Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Konflik Sepanjang Jalan Tambang Bungo

Sejumlah warga Kabupaten Bungo, Jambi, menuding tambang batu bara ilegal mengotori sungai sejak 2016. Menutup jalan warga desa.

11 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBANYAK lima ekskavator tak henti mengeruk tanah Desa Rantau Pandan, Kecamatan Rantau Pandan, Kabupaten Bungo, Jambi, pada Rabu, 30 November lalu. Puluhan truk hilir-mudik mengangkut batu bara dari kawasan yang dituding tambang ilegal tersebut. Mereka melewati lubang-lubang pengerukan yang sebagian sudah berubah menjadi danau kecil.

Semua truk dan ekskavator bertulisan “PT KBPC”, singkatan dari PT Karya Bunga Pantai Ceria. “Perusahaan tidak menutup bekas lubang tambang. Limbah tambang juga mengotori sungai yang selama ini menjadi pemasok kebutuhan air warga desa,” ujar Kepala Desa Rantau Pandan, Akbar Anil Pane, kepada Tempo.

Warga desa meyakini lokasi tersebut dulu merupakan lahan konsesi tambang batu bara PT Nusantara Termal Coal. Saat ini situs Minerba One Data Indonesia (MODI) milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan PT Nusantara tak memiliki izin usaha pertambangan (IUP). “Kalau memang ada tambang batu bara, seharusnya sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Akbar.

Laporan situs media daring menyebutkan Kementerian ESDM mencabut izin PT Nusantara karena tak membayar royalti atau dana hasil produksi batu bara ke negara pada 2014. Saat masih beroperasi, PT Nusantara memiliki area konsesi seluas 2.832 hektare di Jambi.

Bekas area konsesi PT Nusantara Termal Coal berdampingan dengan kawasan tambang PT Baratama Rezeki Anugerah Sentosa Utama. PT Baratama Rezeki adalah anak perusahaan PT Karya Bunga Pantai Ceria. Pada akhir November lalu, sejumlah alat berat dan truk pengangkut batu bara juga tampak beroperasi di sana.

Kedua lahan tambang tersebut dilintasi Sungai Batang Bungo yang airnya berwarna kecokelatan. Warga desa meyakini sungai berubah keruh beberapa tahun belakangan. Area penambangan yang berada di dataran yang lebih tinggi dituding menyebabkan tanah bekas tambang mengalir ke sungai saat hujan turun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kantor PT KBPC di Green Bungo Cito, Muarobungo, Kabupaten Bungo, Jambi, 1 Desember 2022. Foto: M Ramond Eka Putra Usman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT Karya Bunga adalah perusahaan milik Syamsudin Ibrahim, pengusaha asal Kabupaten Bungo. Perusahaan yang sebelumnya bergerak di bidang properti itu mengembangkan bisnis pertambangan sejak 2015. PT Karya Bunga juga memiliki anak perusahaan bernama PT Surya Anugrah Sejahtera. PT Baratama dan PT Surya Anugrah memiliki IUP batu bara di dekat area bekas konsesi PT Nusantara Termal Coal.

Akbar menjelaskan, warga desa sudah berkali-kali melaporkan PT Karya Bunga yang diduga menambang di bekas area konsesi PT Nusantara Termal Coal. Saat dilihat pada Jumat, 9 Desember lalu, situs MODI menyebutkan PT Karya Bunga tak memiliki IUP. “Warga desa juga melaporkan kerusakan lingkungan ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bungo, tapi tidak kunjung ditanggapi,” tuturnya.

Perlawanan warga desa makin menjadi-jadi sejak PT Karya Bunga menutup akses jalan tambang pada 2016. Padahal warga desa sehari-hari menggunakan jalan selebar 15 meter itu sebagai jalur transportasi utama.

PT Karya Bunga menguasai jalan tambang sepanjang 31 kilometer dari Desa Sungai Mengkuang hingga Desa Leban. Sebelumnya, jalan tambang itu pernah digunakan PT Nusantara Termal untuk mengangkut batu bara. Saat itu warga sekitar boleh menggunakan jalan.

Protes masyarakat mencapai puncak pada April 2021. Ratusan warga dari lima desa menutup jalan tambang yang dikuasai PT Karya Bunga. Akibatnya, aktivitas tambang terpaksa berhenti karena truk pengangkut tambang tidak bisa melintas.

Pihak perusahaan diduga memerintahkan para sopir truk menerobos blokade para pendemo. Bentrokan antara pendemo dan pekerja tidak terhindari. Sejumlah warga terluka dan beberapa kendaraan rusak.

Bentrokan itu berujung saling lapor ke polisi. Sejumlah warga desa dan pekerja menjadi tersangka. Dalam perjalanannya, seorang warga bernama Mardedi Sutanto divonis satu tahun enam bulan penjara karena merusak kendaraan. Adapun beberapa pekerja tambang hanya divonis satu bulan kurungan karena melukai warga.

Vonis ini dianggap janggal karena hukuman Mardedi lebih berat. “Mardedi hanya memecahkan kaca spion truk, tapi hukumannya lebih berat daripada para pekerja yang melukai warga,” ujar kuasa hukum Mardedi, Marwan Saputra. Marwan menduga sikap berat sebelah aparat kepolisian disebabkan Syamsudin adalah adik seorang pensiunan jenderal polisi yang pernah menjadi petinggi di instansi yang menangani kasus terorisme.

Kepala Kepolisian Resor Bungo Ajun Komisaris Besar Wahyu Bram mengatakan bentrokan antara warga dan pekerja tambang terjadi sebelum dia menjabat. Namun dia memastikan polisi pada saat itu mengusut semua pihak yang dianggap bersalah, baik warga maupun pekerja. “Mengenai perbedaan vonis di pengadilan itu di luar wewenang kami,” ucapnya.

Warga desa juga pernah melaporkan dugaan penambangan ilegal PT Karya Bunga ke Kepolisian Daerah Jambi pada Mei 2021. Dua bulan kemudian, polisi menyegel sebagian lahan tambang yang dikeruk PT Karya Bunga.

Saat itu Polda Jambi menyatakan PT Karya Bunga menambang di luar area konsesi. Aktivitas tambang perusahaan tersebut masuk ke area hutan produksi dan area bekas tambang PT Nusantara Termal Coal. Namun, beberapa bulan setelah penyegelan tersebut, PT Karya Bunga dikabarkan kembali menambang di lokasi yang sama.

Sejumlah perwakilan warga desa juga berdemonstrasi di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, pada Senin, 3 Oktober lalu. “Kami juga berdemonstrasi di Markas Besar Polri dan Kejaksaan Agung karena perusahaan seolah-olah tidak tersentuh hukum,” ujar Ketua Independen Nasionalis Anti Korupsi (Inakor) Dewan Pimpinan Wilayah Jambi, Fahlefi. Beberapa waktu belakangan, Inakor bersama Aliansi Rakyat Peduli Keadilan dan Hukum adalah lembaga swadaya masyarakat yang mendampingi warga desa yang berkonflik dengan PT Karya Bunga.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Komisaris Besar Christian Tory membenarkan bahwa PT Karya Bunga pernah menambang di luar area konsesi. Mereka memasang garis polisi di sana. “Pada 2021 kami menemukan aktivitas tambang tanpa izin,” katanya kepada Tempo pada Kamis, 8 Desember lalu.

Polisi menetapkan seorang petugas lapangan sebagai tersangka. Komisaris Besar Christian tak mengetahui PT Karya Bunga kembali mengeruk batu bara di lokasi tersebut. “Belum ada laporan lagi ke kami. Tim kami akan segera mengecek ke lapangan,” tuturnya.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan PT Karya Bunga pernah memiliki izin tambang. Namun izin itu dicabut oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal pada Januari lalu karena perusahaan tidak memiliki rencana kerja dan anggaran belanja tambang. “Jika izin sudah dicabut, semestinya perusahaan tersebut tidak boleh menambang,” katanya.

Direktur PT Karya Bunga Pantai Ceria, Jimmy Syamsudin, membantah semua tudingan itu. “Perusahaan kami berjalan sesuai dengan aturan. Jika ada segelintir warga yang tidak suka, itu wajar. Warga yang mendukung kami jauh lebih banyak,” ujarnya saat ditemui Tempo di kantornya di Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, pada Kamis, 8 Desember lalu.

Dia juga membantah kabar pengerahan pekerja untuk menyerang warga saat demo penutupan jalan. “Kami hanya meminta warga untuk membuka blokade jalan yang mengganggu aktivitas para pekerja. Jalan itu milik kami,” ucap Jimmy.

Mengenai penambangan di area bekas tambang PT Nusantara Termal, Jimmy mengklaim perusahaannya sudah memiliki izin dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jambi pada 2017. “Izin diperoleh PT Baratama Rezeki Anugerah Sentosa Utama yang merupakan anak perusahaan PT Karya Bunga,” tuturnya.

Aktivitas tambang batu bara di lokasi bekas tambang PT Nusantara Termal Coal (NTC), Kecamatan Rantau Pandan, Kabupaten Bungo, Jambi, 30 November 2022. Foto: M Ramond Eka Putra Usman

Jimmy mengakui Kepolisian Daerah Jambi pernah menyegel sebagian area tambang perusahaannya. “Tapi itu karena penambangan dianggap masuk ke area hutan produksi. Itu sudah kami selesaikan dan tidak ada masalah lagi,” katanya.

Mengenai penambangan PT Karya Bunga di Kabupaten Bungo, Jimmy beralasan izin yang dicabut adalah izin tambang di Kabupaten Sarolangun. “Izin kami yang di Kabupaten Bungo menggunakan anak-anak perusahaan PT KBPC dan itu masih berlaku hingga sekarang,” ujarnya.

