Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK mengungkap suap kepada Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju lewat telepon seluler Wali Kota Tanjung Balai Muhammad Syahrial.
Robin mengenal Syahrial lewat Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Nama Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ikut terseret.
MENGENAKAN kemeja berwarna putih dan bercelana panjang hitam, Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju berbaris bersama belasan personel Kepolisian RI di aula Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, pada 1 April 2019. Mereka menenteng map berlogo komisi antirasuah.
Robin dan kawan-kawan baru saja mengucapkan sumpah jabatan sebagai penyidik KPK pada hari itu. Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang, menyampaikan kata sambutan dalam acara pelantikan tersebut. Dia berharap para penyidik anyar itu menjaga integritas dan independen dalam bertugas. “Saya meminta mereka datang bersama Tuhan. Jangan mau dikendalikan orang lain,” katanya kepada Tempo, Rabu, 28 April lalu.
Saut mengatakan proses seleksi berjalan ketat. Salah satunya dengan mengecek rekam jejak dan kemampuan para calon penyidik. Mereka pun terpilih karena memiliki nilai terbaik di antara kandidat lain. Hasil tes Robin, misalnya, mencapai 91,89 persen. Namun Saut merasa kecewa hari-hari ini. “Nilai bagus ternyata tidak cukup. Seharusnya mereka harus terus diawasi,” ujar Saut.
Penyidik KPK menangkap Robin pada Selasa, 20 April lalu. Dia diduga menerima suap Rp 1,3 miliar dari Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Muhammad Syahrial. Dia ditengarai menerima sebagian duit lewat seorang pengacara, Maskur Husain. KPK pun menangkap Maskur dan Syahrial. Mereka ditetapkan sebagai tersangka kasus suap. “Korupsi terjadi karena berkurangnya integritas,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 3 Desember 2020./TEMPO/M Taufan Rengganis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Robin diduga berjanji akan “mengamankan” kasus yang tengah membelit Syahrial. Dua tahun belakangan, KPK tengah menelisik suap lelang jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai. Nama lulusan Akademi Kepolisian 2009 itu mulai terendus saat tim KPK menemukan percakapan soal suap setelah menyita telepon seluler milik Syahrial.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menduga Robin tak bekerja sendiri. Robin tak tercatat sebagai anggota satuan tugas penyelidikan jual-beli jabatan di Tanjungbalai. Kurnia memperkirakan kejahatan ini diduga melibatkan atasan Robin. “Menghentikan perkara pada tingkat penyelidikan merupakan kesepakatan kolektif bersama penyidik. Keputusan itu harus mendapat persetujuan deputi penindakan dan pimpinan KPK,” ujarnya.
Seorang penegak hukum mengatakan Robin sebenarnya masih berstatus penyidik “magang” karena belum pernah menangani kasus-kasus besar secara langsung. Tapi ada penyidik lain yang diduga membantu Robin. Di antaranya berinisial W, S, dan M. Selain kasus di Tanjungbalai, mereka diduga berupaya mendekati para pihak yang beperkara dalam kasus proyek Dinas Bina Marga Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah; skandal perizinan di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur; suap terhadap pejabat Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Jawa Barat; dan korupsi di Rumah Sakit Umum Daerah Cimahi, Jawa Barat.
Modus lain yang diduga digunakan Robin adalah menjanjikan status justice collaborator kepada narapidana. Status ini penting untuk memuluskan proses pembebasan bersyarat seorang terpidana korupsi. Namun penyidik kesulitan mencari bukti karena telepon seluler Robin sudah direset ke setelan pabrik.
Robin mengakui menghilangkan jejak percakapan dengan cara mereset ulang telepon selulernya. “Saya yang melakukannya,” ujar Robin kepada wartawan setelah menjalani pemeriksaan di KPK. Dia tak menjawab pertanyaan soal suap.
Firli Bahuri mengatakan penyidik masih mendalami orang-orang yang terlibat dalam perkara Robin. Dia menyebut Robin mengenal Syahrial lewat Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsuddin. Robin dan Syahrial pernah bertamu ke rumah politikus Partai Golkar itu pada Oktober 2020. Firli membantah kabar bahwa ada pegawai KPK lain yang terlibat. “Sejauh ini belum ada indikasi keterlibatan penyidik lain di luar Robin,” ucapnya.
