Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Air Susu Dibalas Penjara

Bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman, dan menantunya diduga mengkriminalisasi seorang pengusaha asal Surabaya karena persoalan utang-piutang. Anggodo Widjojo ikut membantu menagih uang.

15 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Menantu bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, berutang puluhan miliar kepada pengusaha asal Surabaya.

  • Rezky Herbiyono diduga berada di belakang kriminalisasi pengusaha asal Surabaya.

  • Sebelum meninggal, Anggodo Widjojo turut-campur dalam penagihan utang.

SETAHUN lalu, Iwan Cendekia Liman hampir gagal menghirup udara bebas. Pada Senin, 4 Februari 2019, itu, petugas salah satu lembaga pemasyarakatan di Jakarta hendak membawanya ke Markas Besar Kepolisian RI. Alasannya: Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal hendak memeriksa Iwan dalam kasus yang dilaporkan Rezky Herbiyono, menantu bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman. “Tapi surat panggilannya tidak ada,” kata kuasa hukum Iwan, Haris Azhar, Selasa, 11 Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada hari itu, Iwan keluar dari penjara dengan status bebas bersyarat. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Barat menghukum Iwan tiga tahun penjara karena dituduh menggelapkan mobil Ferrari 458 Speciale milik Rezky. Saat sedang diadili, Iwan kembali dilaporkan Rezky ke polisi dalam perkara berbeda. Laporan bernomor 936 pada 14 September 2017 itu menyebutkan pria 40 tahun tersebut melakukan pencucian uang hasil menipu Rezky.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polisi menerbitkan surat perintah penyidikan kasus pencucian uang ini pada Oktober 2017. Surat ini yang kemudian muncul pada hari kebebasan Iwan.

Pada hari yang sama, Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Iwan ke Gedung Merah Putih di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Iwan adalah salah satu saksi kunci perkara Nurhadi dan Rezky. Ia dianggap mengetahui sejumlah transaksi mencurigakan Nurhadi dan menantunya itu. Haris Azhar bersama anggota tim pengacara memboyong Iwan ke Kuningan. “Panggilan KPK lebih jelas karena ada suratnya,” ujar Haris.

Komisi antirasuah menyelidiki suap yang melibatkan Nurhadi dan Rezky sejak 2016. Direktur PT Multicon Indrajaya Hiendra Soenjoto menjadi tersangka dalam kasus yang sama. Total suap mencapai Rp 46 miliar. Iwan, Rezky, dan Hiendra saling mengenal karena pernah berbisnis di Surabaya pada 2014. Kongsi mereka berakhir sejak Rezky sering menunggak pembayaran utang.

Di kepolisian, penyelidikan atas pelaporan Rezky tetap berjalan meski Iwan menjadi saksi di KPK. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim melayangkan surat panggilan kepada Iwan pada 6 Februari 2019. Biro Hukum KPK merespons panggilan pemeriksaan itu dengan mengirimkan surat permintaan penundaan perkara karena Iwan berstatus saksi yang dilindungi.

Persoalan antara Iwan dan Rezky berpangkal pada utang-piutang. Rezky meminjam duit Rp 30 miliar dari Iwan pada 2014. Rezky membayar Rp 20 miliar lewat cek salah satu bank swasta pada Februari 2015. Meski masih bersisa Rp 10 miliar, Rezky mengajukan utang baru kepada Iwan.

Utang Rezky membengkak jadi Rp 65 miliar. “Belakangan, Rezky marah karena Iwan mencairkan cek itu,” kata Haris. Lewat sambungan telepon pada Selasa, 10 Februari lalu, Iwan menolak memberikan keterangan. Ia menyerahkan urusannya kepada Haris.

Kepada Iwan, Rezky mengaku meminjam duit untuk keperluan pribadi dan “mengurus” sejumlah perkara. Di antaranya, kasus PT Multicon Indrajaya Terminal melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), yang kasusnya saat itu ditangani Mahkamah Agung. Belakangan, KPK menyidik kasus “pengurusan” perkara ini karena menduga ada peran Nurhadi, yang saat itu menjabat Sekretaris Mahkamah Agung.