Jimmy juga membantah kabar ihwal keterlibatan seorang jenderal polisi dalam konflik tambang perusahaannya dengan warga. “Beliau memang paman saya, tapi tidak ada kaitannya dengan urusan PT KBPC. Beliau juga tidak masuk dalam kepemilikan atau kepengurusan perusahaan.”

•••

SELAIN dituding menambang secara ilegal, PT Karya Bunga Pantai Ceria sedang terlibat sengketa kepemilikan jalan tambang dengan mantan Direktur PT Surya Mas Abadi, Djendri Djusman. Jalan tambang selebar 15 meter dan panjang hingga 31 kilometer yang dikuasai PT Karya Bunga diklaim sebagai milik Djendri.

Djendri mengaku membeli lahan dan membangun jalan tersebut pada 2003 dengan menggunakan uang pribadi. Saat itu jalan difungsikan sebagai akses kendaraan pengangkut batu baru dari perusahaan Djendri dan PT Nusantara Termal Coal. Warga sekitar juga dibolehkan menggunakan jalan.

Pada 2010, Djendri tidak lagi berbisnis tambang di Bungo dan meninggalkan Jambi. Enam tahun kemudian, Djendri menuding PT Karya Bunga mencaplok jalan tambang tersebut. “Saya tahu jalan sudah dikuasai PT KBPC karena laporan warga yang mengeluh tidak lagi dibolehkan menggunakan jalan tersebut,” kata Djendri, Senin, 28 November lalu.

Ia mengklaim mendapat dukungan warga sekitar yang berharap bisa kembali menggunakan jalan untuk menuju kebun masing-masing. Ia turut mendukung warga desa yang memprotes penutupan jalan.

Djendri pernah melaporkan PT Karya Bunga ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Jambi atas dugaan penguasaan lahan tanpa izin. Djendri mengklaim memiliki bukti kepemilikan lahan berupa 113 akta pelepasan hak kepemilikan tanah dari masyarakat. Namun polisi menyatakan laporan Djendri belum memiliki bukti kepemilikan lahan jalan yang cukup. Penyelidikan laporan Djendri dihentikan pada 10 November 2021.

Ia berupaya mengajukan permohonan surat permohonan pajak terutang (SPPT) pajak bumi dan bangunan (PBB) ke Kantor Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kabupaten Bungo pada Maret lalu. “Saya juga memiliki surat pernyataan tanah tidak dalam sengketa dari semua kepala dusun yang dilintasi jalan tambang tersebut,” tuturnya.

Upaya Djendri kembali kandas. Permohonan SPPT PBB tidak kunjung dikabulkan. Pihak BPPRD Kabupaten Bungo beralasan tidak bisa menerbitkan SPPT PBB karena jalan tambang tersebut juga diklaim sebagai milik Syamsudin.

Merasa dihalangi dalam mendapatkan SPPT PBB, Djendri lantas melaporkan Pemerintah Kabupaten Bungo ke Ombudsman Republik Indonesia pada 17 April lalu. Kepala Ombudsman Perwakilan Jambi Saiful Roswandi mengatakan pihaknya sudah memeriksa laporan dan berkas serta meminta keterangan dari banyak pihak.

Dari pemeriksaan itu Ombudsman menyimpulkan Djendri berhak mendapat SPPT PBB atas jalan tambang tersebut. Ombudsman menilai BPPRD Kabupaten Bungo terbukti melakukan maladministrasi berupa penyimpangan prosedur. “Juga melakukan penundaan berlarut dalam penerbitan SPPT PBB,” ujar Saiful.

Karena pertimbangan tersebut, Ombudsman meminta Pemerintah Kabupaten Bungo segera menerbitkan SPPT PBB yang dimohonkan Djendri. Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, juga meminta Bupati Bungo Mashuri mengawal pelaksanaan keputusan Ombudsman. “Tidak ada alasan bagi Bupati untuk tidak melaksanakan tindakan korektif yang diminta Ombudsman. Jika tidak dilaksanakan akan ada sanksi,” ucap Yeka.

Bupati Bungo Mashuri tidak bersedia mengomentari hasil pemeriksaan Ombudsman. Namun Asisten II Sekretaris Daerah Kabupaten Bungo Syaiful Azhar mengatakan pihaknya tidak ingin terlibat dalam sengketa lahan tersebut. “Kami bersedia mengikuti permintaan Ombudsman untuk mengeluarkan SPPT PBB atas nama Djendri asalkan Ombudsman memberi jaminan bahwa kami tidak akan dipersoalkan secara hukum di kemudian hari,” katanya.

Direktur PT Karya Bunga Pantai Ceria, Jimmy Syamsudin, membantah kabar bahwa pihaknya menguasai jalan tambang secara ilegal. “Kami membeli secara sah dari pihak PT SMA (Surya Mas Abadi) dan memiliki bukti. Faktanya, pemrosesan laporan Djendri ke Polda Jambi dihentikan oleh penyidik,” tuturnya.

AGUNG SEDAYU, M. RAMOND EKA PUTRA USMAN (BUNGO)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus