Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Operasi Gagal Minyak Goreng

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mulai menyidangkan perkara korupsi minyak goreng yang melibatkan Lin Che Wei.

27 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mulai menyidangkan kasus korupsi minyak goreng.

  • Lin Che Wei dituding menimbulkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 12,3 triliun.

  • Lin Che Wei kerap berkoordinasi dengan mantan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi.

SEJUMLAH pengunjung tampak memenuhi setengah jumlah kursi ruang sidang Muhammad Hatta Ali di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Rabu, sekitar pukul 09.00 WIB, 25 Agustus lalu. Mereka tengah menanti sidang perdana kasus korupsi minyak goreng dengan terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Rencananya jaksa penuntut akan membacakan dakwaan kepada Lin Che Wei dan empat terdakwa lain. Seorang panitera mendadak memasuki ruangan. Ia mengumumkan sidang ditunda. Alasannya, ketua majelis hakim sedang sakit.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumendana mengatakan penundaan ini menyebabkan jaksa akan membacakan surat dakwaan pada jadwal sidang mendatang, Rabu, 31 Agustus 2022. “Surat dakwaan nanti akan dibacakan terbuka untuk umum,” ujar Ketut pada Jumat, 26 Agustus lalu.

Pada April hingga Mei lalu, Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka kasus korupsi fasilitas ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) beserta turunannya, termasuk minyak goreng. Sebelum menjerat Lin Che Wei—pendiri lembaga riset Independent Research & Advisory Indonesia, jaksa lebih dulu menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka.

Belakangan, jaksa turut menetapkan tiga pengusaha sebagai tersangka. Mereka adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Muhammad Lutfi saat masih menjabat sebagai menteri Perdagangan, melakukan inspeksi mendadak ketersediaan minyak goreng di Kebayoran Lama, Jakarta, 9 Maret 2022/TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jaksa menengarai kelima terdakwa menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 6,07 triliun, merugikan perekonomian negara Rp 12,312 triliun, serta menimbulkan keuntungan ekspor tidak sah kepada perusahaan kelapa sawit sebesar Rp 2,4 triliun. Untuk kasus ini, Lin Che Wei dijerat dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Jaksa Ketut enggan menjelaskan detail konstruksi dakwaan terhadap Lin Che Wei dan empat terdakwa lain. “Karena sudah di pengadilan, silakan nanti ditunggu di persidangan,” tuturnya.

Perkara ini berawal dari kelangkaan minyak goreng pada awal 2022. Harga komoditas CPO di pasar internasional meroket sehingga pasokan minyak goreng di Tanah Air menipis. Sebab, pengusaha ditengarai lebih memilih mengekspor produk turunan kelapa sawit ke luar negeri.

Pada masa itu, Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya, di antaranya Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri. Arahan Presiden ditindaklanjuti melalui program penyediaan minyak goreng kemasan sederhana untuk keperluan rumah tangga dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14 ribu per liter.

Pembiayaan selisih harga minyak goreng kemasan sederhana dengan harga pasar diproyeksikan mencapai Rp 3,6 triliun. Anggaran itu menggunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Menteri Lutfi lantas menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2022 dengan menetapkan HET minyak goreng Rp 14 ribu per liter. Namun pengusaha ogah-ogahan. Operasi pasar pun gagal total. Minyak goreng tetap langka di pasar.

Dokumen yang diperoleh Tempo mencantumkan, di tengah suasana pelik pada pertengahan Januari lalu itu, Lutfi menghubungi Lin Che Wei. “Masih anggota staf Menko Perekonomian, kan?” Lutfi bertanya lewat sambungan telepon. Lin Che Wei membenarkan statusnya tersebut.

Lutfi kemudian menguji silang status Lin Che Wei kepada Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga turut membenarkan. Lin Che Wei menjadi anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Perekonomian sejak 9 Desember 2019.

Namun Airlangga memberhentikan Lin Che Wei per akhir Maret 2022 saat kasus kelangkaan minyak goreng mulai diusut Kejaksaan Agung. “Sudah diberhentikan,” ucap Airlangga pada Mei lalu. Dimintai konfirmasi ihwal status Lin Che Wei, Airlangga tak merespons permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 27 Agustus lalu.

Sejak percakapan itu terjadi, Lutfi dan Lin Che Wei mulai bersatu-padu menggalang dukungan para pengusaha. Mereka meminta pengusaha kelapa sawit membantu menyediakan stok minyak kelapa sawit dalam negeri.

Rapat virtual pun digelar pada 14 Januari lalu. Sebagai salah satu solusi, Lin Che Wei mengusulkan kebijakan pemenuhan pasar domestik (domestic market obligation/DMO) minyak goreng dalam negeri sebesar 20 persen kepada perusahaan. Usul itu diterima Lutfi.

Tapi Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana menyampaikan tidak akan mengumumkan porsi 20 persen DMO. “Kan, kita yang potong. Kita kasih tahu lisan saja, Pak. Kalau tertulis jadi masalah nanti,” ujar Indrasari dalam rapat itu.

Lutfi meminta bantuan Lin Che Wei karena tak mengenal para pemilik perusahaan. Peran mereka menjadi penting karena pada pertemuan sebelumnya rapat tak berjalan tak efektif lantaran perusahaan hanya mengutus anggota staf yang tak berwenang mengambil kebijakan.

Untuk menindaklanjuti pertemuan daring, Lin Che Wei pulang ke Indonesia dari Singapura pada 15 Januari lalu. Dia sempat menjalani karantina di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat. Selepas karantina, dia sempat mengecek stok minyak goreng ke sejumlah supermarket. Ia pun langsung menemui Lutfi dan anak buahnya di Kementerian.

Pada 18 Januari lalu, Lutfi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 19 Tahun 2021. Keesokan hari, ia mengesahkan Permendag Nomor 3 Tahun 2022 ihwal penyediaan minyak goreng kemasan untuk kebutuhan masyarakat dengan pembiayaan silang dari dana BPDPKS. Beleid ini bertujuan memenuhi kebutuhan minyak goreng dengan harga terjangkau.

Setelah berbagai peraturan itu terbit, para pengusaha mulai bertanya-tanya. Tumanggor, Stanley Ma, Togar Sitanggang, dan dua pengusaha lain menemui Indrasari di kantor Kementerian Perdagangan. Mereka meminta penjelasan mengenai kebijakan DMO 20 persen dan kebijakan harga pasar dalam negeri (domestic price obligation/DPO).

Meski sudah ada peraturan baru, stok minyak goreng tak kunjung stabil. Pada Januari hingga Februari lalu, Kementerian Perdagangan mengubah berbagai kebijakan kelapa sawit hanya dalam hitungan hari. Akibatnya, para pengusaha merasa tak cukup waktu mencerna satu peraturan yang telanjur berubah dengan beleid baru.

Pada 8 Februari lalu, Lutfi menerbitkan Permendag Nomor 8 Tahun 2022. Stok kelapa sawit dan minyak goreng di dalam negeri mencapai level kritis. Dalam kondisi ini, Lutfi memerintahkan self-regulated dengan meminta industri menyediakan 20 juta liter minyak goreng per hari dalam dua pekan pertama, dan 10 juta liter pada dua pekan berikutnya.

Beberapa perusahaan masih acuh-tak acuh atas ajakan pemerintah untuk bekerja sama mengendalikan stok minyak goreng di pasar. Lutfi meminta Lin Che Wei membuat diskusi bersama 26 pengusaha pada 14 Februari lalu.

Lin Che Wei menamai pertemuan itu “War Room” para pengusaha untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng. Sebanyak 10 dari 26 perusahaan adalah perusahaan kebun (upstream). Program darurat minyak goreng ini bertujuan memproduksi cukup minyak goreng dalam mengatasi krisis. 

Dalam pertemuan itu, Lutfi menyampaikan stok minyak goreng sudah darurat. Perusahaan-perusahaan diwajibkan berkontribusi menyelesaikan permasalahan dengan semangat ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.

Dari 26 grup usaha, sebanyak 25 perusahaan bersedia bekerja sama dengan pemerintah untuk menyediakan minyak goreng di pasar lokal. Satu perusahaan awalnya merasa keberatan. Pengusaha tersebut beralasan memproduksi minyak goreng hanya untuk memenuhi kebutuhan stok bahan baku mi instan di grup bisnisnya.

Setelah beragam pendekatan dilakukan, semua perusahaan akhirnya kompak menyatakan kesediaan membantu pemerintah. Masih dalam pertemuan yang sama, Lutfi meyakinkan para konglomerat dengan menyatakan siap memikul tanggung jawab untuk masalah yang akan muncul. “Yang bertanggung jawab kalau ada apa-apa adalah saya,” ujar Lutfi kepada pengusaha seperti tertulis di dokumen yang diperoleh Tempo.

Tapi muncul kejanggalan. Salah satu kebijakan Kementerian Perdagangan adalah mewajibkan perusahaan memenuhi DMO 20 persen agar mendapat persetujuan ekspor kelapa sawit dan turunannya ke luar negeri. Dalam praktiknya, sejumlah perusahaan itu tak memenuhi syarat persetujuan ekspor.

Di sini peran ketiga tersangka lain, yakni Tumanggor, Stanley, dan Togar, mulai terlihat. Mereka menghadap Direktur Jenderal Indrasari dan Menteri Lutfi. Setelah pertemuan terbatas itu, Kementerian Perdagangan menerbitkan persetujuan ekspor untuk ketiga grup usaha kelapa sawit, meski pemenuhan DMO mereka tak memenuhi persentase yang diwajibkan.

Lutfi tak kunjung merespons permintaan wawancara hingga Sabtu, 27 Agustus lalu. Presiden Jokowi memberhentikan Lutfi sebagai menteri pada pertengahan Juni lalu. Ia juga beberapa kali diperiksa penyidik sebagai saksi kasus korupsi minyak goreng.

Lin Che Wei , tersangka korupsi minyak goreng, di Kejaksaan Agung, 17 Mei 2022/dok. Humas Kejaksaan RI

Setelah diperiksa di Kejaksaan Agung pada 22 Juni lalu, Lutfi menyampaikan kedatangannya merupakan tugas sebagai rakyat Indonesia yang taat hukum memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi. “Tadi saya sudah datang tepat waktu, tepat hari, dan melaksanakan semua yang ditanyakan. Saya jawab dengan sebenar-benarnya,” ujar Lutfi.

Kuasa hukum Lin Che Wei, Maqdir Ismail, mengatakan kliennya  merupakan anggota Tim Asistensi Kementerian Koordinator Perekonomian yang dimintai bantuan oleh Menteri Perdagangan untuk memberi masukan dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng. “Lin Che Wei bukan orang yang punya wewenang untuk mengatur persetujuan ekspor,” tutur Maqdir.

Itu sebabnya Maqdir mempertanyakan penghitungan kerugian negara, kerugian perekonomian negara, serta keuntungan ilegal dalam perkara korupsi minyak goreng yang didakwakan jaksa kepada Lin Che Wei. “Kami tidak tahu bagaimana mereka menghitungnya. Dakwaan terhadap Lin Che Wei tidak jelas dan tidak tepat,” kata Maqdir.

ROSSENO AJI, FAIZ ZAKI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus