Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Cerita 4 Anak Korban Dugaan Pencabulan Pendeta JKI Mahanaim Blitar, Berhenti Sekolah dan Hidup Berpindah-Pindah

"Sudah empat kota kami pindah dari Blitar, Jakarta, Tangerang, hingga ke Jawa Barat," ujar ayah empat anak korban pencabulan oleh pendeta itu.

15 November 2024 | 15.12 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Tangerang - Sudah dua bulan lebih, empat anak korban pencabulan seorang pendeta di Blitar tidak sekolah dan hidup berpindah-pindah karena takut keselamatan mereka terancam. Empat korban itu yakni F (16 tahun), G (14 tahun), T (12 tahun) dan N (8 tahun) bersama sang ayah, Tan (56 tahun), hidup bersembunyi dan berpindah-pindah tempat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sudah empat kota kami pindah dari Blitar, Jakarta, Tangerang, hingga ke Jawa Barat," ujar Tan saat ditemui Tempo di kantor Peradi Bersatu di kawasan PIK 2, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Rabu petang 13 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Tan, mereka dikejar dan diintimidasi oleh orang-orang dekat pendeta gereja JKI Mahanaim Blitar yang mereka laporkan dan pengurus gereja agar kasus dugaan pencabulan ini tidak tersebar luas. "Sejumlah preman mendatangi sekolah anak-anak saya, mendatangi tempat tinggal kami, kami merasa takut dan terancam," kata Tan.  

Karena ketakutan, Tan dan keempat putrinya bersembunyi dan berpindah pindah tempat sekaligus meminta perlindungan dan pertolongan ke berbagai pihak yang bisa membantu mereka. "Per September 2024, anak-anak saya sudah tidak sekolah lagi, tadinya bisa sekolah online tapi dengan situasi seperti ini tidak memungkinkan untuk sekolah online," kata Tan. 

Tan mengakui orang yang ia hadapi adalah seorang pendeta senior yang memiliki pengaruh besar di Blitar. Namun, Tan bertekad akan terus maju untuk mencari keadilan bagi keempat putrinya yang masih berusia di bawah umur.  

Tan telah melaporkan kasus dugaan pencabulan pendeta Daniel Ki Bagus Hendruyoni terhadap empat putrinya itu ke Polres Blitar, Bareskrim Polri, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Kementerian PPA. "Saya berharap semua pihak terkait memberikan atensi terhadap kasus putri saya ini, kami akan terus berjuang menuntut keadilan," kata Tan. 
Tan mengaku keselamatannya dan keempat putrinya yang diduga menjadi korban pencabulan terancam oleh sejumlah orang yang mencari dan mendatangi kediaman mereka.   

Kini Tan dan keempat putrinya didampingi 13 pengacara dari Peradi Bersatu. Ketua Tim Peradi Bersatu Boy Kanu mengatakan terpanggil untuk memberikan bantuan hukum kepada Tan dan empat putrinya yang mengalami pelecehan seksual seorang pendeta di Blitar. "Kami akan mengawal kasus ini dengan mendesak Mabes Polri mengusut kasus ini, kami juga akan melapor ke Komisi III DPR RI dan LPSK," kata Boy. 

Kepada Tempo, pendeta gereja JKI Mahanaim Blitar Daniel Ki Bagus Daniel atau (DKBH) mengaku sudah mengetahui telah dilaporkan ke polisi dengan tuduhan tindakan asusila tersebut." Iya saya sudah tahu," ujarnya saat dihubungi Tempo, Kamis, 14 November 2024. 

Ketika ditanya apakah benar tuduhan yang dilayangkan kepadanya tersebut, pendeta berusia 67 tahun ini tidak menjawab gamblang. "Yang dituduhkan tidak seperti itu," ucapnya. 

Daniel juga enggan menjelaskan duduk perkara kasus itu dalam versinya sebagai terlapor. "Saya kasihan ke anak-anak itu kalau saya berikan klarifikasi, untuk itu saya tidak bersedia meski saya punya keinginan menceritakan dalam versi saya. Tapi kalau saya ceritakan akan memperburuk anak-anak saja," kata Daniel. 

Untuk itu, Daniel memilih tidak untuk memberikan klarifikasi dan akan menanggung semua ini. "Saya tanggung semua itu demi anak-anak, karena kasus seperti ini yang menjadi korban adalah anak-anak, kalau saya sampaikan yang sebenarnya bukan menjadi baik tapi malah memperburuk suasana," kata dia.  

Tan merupakan petugas kebersihan gereja JKI Mahanaim Blitar. Ia dan keempat putrinya selama ini tinggal di dalam sebuah ruangan gereja tersebut. Selain itu, Tan menjadi sopir pribadi pendeta KBH yang tinggal sekitar 5 kilometer dari gereja. "Kami menempati ruangan seluas 3 x5 meter di dalam gereja," kata Tan.  

Tan mengaku, hati dan perasaannya sangat hancur ketika  mengetahui keempat anaknya telah dilecehkan sang pendeta. Dia menuturkan, mengetahui masalah ini langsung dari putri sulungnya langsung, F, pada 12 April 2024. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus