Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Kejaksaan Agung belum menahan tersangka kasus korupsi timah, Hendry Lie. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan Hendry masih berada di Singapura untuk berobat. "Belum dilakukan penahanan, karena sakit dan sudah ada pemberitahuan," kata Harli saat ditemui di Kejaksaan Agung, Senin, 30 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hendry Lie menjadi tersangka pada 27 April 2024 dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022. Berdasarkan informasi yang Tempo dapat, Hendry Lie sedang dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengacara Hendry Lie, Rio Andre Winter Siahaan, mengatakan keperluan berobat itu telah disampaikan kepada penyidik. Kliennya menderita penyakit kanker usus besar stadium tiga, gangguan atrial fibrillation, coronary artery disease (penyakit jantung koroner), dan chronic kidney disease (gagal ganjal kronis). "(Penyakit tersebut) sebagaimana surat dokter dari Rumah Sakit Mount Elizabeth Singapura," ucap Rio, lewat surat jawabannya pada Jumat, 2 Agustus 2024.
Hari Siregar mengatakan sampai saat ini Hendry Lie juga tidak masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Dia tidak mengetahui pasti kapan bos Sriwijaya Air itu kembali ke Indonesia. "Nanti kita lihat, namanya orang sakit," tuturnya.
Dalam kasus korupsi timah, jumlah kerugian negara yang ditimbulkan sekitar Rp 300 triliun. Fakta persidangan mengungkap Hendry Lie, Pendiri PT Sriwijaya Group, diduga menikmati uang sebesar Rp 1 triliun dari hasil korupsi timah.
Uang itu didapat ketika dia menjadi Beneficial Ownership atau pemilik manfaat dari PT Stanindo Inti Perkasa. Hendry Lie melalui PT Stanindo Inti Perkasa dituduh mengajukan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) periode tahun 2015-2019 yang isinya tidak benar.
RKAB tersebut seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya. “Memperkaya Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak tidaknya Rp 1.059.577.589.599,19 (Rp 1 triliun),” bunyi surat dakwaan yang dibaca jaksa penuntut umum, Rabu, 31 Juli 2024.