Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
D
I tengah kesibukannya seba-gai instruktur pengendalian kebakaran hutan Asian Forest Cooperation Organization di Yangon, Myanmar, Rabu pekan lalu, Bambang Hero Saharjo menerima kabar gugatan atas dirinya di Pengadilan Negeri Cibinong, Jawa Barat. Melalui pesan WhatsApp, pengacaranya menga-barkan hari itu pengadilan mengabulkan pencabutan gugatan yang dilayangkan PT Jatim Jaya Perkasa. ”Untuk sekarang bisa dibilang kasusnya ditutup,” ujar guru besar perlindungan hutan Institut Pertanian Bogor itu.
Menurut Bambang, PT Jatim sewaktu-waktu bisa kembali mendaftarkan gugatan yang sama. Dalam persidangan sebelumnya, kuasa hukum PT Jatim mengajukan permohonan pencabutan dengan dalih memperbaiki berkas gugatan perdata tersebut. Setelah menyempurnakan berkas, kuasa hukum PT Jatim berencana kembali mendaftarkan gugatan itu. ”Sekarang kami sempurnakan dulu,” kata kuasa hukum PT Jatim, Didik Harsono.
Bambang adalah saksi ahli kedua yang digugat di pengadilan. Beberapa bulan lalu, Nur Alam menggugat Basuki Wasis, saksi ahli yang menghitung kerugian lingkungan akibat izin tambang yang dikeluarkan bekas Gubernur Sulawesi Tenggara tersebut. Persidangan perkara ini masih bergulir di Pengadilan Negeri Cibinong.
Perusahaan ini menggugat Bambang Rp 510 miliar pada 17 September lalu karena keterangannya sebagai saksi ahli Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam persidangan kasus pidana dan perdata kebakaran hutan serta lahan PT Jatim di Kecamatan Bangko dan Kubu, Rokan Hilir, Riau, pada Juni 2013. Dalam kesaksiannya, Bambang menyatakan pembakaran di lahan perusahaan perkebunan sawit itu mengakibatkan pencemaran lingkungan. Kesaksian Bambang ini hasil penelitian lapangan yang kemudian diuji Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan Fakultas Kehutanan IPB.
Dalam gugatan 12 halaman itu, PT Jatim mempersoalkan akreditasi Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan di Fakultas Kehutanan IPB. Padahal, menurut Bambang, laboratorium Fakultas Kehutanan itu sudah mendapat akreditasi nasional dan internasional. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2013, akreditasi hanya ada dua, yakni program dan universitas. ”Program studi kami sudah terakreditasi, otomatis laboratorium di bawahnya,” ujarnya.
PT Jatim juga mempersoalkan laboratorium tersebut tidak mempunyai alat pengukur analisis kualitas udara. Menurut Bambang, laboratorium memiliki alat pengukur sejak 2001, atau setahun setelah berdiri. Alat itu merupakan hasil kerja sama IPB dengan National Institute for Agro-Environmental Sciences, Tsukuba, Jepang. Bambang mengatakan dalil PT Jatim itu sudah pernah dipersoalkan dalam sidang pidana di Pengadilan Negeri Rokan Hilir dan perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
PT Jatim juga mempersoalkan akreditasi laboratorium dalam perkara perdata. Tapi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara justru menyatakan PT Jatim melakukan pembakaran hutan seluas 120 hektare sehingga mengakibatkan kerugian Rp 7,1 miliar. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan menyatakan PT Jatim Jaya Perkasa melakukan pembakaran hutan seluas 1.000 hektare dengan membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 119 miliar serta melakukan perbaikan lingkungan sebesar Rp 371 miliar.
PT Jatim lantas mengajukan permohonan kasasi. ”Soal akreditasi ini mereka persoalkan di memori kasasi dan sudah kami terangkan juga di kontra memori kasasi,” ucap Bambang. Putusan kasasi itu menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Kembali tak terima, PT Jatim Jaya Perkasa mengajukan permohonan peninjauan kembali, tapi ditolak Pengadilan Negeri Rokan Hilir.
Direktur Pengaduan, Pengawasan, dan Sanksi Administrasi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yazid Nurhuda menduga gugatan atas Bambang Hero Saharjo adalah manuver PT Jatim memperlambat eksekusi putusan perdata yang sudah berkekuatan hukum tetap. Kementeriannya, kata dia, sudah menyurati pihak berwenang untuk segera melakukan eksekusi terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut. ”Agar ada efek jera,” katanya.
Kuasa hukum PT Jatim, Didik Harsono, tidak mau banyak berkomentar soal gugatan kliennya serta tuduhan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai manuver memperlambat eksekusi. ”Kita lihat ke depan seperti apa. Kita lihat nanti saja. Saya belum bisa kasih komentar,” ujar Didik.
LINDA TRIANITA, M. SIDIK PERMANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo