Kabupaten Lumajang: Ada Rujak Bambu Hingga Nasi Kelor
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini