Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Alih Bentuk Motor Klasik

Minat modifikasi motor terus berkembang. Menuju tren klasik.

3 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah perakit menggunakan mesin baru untuk membangun sepeda motor klasik.

  • Beberapa komponen sepeda motor klasik bisa diganti menggunakan mesin mobil.

  • Acara sepeda motor custom mulai banyak digelar di sejumlah daerah.

SEPEDA motor modifikasi bergaya chopper dengan jantung mesin Vespa 1974 berjajar dengan puluhan sepeda motor alih bentuk region Eropa lain di Jogja Expo Center, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kendaraan dengan cat biru bladhus atau kusam tersebut adalah satu dari ratusan sepeda motor modifikasi peserta acara Indonesian Custom Show (ICS) 2022, 13-14 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti bentuk umum, sepeda motor dengan nama Si Nutur itu memiliki tampilan jenjang dengan suspensi depan yang sangat panjang. Posisi gagang setang terpasang jauh lebih tinggi daripada dudukan motor yang hanya selebar jok sepeda. Sandaran dan tiang belakang dibuat khusus agar selaras dengan desain rangka utama. Kedua ban memiliki bentuk ramping dengan lima jeruji pelek yang dirancang dari batang besi yang diuntir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Semuanya buatan tangan, kecuali mesin (Vespa). Dari rangka hingga penyelarasan,” kata Ahmad Syarifuddin, 25 tahun, pemilik dan perakit Si Nutur, di lokasi acara ICS 2022, Ahad, 14 Agustus lalu.

Syarifuddin mengungkapkan, modifikasi kendaraan dengan bentuk seperti belalang sembah ini memakan waktu hingga satu setengah tahun. Meski demikian, lamanya perakitan lebih banyak dipicu keterbatasan dana. Dia mencicil pengerjaan sejumlah bagian sesuai dengan bujet yang dimiliki. “Biayanya sekitar Rp 25 juta, sudah termasuk membeli motor Vespa yang menjadi mesin dasar,” ucapnya.

Si Nutur, Syarifuddin menambahkan, adalah karya sepeda motor custom pertamanya. Dia mulai menyukai dunia otomotif ketika duduk di kelas dua sekolah menengah atas. Saat itu dia baru pertama kali memiliki sepeda motor pribadi bermerek Vespa. Dia pun mulai menggeluti minatnya dengan masuk ke sejumlah komunitas hobi. Pada fase ini, dia mulai tertarik pada kendaraan roda dua model chopper.

Pecinta motor custom Suryo Hananto Seno dan motornya yang dinamakan 'Cah Ucul' di Jakarta, 26 Agustus 2022/TEMPO /Hilman Fathurrahman W

Proses penyatuan dua tipe sepeda motor favorit itu dimulai saat dia bekerja sebagai montir di sebuah bengkel kendaraan. Berbekal pengalaman sebagai montir, dia membuat bengkel kecil bernama Bengkel Saritem 14 Garage di rumahnya. Selain terhambat masalah dana, proyek idealis ini sempat menghadapi kendala saat mesin Vespa yang digunakan tak selaras dengan komponen dan desain modifikasi. Akhirnya dia menerapkan sejumlah trik agar mesin tersebut tetap bisa memacu motor chopper-nya. “Saya memasang dua silinder mesin Vespa, jadi total mesinnya 300 cc,” ujar pemuda asal Tangerang Selatan, Banten, ini.

Selain dimeriahkan peserta umum, Indonesian Custom Show 2022 mengundang empat sepeda motor modifikasi yang memiliki kisah khusus. Salah satunya sepeda motor berbentuk gabungan sepeda ontel dan mesin bernama Pirus Swadeshi. Ini kendaraan komuter pertama buatan dalam negeri yang dirakit oleh Surip Sastrapawiro, seorang veteran pejuang kemerdekaan, di Terban, Yogyakarta, pada 1953.

Lalu Si Karat, sepeda motor Harley-Davidson WLC 1951 dengan tampilan tua dan berkarat. Kendaraan ini sudah berkeliling wilayah Flores dan Kalimantan. Sepeda motor pabrikan Inggris, Ariel NH 350 cc lansiran 1937, bernama Mbah Brantas juga masuk daftar undangan. Motor ini diangkat dari dasar Sungai Brantas dengan cara dipotong menjadi dua bagian oleh penggali pasir pada 2007. Kendaraan ini diduga milik seorang tentara atau warga Belanda pada era kolonial.

Undangan keempat adalah Cah Ucul, sepeda motor modifikasi dengan bentuk asli Yamaha SR 500 buatan 1974 milik Suryo Hananto Seno alias Ones. Motor modifikasi model speedway dengan sespan (sidecar) ini memiliki tambahan bodi untuk tempat duduk penumpang di salah satu sisi ban belakang. Motor ini adalah karya 15 perakit dan tiga pengecat. “Ini motor respect, banyak yang mau ikut bangun karena tahu ini punya saya. Beberapa bahkan tak mau dibayar,” kata Ones.

Menurut dia, biaya perakitan Cah Ucul sudah menembus Rp 100 juta. Sebagian besar dana digunakan untuk mengongkosi pengangkutan sepeda motor tersebut ke bengkel rekan-rekannya. Ones menjelaskan, Cah Ucul masih dalam penyempurnaan dan akan dimodifikasi lagi. Sejumlah perakit senior sudah menghubunginya untuk ikut dalam proyek pembangunan motor tersebut.

Ones mengatakan sejak 2004 mulai menekuni hobi modifikasi hingga memiliki delapan sepeda motor. Dia mengaku tak pernah menyukai motor buatan pabrik atau produksi asli. Dia selalu merasa perlu mengubah sejumlah komponen, bentuk, juga warnanya. Dia pun kerap mencoba melakukan alih bentuk sebuah sepeda motor umum menjadi berjenis khusus, seperti speedway, chopper, sidecar, dan flat tracker. “Tapi sekarang tinggal Cah Ucul saja. Sesudah menikah, alokasi keuangan untuk keluarga,” ujar bomber pentolan Gardu House tersebut.

Ones bercerita, ia membeli Yamaha SR 500 tersebut dari kerabatnya pada 2010. Dia mulai melakukan modifikasi dengan membangun rangka hingga memasang mesin. Motor ini jadi memiliki tampilan gagah karena posisi mesin yang tampak klop dengan rangka. Dia juga memasang tiang belakang seperti chopper untuk menambah kesan garang.

Nama Cah Ucul terinspirasi ucapan mendiang ayah Ones. Saat kecil, ia sering disebut ayahnya “cah ucul” karena kerap bermain hingga lupa waktu pulang. Berasal dari bahasa Jawa, “cah” berarti anak-anak dan “ucul” adalah lepas dari sangkar. Ones pun mengaku menginginkan kendaraannya itu terus bertualang ke berbagai tempat. Sepeda motor custom ini setidaknya sudah pernah menempuh perjalanan panjang hingga Padang, Samarinda, dan Bali.

Pehobi sepeda motor klasik, Cosmas Lili Sudrajat, juga mulai menekuni motor alih bentuk untuk menunjang minatnya. Dia memiliki sebuah motor modifikasi bernama Si Norto yang berbentuk serupa motor klasik asal Inggris, Norton 1983 16H. Padahal wujud asli kendaraan tersebut adalah Harley-Davidson Softail Stringer 1992. Dia sengaja memilih motor buatan perusahaan Amerika Serikat tersebut karena memiliki rangka yang mendekati desain motor Norton.

Cosmas mulanya hanya penggemar dan penikmat sepeda motor tua. Dia memiliki koleksi 12 motor klasik asli yang biasa ia tunggangi ketika ada kegiatan bersama komunitas Motor Antique Club Indonesia Yogyakarta. Rencananya membuat motor custom berawal dari kegiatan touring bersama rekan-rekannya.

Cosmas bercerita, dia dulu kerap mengalami kesulitan karena harus memeriksa kesiapan sepeda motor tuanya sebelum mengikuti kegiatan. Pemeriksaan itu memerlukan waktu yang panjang agar motor tak mengalami kendala selama perjalanan. Padahal dia ingin memiliki motor yang selalu dalam kondisi prima dan siap ditunggangi.

Dia kemudian membuat sketsa desain onderdil sepeda motor klasik, dari tangki bensin, jok, sepatbor, roda, hingga knalpot. Berdasarkan seluruh gambaran tersebut, dia menemukan kecocokan desain dengan bodi HD Softail Springer 1992. “Jadi desainnya selesai dulu, baru cari dan beli motornya,” kata pekerja di perusahaan perminyakan tersebut.

Motor custom Harley Davidson Softail Springer bernama Si Norto milik Cosmas Lili Sudrajat di Bantul, Yogyakarta, 24 Agustus 2022/TEMPO/Pito Agustin Rudiana

Cosmas menemukan dan membeli sepeda motor Harley tersebut dari rekannya di Surakarta, Jawa Tengah, senilai Rp 92 juta pada 2012. Selama dua tahun dia membongkar dan merakit Si Norto. Dia mencopot hampir semua komponen Harley itu hingga tersisa rangka asli. Dia juga mengirim gambar desain suku cadang dengan skala 1 : 1 ke bengkel modifikasi. “Jadi ini asli Harley-Davidson. Saya hanya ganti pakaiannya,” ucap lulusan Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada itu.

Perakitan berlangsung di kediamannya di Banguntapan, Bantul. Cosmas menghabiskan dana sekitar Rp 110 juta untuk memodifikasi sepeda motor yang namanya adalah gabungan jenama Norton dengan nama anak bungsunya, Toto, tersebut.

Si Norto memang cukup mirip dengan sepeda motor seri Norton yang mendapat julukan Rolls-Royce-nya roda dua. Cosmas menambahkan sejumlah detail sehingga motor modifikasinya terlihat mirip kendaraan tua. Di antaranya efek kusam pada sejumlah bagian bodi yang dicat monokrom. Dia juga menggunakan dudukan berpegas dengan bahan kulit berwarna cokelat yang memiliki kesan kusam. Pada kedua sisi fender belakang, dia pun memasang kotak tas berbahan kulit.

Meski kendaraan itu mirip Norton, Cosmas sebenarnya memasukkan sejumlah model komponen dari pabrik otomotif lain. Dia menggunakan model fender depan dan belakang sepeda motor Birmingham Small Arms atau BSA. Filter udara pada mesin juga mirip buatan pabrik Jerman, Volkswagen.

Penyuka dan pemodifikasi sepeda motor tua, Setiawan Harardi alias Agus, 42 tahun, juga sering menggunakan komponen motor dan mobil baru sebagai bahan custom sejumlah motor klasik. Pemilik 18 motor alih bentuk ini menyebutkan ada kecocokan komponen piston mobil merek Fiat dan Mazda dengan beberapa mesin motor tua asal Inggris. Meski demikian, beberapa bagian motor tua tetap membutuhkan komponen orisinal.

“Ini juga yang kemudian membuatnya lebih mahal. Selain itu, lama kalau harus pesan dari negara aslinya,” tutur Agus, pehobi yang juga pemilik Bengkel Cawang Inc.

Agus mengatakan menyukai sepeda motor klasik asal Inggris itu sejak masa kecilnya di Bandung. Namun hasratnya untuk memiliki kendaraan itu baru muncul saat ia menjadi montir sebuah bengkel di Rancaekek, Kabupaten Bandung. Saat itu dia berkesempatan menunggang kuda besi Norton 350 cc 1856 dalam acara komunitas motor di Bandung.

Agus baru bisa memiliki sepeda motor klasik Inggris saat membeli DKW Hummel 1961 senilai Rp 1,1 juta dari pedagang rongsokan, November 2003. Motor korban banjir Sungai Ciliwung tersebut masih memiliki surat tanda nomor kendaraan dan buku pemilik kendaraan bermotor lengkap. Dia pun merestorasi motor tua tersebut dalam tiga hari sehingga kembali berfungsi. Meski demikian, dia kemudian menjualnya karena mengincar motor klasik lain.

Sejak kecil, Agus ingin memiliki sepeda motor klasik BSA. Dia lantas membeli mesin asli BSA dari hasil penjualan DKW Hummel untuk memulai perakitan sepeda motor BSA 1946. Perlahan dia mulai membuat rangka dan komponen pelengkap lain. Selain membeli komponen, dia menukar jasa perbaikan motor dengan pemilik onderdil motor kuno Inggris tersebut.

“Jadi motor utuh awal 2005, biaya perakitan sekitar Rp 12 juta. Selain dengan beberapa komponen hasil dari tukar jasa dengan rekan, ada komponen yang murni pemberian teman,” katanya.

Owner Cawang Inc Vintage Motorcyles's Setiawan Rahardi di Jakarta, 31 Agustus 2022/TEMPO/Subekti.

Hobi ini terus berlanjut hingga Agus membangun sebuah Harley-Davidson WLA Chopper pada 2009. Dia juga mulai merakit dan merestorasi motor klasik Inggris lain, seperti Norton dan Matchless Ariel. Walau begitu, dia masih memiliki target merakit dan memiliki motor serupa BSA 1925.

Seperti pehobi motor modifikasi lain, Agus mengaku jarang menggunakan koleksinya untuk sarana transportasi harian. Selain memiliki nilai yang tinggi, menurut dia, semua motor modifikasi membutuhkan perawatan untuk dapat digunakan dalam perjalanan panjang. Tingkat emisi sepeda motor alih bentuk juga pasti melebihi batas baku mutu. Pehobi menggunakannya hanya untuk menyalurkan hobi dan keperluan pribadi lain. “Paling jauh mungkin mudik ke Yogya setiap Idul Fitri. Memang jarang dipakai kalau harian,” ujarnya.

Agus dan Ones mengatakan minat terhadap sepeda motor modifikasi terus berkembang dalam satu dekade terakhir. Pada awal 2000-an, jumlah pehobi kendaraan alih bentuk ini terbatas sehingga mereka saling mengenal. Penunggang dan sepeda motornya pun mudah dikenali ketika bertemu di jalanan. 

Saat ini jumlah pemilik, perakit, dan sepeda motor custom sudah sangat banyak. Modifikasi motor dari sebuah kelompok minat terbatas, biasanya komunitas, menjadi tren yang diikuti kelompok umum. 

PITO AGUSTIN RUDIANA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus