Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Banyuwangi - Masyarakat suku Osing di Desa Adat Kemiren Kabupaten Banyuwangi menyebutnya sebagai Bolu Kuwuk alias kue Klemben. Kudapan ini biasa disajikan bersama dengan secangkir kopi atau teh hangat di waktu pagi atau sore hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jajanan tradisional ini juga biasa disajikan saat menyambut tamu. Bolu ini merupakan kue kering tradisional yang ada sejak zaman Belanda dan kini banyak ditemui di pasar tradisional. Di Kemiren masih banyak industri rumahan yang memproduksi kue klemben dengan cara tradisional, menggunakan tungku tanah tanah liat atau bengahan.
Salah satunya adalah Rebaiyah, 60 tahun. Ia membuat klemben di dapur rumahnya di Dusun Krajan, Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Kue klemben yang dibuatnya dipanggang mengunakan oven tradisional yang terbuat dari tanah liat. Rebaiyah menceritakan mulai menjalani pembuatan kue kelemben sejak tahun 2000-an. Tiap hari dia harus membuat sekitar 2 sampai 5 kilogram kue klemben pesanan.
"Alhamdulillah. Pesanan tambah banyak terutama saat menghadapi momen hari besar. Tiap minggu rutin kami jual di pasar kuliner Desa Kemiren," ujar Rebaiyah dengan bahasa Osing yang kental.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bulan puasa jadi bulan yang sangat sibuk bagi Rebaiyah. "Kalau bulan puasa pesanan satu bulan full selalu ada untuk persiapan hari raya. Biasanya dalam satu kali produksi selama Ramadan bisa sampai 10 kilogram," katanya.
Cita rasa kue klemben
Rebaiyah mengatakan kue kelemben gula aren yang dia produksi banyak diminati pembeli karena memiliki cita rasa yang khas. Rebaiyah masih mempertahankan keunikan proses produksinya yakni dengan memilih memasak menggunakan alat sederhana seperti memakai oven tungku bengahan. Dia juga mengkombinasi kue kelemben dengan beberapa rasa unik seperti keningar, vanili, dan jahe.
"Kami memanggangnya tidak pakai oven modern. Tapi dari bengahan yang di atasnya ditutup besi lalu ditimpa sabut kelapa yang dibakar. Jadi rasanya masih original," kata dia.
Rebaiyah mengaku banyak dibantu pemerintah setempat terutama dalam pengurusan sertifikasi halal dan PIRT sebagai jaminan legalitas produk. Kue klemben Rebaiyah kini tidak hanya dijual di Banyuwangi, namun telah dikirim ke luar kota seperti Bali hingga Kalimantan untuk oleh-oleh jajanan khas Banyuwangi.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandiani sempat mencicipi kue tersebut saat mengunjunginya pekan kemarin. "Rasanya tidak kalah dengan kue kelemben yang dibuat dengan alat modern. Luarnya crunchy tapi dalamnya lembut, manisnya pas tidak berlebihan dan memiliki cita rasa yang khas," kata Ipuk Fiestiandani.
Pilihan Editor: Banyuwangi Gelar Festival Ngopi Sepuluh Ewu di Desa Adat Kemiren