Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Melansir dari The Origin of World Animal Day dalam www.worldanimalday.org.uk ditemukan bahwa asal mula tercetusnya ide Hari Hewan Sedunia atau World Animal Day dalah dari seorang penulis dan penerbit majalah Mensch und Hund/Man and Dog bernama Heinrich Zimmermann.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari Hewan Sedunia pertama dilaksanakan pada 24 Maret 1925 di Istana Olahraga di Berlin, Jerman. Acara yang dihadiri oleh Lebih dari 5.000 orang tersebut, awalnya direncanakan akan diselenggarakan pada 4 Oktober. Namun dikarenakan Istana Olahraga tidak tersedia pada hari itu, maka dipilihlah tanggal 24 Maret. Pasalnya tempat itu menjadi salah satu lokasi yang dapat menampung ribuan pengunjung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga pada 1929, untuk pertama kalinya World Animal Day diperingati tepat pada 4 Oktober oleh seluruh dunia. Ini merupkan hasil dari putusan yang diangkat pada tanggal 8 Mei 1931 di Kongres Perlindungan Hewan Internasional di Florence, Italia.
Adapun alasan lain dipilihnya 4 Oktober karena pada hari itu merupakan hari raya Fransiskus dari Assisi serta hari meninggalnya Santo Fransiskus. Ia adalah santo pelindung hewan sekaligus pendiri ordo Fransiskan Katolik. Dikatakan bahwa selain dapat berbicara dengan binatang, Fransiskus juga dapat menjinakkan hewan buas seperti serigala.
Terlepas dari asal mula lahirnya World Animal Day, pada hari ini kita harus lebih memperhatikan dan peduli terhadap populasi hewan yang terancam. Dilansir dari www.nationalgeographic.org ada dua alasan utama yang menjadikan spesies hewan semakin terancam, yaitu:
1. Hilangnya habitat
Habitat dapat hilang secata alami, misalnya seperti dinosaurus yang habitatnya telah hilang sekitar 65 juta tahun lalu. Selain itu aktifitas manusia, pembangunan untuk perumahan, industri , dan pertanian juga berkontribusi terhadap berkurangnya bahkan hilangnya habitat. Konflik antara manusia dan hewan spesies liar juga merupakan akibat dari hilangnya habitat mereka di alam aslinya.
2. Variasi genetik yang hilang
Hilangnya variasi genetik juga dapat terjadi secara alami. Contohnya saja cheetah yang variasi genetiknya sangat sedikit karena sulit beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Pemburuan dan penangkapan terhadap hewan secara berlebih juga menjadi penyebab hilangnya variasi genetik.
Untuk itu perlu adanya sanksi yang tegas bagi manusia yang melakukan tindak kerusakan pada populasi hewan, terutama hewan yang hampir punah. Di Indonesia, sanksi mengenai keterlibatan manusia dalam menjadikan hewan-hewan terancam punah telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Tertuang dalam Bab XII Ketentuan Pidana Pasal 40 ayat 2 yang berbunyi "Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratusjuta rupiah)".
Dalam pasal yang sama ayat 4 juga disebutkan "Barangsiapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)"
Dimana Pasal 21 secara garis besar meliputi larangan bagi setiap orang untuk melakukan tindakan yang tidak dibenarkan dalam pasal tersebut terhadap tumbuhan dan hewan. Adapun gambaran Pasal 33 ialah larangan bagi setiap orang untuk melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan.
PUSPITA AMANDA SARI