Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Aset PT Bhanda Ghara Reksa bernilai sekitar Rp 966 miliar.
Keuangan PT Bhanda Ghara Reksa tak kunjung membaik.
Tersangkut kasus korupsi.
SETELAH 44 tahun berdiri, perjalanan PT Bhanda Ghara Reksa berakhir pada Rabu, 15 September lalu. Lewat Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2021, Presiden Joko Widodo membubarkan badan usaha milik negara sektor logistik dan pengangkutan ini. “Menggabungkan PT Bhanda Ghara Reksa ke dalam PT Perusahaan Perdagangan Indonesia,” tulis peraturan itu.
Selain PT Bhanda, Presiden Jokowi membubarkan PT Perikanan Nusantara dan PT Pertani. Setiap perusahaan akan bergabung ke PT Perikanan Indonesia dan PT Sang Hyang Seri. Semua BUMN ini akan menyatu ke dalam induk perusahaan BUMN bidang pangan, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). “Penggabungan ini merupakan langkah menuju pembentukan holding BUMN pangan,” ujar Direktur Utama PT RNI Arief Nusantara Adi, Senin, 20 September lalu.
Menurut Arief, penggabungan ini bertujuan mencapai efisiensi dan efektivitas bisnis. Selama ini, lingkup kerja semua BUMN kerap beririsan tapi tak sinergis. Pembentukan induk perusahaan dianggap solusi untuk keluar dari berbagai masalah BUMN gurem. Proses ini ditargetkan selesai pada kuartal akhir 2021.
Pemerintah Orde Baru berharap banyak saat mendirikan PT PT Bhanda Ghara Reksa pada 11 April 1977. Kala itu, pemerintah terobsesi menggenjot produk pertanian dan swasembada pangan. Untuk mendukung langkah ini, pemerintah membutuhkan badan pengelola distribusi pupuk dan fasilitas pergudangan.
Dari kebutuhan ini, lahirlah PT Bhanda Ghara Reksa. Perusahaan ini mendapat hibah aset dari Departemen Perdagangan yang ketika itu dipimpin Radius Prawiro.
PT Bhanda Ghara Reksa memiliki 32 gudang yang tersebar di Pulau Jawa, Bali, dan Kalimantan Selatan. Dengan modal besar ini, PT Bhanda tak hanya meladeni kebutuhan para petani. Perusahaan berkongsi dengan banyak perusahaan swasta yang membutuhkan layanan penyewaan gudang dan jasa perdagangan lain. Transformasi PT Bhanda menjadi perusahaan logistik dimulai pada 2019.
Kini, sayap bisnis PT Bhanda merambah Eropa, Amerika Serikat, Cina, dan sejumlah negara di Asia. Jumlah agennya mencapai 45. Di Tanah Air, aset PT Bhanda membengkak menjadi sekitar 500 gudang serta 1.500 kendaraan pengangkutan di seluruh Nusantara. Aset PT Bhanda berjumlah sekitar Rp 966 miliar.
PT Bhanda juga sebetulnya tak berhenti berinovasi. Pada 5 Mei 2021, PT Bhanda meneken kerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia di bidang pergudangan dan pengangkutan. PT Bhanda juga mengumumkan tengah mengembangkan aplikasi Warung Pangan sebulan lalu.
Lewat aplikasi ini, PT Bhanda akan menghubungkan banyak warung pangan di seluruh negeri. “Saat ini sudah terdapat lebih dari 47 ribu warung yang terdaftar,” tutur Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa Kuncoro Wibowo pada Kamis, 16 September lalu, atau sehari sebelum dibubarkan Jokowi.
Dengan segala inovasi itu, performa keuangan PT Bhanda tak cukup memukau. Laporan keuangan 2019 menyebutkan PT Bhanda hanya mampu membukukan laba bersih Rp 67 miliar dari total pendapatan Rp 883 miliar. Angka itu meleset dari proyeksi pendapatan Rp 1 triliun. Perusahaan yang 100 persen sahamnya dimiliki pemerintah itu memiliki ekuitas sebesar Rp 595 miliar, sedangkan kewajibannya Rp 361 miliar.
Perusahaan juga tak putus dirundung skandal. Pada 2014, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur membekuk AAR, mantan Kepala Gudang Penyangga PT Bhanda Ghara Reksa di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Ia terseret kasus korupsi pengurangan stok pupuk milik PT Petrokimia Gresik. Kejaksaan juga menangkap SS, kepala gudang di Medan, awal September lalu. Ia dituduh menggangsir pengelolaan pupuk senilai Rp 7,2 miliar.
RIKY FERDIANTO, VINDRY FLORENTIN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo