Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sidang Ferdy Sambo cs kembali dilanjutkan lagi hari ini. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau PN Jaksel menghadirkan saksi ahli psikologi forensik untuk lima terdakwa pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua. Adapun lima terdakwa itu adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pakar psikologi forensik Reni Kusumowardhani yang menjadi saksi ahli di sidang itu, mengungkapkan tentang hasil pembacaan kepribadian Brigadir Yosua. Hasilnya dari patuh hingga menjadi pembangkang. Perubahan psikologi ini menurut dia diakibatkan perubahan pekerjaan yang diemban Yosua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) itu mengungkapkan bahwa hasil analisis terhadap kepribadian Yosua itu menggunakan multimetode. Sehingga, kata dia, pihaknya memiliki keterbatasan data dalam menarik kesimpulan secara utuh untuk kepribadian Yosua. Uji tes ini pun menggunakan data sekunder karena subyek telah meninggal.
Hasil tes kepribadian Yosua, menurut Reni, berdasar pada hasil pengumpulan keterangan mulai keluarga di Jambi, teman-teman dekat, teman kerja semasa di Jambi, teman sekolah, hingga teman kerja di Jakarta. Berdasar itu, disimpulkan Yosua tergolong sebagai orang yang memiliki kecerdasan rata-rata dan perilaku normal.
"Tidak dijumpai adanya riwayat tingkah laku Yosua dalam melanggar aturan, terlibat perkelahian dan penyalahgunaan napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif)," kata Reni.
Ia mengungkapkan jika masa kecil dan masa remaja Yosua dikenal sebagai anak berkarakter baik, aktif dalam berbagai kegiatan dan positif dalam kegiatannya.
Sedangkan saat bekerja sebagai polisi, Reni menjabarkan perilaku Yosua terindikasi memiliki dedikasi dan kepatuhan hingga mampu menjalani kerja dengan baik.
"Sebagai polisi dikenal sebagai anggota yang cekatan, memiliki dedikasi, tidak pernah membantah dan patuh dan mampu bekerja dengan baik, dan layak direkomendasikan sebagai ADC (ajudan) pejabat tinggi kepolisian," ucapnya.
Kepatuhan dari Yosua ini pun, menurut Reni, masih terlihat saat awal menjadi ajudan Ferdy Sambo pada 2019. Dari pandangan rekan sesama ajudan, sosok Yosua pun dinilai dapat bekerja dan menjalankan peran sebagai ajudan dengan baik.
Perubahan kepribadian Yosua, menurut Reni, diduga bermula saat Yosua diangkat sebagai kepala rumah tangga (karungga) untuk keluarga Ferdy Sambo. Apalagi saat itu Yosua juga diberi amanah untuk menjadi sopir pribadi Putri Candrawathi.
"Didapatkan informasi ada perubahan sikap sejak diberi kepercayaan sebagai kepala rumah tangga dalam istilah mereka dan ADC yang ditugaskan mendampingi ibu Putri," ucap Reni.
Perubahan tersebut, diceritakan Reni, mulai dari penampilannya yang lebih mewah. Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh rekan kerja Yosua saat di Jambi. Lalu sikap pembangkangan tersebut pun mulai terlihat dengan telah beraninya melalaikan tugas.
"Penampilannya lebih mewah dibanding sebelumnya, menunjukan power dan dominasi terhadap ADC dan perangkat lain, berperilaku yang dinilai ada kalanya tidak selayaknya ADC," kata Reni.
Dia mengatakan, Yosua merasa lebih dipercaya dan diistimewakan oleh istri Ferdy Sambo. "Sehingga memiliki keberanian untuk menunda serta tidak melaksanakan perintah atasan, lebih mudah tersinggung dan merespons kemarahan," kata dia.
Adapun metode yang digali Reni dalam menggambarkan kepribadian Yosua dilakukan memakai metode retrospektif dengan memakai data sekunder yang signifikan dengan menggali keterangan orang-orang di sekitar Brigadir Yosua.