•••
DUA tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat dan kompleks perumahan pejabat negara di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan, pada Rabu, 28 April lalu. Mereka menggeledah ruang kerja dan rumah dinas Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin pada hari itu. “Ditemukan dan diamankan di antaranya dokumen dan barang yang terkait dengan perkara,” ujar juru bicara KPK, Ali Fikri.
Azis ditengarai mengetahui perkara suap Robin Pattuju dan Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Muhammad Syahrial. Azis memperkenalkan Syahrial kepada Robin. “Perkenalan itu diduga terkait dengan penyelesaian masalah dugaan korupsi yang tengah dilakukan KPK,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri.
Komisi antikorupsi sudah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah Azis bepergian ke luar negeri. Namun KPK masih belum memeriksa Azis hingga Sabtu, 1 Mei lalu. “Kami pastikan siapa pun yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa perkara ini akan kami periksa. Kami tidak pandang bulu,” Firli berjanji.
Azis tak merespons surat permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 1 Mei lalu. Dia juga tak menjawab pesan dan panggilan ke nomor telepon selulernya. Dia tak lagi terlihat di kompleks DPR setelah penggeledahan KPK. Sebelumnya, dia mengaku lupa apakah pernah bertemu dengan Robin dan Syahrial. Dia bahkan tak mengingat sosok Robin. “Secara khusus saya tidak tahu karena tamu saya banyak,” ujarnya.
Bukan kali ini saja Azis terseret dalam perkara korupsi. Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 2017, penyidik KPK, Novel Baswedan, dalam kesaksiannya mengatakan Azis Syamsuddin pernah menekan politikus Partai Hanura, Miryam S. Haryani. Waktu itu, Miryam tengah duduk di kursi terdakwa kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik.
Penyidik KPK, saat melakukan penggeledahan di rumah dinas Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsuddin, di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan, Rabu, 28 April 2021./TEMPO/Imam Sukamto
Azis dituding meminta Miryam tak membocorkan info soal pembagian uang kepada anggota DPR lain. Azis membantah tudingan ini. “Saya enggak pernah ketemu sama Ibu Miryam dan enggak pernah bicara,” tuturnya kala itu.
Nama Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu juga muncul dalam kasus korupsi Bupati Lampung Tengah Mustafa. Azis diduga meminta komisi sebesar Rp 2,5 miliar dari pengesahan dana alokasi khusus (DAK) Lampung Tengah pada 2017. Komisi diduga dikirim lewat Aliza Gunadi Ladony, seorang pengusaha. Saat itu, Azis menjabat Ketua Badan Anggaran DPR. Pada Januari lalu, Azis membantah pernah menerima persekot. Dia pun melaporkan Mustafa atas tuduhan pencemaran nama ke Markas Besar Kepolisian RI.
Seorang elite Golkar mengatakan Azis kerap lolos dari berbagai kasus korupsi karena dekat dengan petinggi KPK. Dia juga disebut dekat dengan sejumlah penyidik, salah satunya Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju.
Azis juga ditengarai dekat dengan Deputi Penindakan KPK Inspektur Jenderal Karyoto. Menurut politikus Golkar tersebut, Azis sudah lama mendorong Karyoto menjadi pejabat di KPK, tapi saat itu selalu gagal.
Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, mengatakan Karyoto—sebelum akhirnya diterima menjadi Deputi Penindakan pada 2020—berkali-kali mengikuti proses seleksi sejumlah jabatan. Menurut Saut, Karyoto terhalang persoalan integritas dan rekam jejak di masa lampau. “Ada beberapa latar belakang yang intinya pimpinan kala itu berpikir dia tidak layak bergabung ke KPK,” ucap Saut. Dia enggan menyebut perkara yang dimaksud.
Nama Karyoto sebenarnya sempat mencuat dalam kasus rasuah Muhammad Syahrial kepada Robin Pattuju. Seorang penegak hukum mengatakan Robin adalah “orang” Karyoto. Robin disebut melaporkan segala aktivitasnya kepada Karyoto. Dihubungi lewat telepon, Karyoto tak merespons permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 1 Mei lalu.
•••
MAIN perkara ala penyidik KPK sudah muncul sejak 2006. Kala itu, Ajun Komisaris Suparman dituduh memeras Tintin Surtini, seorang saksi dari PT Industri Sandang Nusantara, sebesar Rp 439 juta. Kasus ini berlanjut ke pengadilan. Tintin mengaku terpaksa menyerahkan duit kepada Suparman lantaran khawatir dijadikan tersangka. Atas perbuatannya, Suparman diganjar hukuman delapan tahun penjara.
