Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hiburan

Wisatawan Padati Prosesi Grebeg Maulud Keraton Yogyakarta

Ribuan wisatawan memadati jalannya prosesi Garebeg atau Grebeg Maulud yang digelar Keraton Yogyakarta Senin 16 September 2024.

16 September 2024 | 15.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Ribuan wisatawan memadati jalannya prosesi Garebeg atau Grebeg Maulud yang digelar Keraton Yogyakarta Senin 16 September 2024. Para wisatawan itu sedari pagi tampak memadati rute arak arakan tujuh gunungan yang ditandu para bregada (prajurit keraton) dari dalam komplek Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta menuju Masjid Gedhe Kauman dan Pura Pakualaman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gunungan yang berisikan hasil bumi itu antara lain Gunungan Kakung, Gunungan Putri, Gunungan Gepak, Gunungan Darat dan Gunungan Pawuhan. Setidaknya ada enam kelompok bregada yang membawa gunungan dari Keraton menuju Masjid Gedhe Kauman. Seperti Bregada Wirabraja, Bregada Daeng, Bregada Patangpuluh, Bregada Jagakarya, Bregada Prawiratama, Bregada Nyutra, Bregada Mantrijero, dan Bregada Ketanggung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sedangkan gunungan yang diarak ke Pura Pakualaman dibawa Bregada Surakarsa, Bregada Bugis, dan Bregada Pakualaman. Sejumlah gunungan yang dibawa ke Masjid Gedhe Kauman tampak langsung ludes dalam hitungan detik diperebutkan para wisatawan yang telah menunggu hingga jelang tengah hari. Dijaga ketat kepolisian dan TNI, aksi berebut hasil bumi gunungan di Masjid Gedhe berlangsung riuh namun tetap lancar.

Para abdi dalem dan petugas awalnya menjaga agar para pengunjung tidak berebut gunungan disediakan. Dengan cara membagikan beberapa bagian gunungan itu. Namun ribuan masyarakat tampak antusias sehingga menerobos barisan untuk mendapatkan bagian dari gunungan itu.

"Saya kebetulan dapat bagian rengginang dari gunungan itu, mau saya tanam di ladang di rumah biar panennya lancar dan berkah," kata wisatawan asal Wonosobo, Jawa Tengah, Parsito.

Pria yang kesehariannya berprofesi sebagai petani itu mengaku sengaja datang untuk ikut dalam kemeriahan merebut hasil bumi yang dibagikan Keraton Yogyakarta itu. "Hampir setiap ada tradisi Gerebeg Keraton saya sempatkan datang, agar bisa dapat bagian gunungan itu untuk saya bawa pulang," kata dia

Arya, wisatawan asal Malang Jawa Timur yang ikut datang dalam Gerebeg itu mengatakan baru pertamakali menyaksikan prosesi itu. "Tadi sudah dari jam 08.00 ke sini (Masjid Gedhe) menunggu, ternyata baru sekitar pukul 10.00 mulai diarak gunungannya dan sampai sini hampir jam 11.00 " kata dia.

Meski demikian, Arya mengaku tak masalah karena waktu lama menunggunya seolah terbayarkan. Ia sendiri ikut larut dalam kegembiraan bersama warga saat berebut hasil bumi itu.Menurutnya, acara bernuansa tradisi seperti ini perlu terus dijaga agar bisa terus dilihat masyarakat dan generasi mendatang. "Tradisi ini juga bentuk cinta kepada yang kuasa, perlu terus dijaga dan dilanjutkan," kata dia.

Sejumlah warga berebut gunungan saat Grebeg Maulud/Jimawal 1957 di Pakualaman, Yogyakarta, Kamis 28 September 2023. Keraton Yogyakarta mengeluarkan enam gunungan yang diperebutkan oleh masyarakat di Masjid Gede Kauman, Kompleks Kepatihan serta Pakualaman dalam rangka memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Grebeg ini menjadi bagian puncak peringatan Maulud Nabi yang digelar Keraton Yogyakarta. Pada malam hari sebelumnya, Minggu 15 September 2024, Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X melakukan prosesi menyebar udhik-udhik atau beras, biji-bijian, bunga, hingga logam recehan di Pagongan Kidul, Pagongan Lor, dan di dalam Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta

Penyebaran udhik-udhik ini mengawali prosesi Kondur Gangsa atau kembalinya dua perangkat Gamelan Sekati, yakni Kanjeng Kiai Gunturmadu dan Kanjeng Kiai Nagawilaga yang sepekan terakhir dimainkan di Masjid Gedhe dalam perayaan Maulid yang disebut Hajad Dalem Sekaten.

Rangkaian Hajad Dalem Sekaten ini telah dimulai sejak Senin 9 September malam dengan pelaksanaan prosesi Miyos Gangsa atau keluarnya 2 perangkat Gamelan Sekati tersebut dari Keraton Yogyakarta ke Masjid Gedhe.

Penyebaran udhik-udhik sebagai simbol sedekah, doa keselamatan, dan kesejahteraan dari raja kepada rakyatnya. Usai menyebarkan udhik-udhik, Sri Sultan didampingi para putra dalem putri dan para mantunya menuju ke dalam Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta. Di dalam Masjid Gedhe, Sri Sultan duduk di tengah Saka Guru serambi Masjid Gedhe, mendengarkan pembacaan riwayat kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dilakukan sebelum pelaksanaan prosesi Kondur Gangsa.

Para putri Raja Keraton Yogyakarta dan para Mantu Dalem beserta para Abdi Dalem pun turut membersamai Sri Sultan, duduk di sekeliling. Ketika pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW sampai pada bagian asrokal (peristiwa kelahiran Nabi), Sri Sultan beserta para pendamping menerima persembahan Sumping Melati. Hal tersebut bermakna bahwa Sultan sebagai raja senantiasa mendengar aspirasi atau pendapat rakyatnya dan akan melaksanakan harapan rakyatnya tersebut.

Setelah mendengarkan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW, Sri Sultan beserta para putra dalem putri dan mantu dalem terlebih dahulu meninggalkan Masjid Gedhe sebelum Kondur Gangsa dilaksanakan. 

Gamelan Sekati pun masih ditabuh secara bergantian. Selanjutnya, tepat tengah malam, kedua gamelan pusaka milik keraton ini diusung menuju keraton dengan pengawalan para bregada. Sesampainya di keraton, Gamelan Sekati kemudian dikembalikan ke tempat semula yakni di Bangsal Trajumas Keraton.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus