Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepada Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Komisaris Besar Polisi Artanto, menyatakan pihaknya sudah meminta keterangan dari 40 saksi dalam kasus dugaan perundungan yang menyebabkan kematian dokter Aulia Risma, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), “Iya, sudah empat puluh saksi”, katanya saat dihubungi Senin, 23 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Artanto mengatakan, pihaknya masih melakukan pendalaman terhadap bukti yang telah diberikan oleh keluarga Almarhumah. Dari bukti-bukti itu bisa dilakukan pendalaman dan sinkronisasi dengan keterangan dari saksi-saksi yang ada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini pemeriksaannya bisa sekali, dua atau tiga karena di setiap pemeriksaan itu harus dilakukan analisa oleh penyidik”, ucapnya.
Ia mengatakan, untuk calon pelapor baru, pihaknya belum mendapatkan laporan resmi dari saksi yang akan melaporkan tentang kasus perundungan lain. Namun, apabila mereka akan melapor kepada pihak kepolisian, identitas pelapor atau yang bersangkutan akan di jamin kerahasiaannya.
Artanto menyatakan Polda Jawa Tengah juga akan berkooordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kemenetrian Kesehatan (Kemenkes), serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). “Bisa jadi anak-anak ini (saksi) masih dalam proses pembelajaran, dan perlindungan terhadap karirnya kedepan”, kata dia
Dia menjelaskan, saksi yang sudah menjalani pemeriksaan sejauh ini berasal pihak keluarga almarhumah, kemudian dari teman-teman seangkatan, dari senior, junior, ketua angkatan, bendahara angkatan, dan kemudian pihak-pihak lain yang berkaitan dan berkomunikasi dengan Aulia semasa hidupnya.
Lebih jauh, ia mengatakan potensi tindak pidana dalam kasus ini menggunakan tindak pidana pencemaran nama baik, kemudian kasus perbuatan tidak menyenangkan dan kasus pemerasan.
Artanto mengatakan pihaknya saat ini membuka komunikasi dengan baik dengan pihak Undip, baik itu komunikasi secara formal maupun informal. Ia mengklaim kasus ini diselidiki dengan transparan dan menginginkan semua dapat diproses dengan baik, berjalan mulus dan lancar. “Komunikasi lewat telpon juga sering”, tuturnya.
Sebelumnya, kuasa hukum keluarga Aulia Risma, Misyal Achmad, menyatakan terdapat 3 mahasiswa PPDS Undip korban perundungan lainnya yang akan melapor ke Polda Jawa Tengah. Misyal menyatakan ketiganya kini sedang mengurus surat jaminan di Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Mereka meminta jaminan agar pendidikannya tak terhambat.
"Sedang minta jaminan Kemendikbud berupa surat atas nama dia bahwa pendidikannya tak akan terhambat. Kemduian dari Kemenkes," kata Misyal, Kamis pekan lalu, 19 September 2024.
Dekan Fakultas Kedoteran Undip, Yan Wisnu Prajoko, mengakui adanya praktik perundungan di PPDS Program Studi (Prodi) Anestesi. Mahasiswa baru (maba) diharuskan membayar iuran sebesar Rp 20-40 juta sebagai pungutan selama enam bulan atau satu semester.
Aulia Risma ditemukan tewas di tempat kosnya pada 12 Agustus 2024. Mahasiswi PPDS Undip itu diduga bunuh diri karena tak tahan dengan perundungan. Berdasarkan keterangan keluarga, ia sebelumnya mengeluh karena jadi korban perundungan senior.