Setelah kasus Suparman terungkap, KPK mengubah sejumlah kebijakan internal. KPK memperketat pengawasan terhadap para pegawai, khususnya penyidik. Salah satunya, melarang anggota staf dan pimpinan KPK menemui orang yang beperkara. Sanksi atas pelanggaran tersebut bisa berujung pada pemecatan.
Seorang penegak hukum mengatakan pengawasan terhadap penyidik mulai longgar pada masa kepemimpinan Komisaris Jenderal Firli Bahuri. Pada periode sebelumnya, menurut sumber ini, penyidik sulit memainkan kasus karena pengawasan ketat pimpinan. Kini petinggi KPK justru terlihat mesra dengan para politikus.
Jejaring politik juga yang mempertemukan Syahrial, Azis, dan Robin. Saat ini, Syahrial masih menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah Golkar Kota Tanjungbalai. Pertemuan Syahrial dan Azis Syamsuddin kian intens saat terjadi kisruh suksesi kepemimpinan DPD Golkar Sumatera Utara pada November 2020.
Seorang politikus partai beringin mengatakan Azis sampai tiga kali mengunjungi Kota Medan demi memenangkan salah seorang kandidat Ketua Golkar Sumatera Utara. Syahrial ikut dalam gerbong Azis dalam pemilihan tersebut.
Sebagai imbalannya, Azis diduga berjanji membantu Syahrial dalam perkara suap lelang jabatan yang sedang ditangani KPK lewat Robin. Namun KPK tetap meningkatkan kasus suap tersebut ke tahap penyidikan pada 15 April 2021. Penyidik juga sudah memeriksa Syahrial dalam perkara ini.
Deputi Bidang Penindakan KPK Brigjen Pol Karyoto, di gedung Komisi Pemberantasn Korupsi, Jakarta, Senin, 15 Februari 2021./TEMPO/Imam Sukamto/
Selain dengan Azis dan Robin, Syahrial diduga berkomunikasi dengan sejumlah pihak untuk mengerem penyelidikan suap jabatan itu. Selepas pemeriksaan di gedung KPK pada 27 April lalu, Syahrial mengaku pernah menghubungi Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. “Ya, pernah,” kata pria 32 tahun itu. Dia tak menceritakan isi pembicaraan tersebut.
Kurnia Ramadhana dari Indonesia Corruption Watch menduga Lili sudah lama “mesra” dengan para politikus, khususnya yang berasal dari Partai Golkar. Dia menengarai adanya dukungan Golkar terhadap Lili saat pemilihan pimpinan KPK di DPR pada 2019. “Kedekatan ini berpotensi menjadi batu sandungan penyelidikan suap jabatan di Tanjungbalai,” ucapnya.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto masih bungkam soal perkara yang menyeret dua politikus partainya, Azis serta Syahrial. “Nanti ada waktunya, ya,” tuturnya pada Kamis, 29 April lalu.
Lili Pintauli Siregar membantah disebut pernah berkomunikasi dengan Syahrial. “Saya tegas menyatakan tak pernah berkomunikasi dengan tersangka MS terkait dengan penanganan perkaranya,” tutur Lili pada Jumat, 30 April lalu. Namun dia tak mengharamkan pertemuan dengan kepala daerah. “Sepanjang urusan dinas dan mengingatkan mereka untuk bekerja dengan benar,” katanya.
Dewan Pengawas KPK berencana memeriksa Lili dan Robin Pattuju dalam waktu dekat. Menurut anggota Dewan Pengawas, Syamsudin Haris, tak ada yang kebal hukum di KPK. “Dewan Pengawas akan mencari dan mempelajari semua informasi terkait dengan dugaan penyimpangan dan atau pelanggaran kode etik. Pemeriksaan itu berlaku untuk semua insan KPK, baik pegawai, pimpinan, maupun anggota Dewan Pengawas sendiri,” ujarnya.
RIKY FERDIANTO, LINDA TRIANITA, SAHAT SIMATUPANG, ANDITA RAHMA, ROSSENO AJI, AVIT HIDAYAT, CAESAR AKBAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo