Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mengkritisi kinerja Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara yang hingga kini tak juga menangkap dan menahan lima tersangka tindak pidana korupsi penyelenggaraan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK di Kabupaten Langkat tahun 2023. Menurut mereka, Polda Sumut mencederai hukum dan keadilan bagi para guru yang telah dirugikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“LBH Medan sebagai kuasa hukum dari 103 korban menduga adanya privilege (keistimewaan) yang dilakukan Polda Sumut terhadap lima tersangka tersebut,” demikian keterangan tertulis dari LBH Medan yang diterima Tempo pada Senin, 23 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LBH Medan dan ratusan guru honorer Langkat menilai keengganan Polda Sumut untuk menangkap dan menahan kelima tersangka sebagai sejarah buruk dalam pemberantasan korupsi. “Lagi-lagi Polda Sumut membuat sejarah terburuk dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi,” kata LBH Medan.
Menurut catatan LBH Medan, masalah penyelenggaraan PPPK ini tak hanya terjadi di Kabupaten Langkat, tetapi juga di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Kabupaten Batu Bara. Namun, LBH Medan menilai penegakan hukumnya berbeda dan tebang pilih. Sebanyak 6 tersangka di Madina dan 5 tersangka di Batu Bara telah ditahan, sedangkan tersangka di Langkat tidak.
“Maka, LBH Medan secara tegas meminta kepada Kapolda Sumut dan Dirkrimsus untuk segera melakukan penangkapan dan penahanan terhadap kelima tersangka sebagaimana amanat dalam Pasal 17, 18 dan 21 KUHAP,” tutur LBH Medan.
Lebih lanjut, LBH Medan khawatir kelima tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan melakukan tindak pidana lain. “Secara moral dan kelembagaan sangat memalukan jika dunia pendidikan dipimipin orang yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi,” kata mereka.
LBH Medan mengungkapkan, penetapan tersangka terhadap Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Langkat membuktikan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Langkat tahun 2023 terkait fungsional guru.
“LBH Medan juga mendesak Polda Sumut untuk segera menetapkan tersangka lainnya, karena diduga masih ada aktor utamanya,” ujar mereka.
Kecurangan seleksi PPPK ini, kata LBH Medan, bertentangan dengan UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU Tipikor, PermenpanRB Nomor: 14 Tahun 2023, Kemendikbud 298, ICCPR dan Duham.
Sebelumnya pada 27 Maret 2024, Polda Sumut telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yaitu Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) 055975 Pancur Ido, Awaluddin, dan Kepala SDN 056017 Tebing Tanjung Selamat, Rohayu Ningsih.
Kemudian, Polda Sumut menetapkan tiga tersangka tambahan dari jajaran pejabat daerah Langkat pada 13 September 2024. Mereka adalah Kadia Pendidikan Langkat, Saiful Abdi, lalu Kepala BKD Langkat, Eka Syahputra Depari, dan Kepala Seksi Kesiswaan Bidang SD Dinas Pendidikan Langkat, Alek Sander.
Kelima tersangka tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat 2023 itu tidak ditahan oleh Polda Sumut. Pihak polisi beralasan penahanan tersangka tidak bersifat mengharuskan atau imperatif, karena didasarkan pada pertimbangan subyektif penyidik, sesuai pasal 21 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Dalam proses penyidikan terhadap kedua tersangka sebelumnya sejauh ini menurut penyidik masih kooperatif, sehingga belum dilakukan penahanan,” kata Kepala Divisi Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi, pada Selasa, 17 September 2024.