Rezky sebenarnya mencoba membayar utang Rp 30 miliar menggunakan cek salah satu bank pemerintah pada September 2015. Dengan pembayaran ini, sisa utangnya menjadi Rp 34,2 miliar. Tapi Rezky kembali meminjam dana. Total utang kembali menggelembung menjadi Rp 67,7 miliar. Kepada Haris, Iwan mengaku tak kapok memberikan utang kepada Rezky karena melihat mertuanya, Nurhadi, sebagai orang berada.

Kepercayaan itu mulai luntur sejak komisi antirasuah menggeledah rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir V Nomor 6, Jakarta Selatan, pada 20 April 2016. KPK menggeledah rumah itu setelah menangkap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan pengusaha Doddy Arianto Supeno. Iwan makin gigih menagih utang Rezky. “Sebagai pengusaha, Iwan takut utang itu tidak diselesaikan karena, setelah penggeledahan itu, Nurhadi dan keluarganya menghilang,” ucap Haris.

Rezky Herbiyono. istimewa

Lantaran kesulitan menemukan Rezky dan keluarganya, Iwan mencairkan cek dari Rezky. Cek tersebut atas nama PT Multicon Indrajaya Terminal senilai Rp 10 miliar. Tak lama setelah pencairan, Rezky menelepon Iwan dan menyemprotnya. Rezky marah karena cek itu berstatus jaminan perkara PT KBN versus PT Multicon, yang sedang bersengketa di Mahkamah Agung.

Rezky berupaya menarik sisa cek di tangan Iwan. Ia mengutus dua orang kepercayaannya. Mulanya Iwan tak mau menyerahkan cek itu. “Mereka mengancam akan melaporkan Iwan ke polisi dan mengepung rumahnya dengan sekompi aparat,” ujar Haris. Iwan mengalah dan menyerahkan cek tersebut.

Setelah cek diserahkan, Rezky berbalik menagih duit Rp 4 miliar. Alasannya untuk menutupi uang dari cek yang telanjur dicairkan. Iwan menolak permintaan itu. Rezky mengutus Anggodo Widjojo, terpidana percobaan suap terhadap pimpinan KPK, untuk menemui Iwan. Iwan kembali mengalah.

Selain memberikan uang, Iwan menyerahkan seluruh jaminan utang Rezky. Menurut Haris, Anggodo beralasan dokumen itu akan digunakan untuk mendamaikan Rezky dan Iwan. Anggodo meninggal 7 September 2018 pada usia 63 tahun di Surabaya. Tapi persoalan belum selesai. Rezky melaporkan Iwan ke Bareskrim dengan tuduhan menggelapkan mobil Ferrari miliknya.

Setelah itu, kasus demi kasus menimpa Iwan. Misalnya, kini ia sedang menghadapi pengaduan seorang sopir taksi berbasis aplikasi asal Surabaya. Haris menganggap laporan ini aneh karena menyertakan pasal pidana pencucian uang. Iwan merasa tak pernah bekerja sama langsung dengan sopir tersebut.

Haris menerima informasi ada tujuh kasus lagi yang menanti Iwan. Ia menuding ada peran Rezky di belakang semua pelaporan itu. “Ada yang memberikan informasi bahwa Rezky menyiapkan skenario untuk menjebloskan Iwan ke penjara untuk waktu yang lama,” katanya.

Indikasinya bisa dilihat dari keganjilan dua kasus Iwan. Menurut Haris, kedua perkara itu ditangani penyidik yang sama di Bareskrim. Ajun Komisaris Besar Setyo Heriyanto memimpin tim penyidikan untuk kasus penggelapan. Tim ini juga menyelidiki kasus pencucian uang hasil penipuan yang diduga melibatkan Iwan. Salah satu anggota tim itu adalah Inspektur Satu Farouk Ashadi Haiti.

Farouk mengatakan ia memang sedang menangani kasus Iwan. Menurut dia, penyelidikan berjalan lambat karena Iwan di bawah perlindungan KPK. “Kami sempat bertanya ke KPK mengenai kasus di sana, tapi mereka tidak menjelaskan secara detail,” ujar Farouk. Menurut dia, kasus Iwan terus berproses meski pelapornya, Rezky Herbiyono, menjadi buron KPK sejak 11 Februari lalu.

Kuasa hukum Rezky dan Nurhadi, Maqdir Ismail, enggan menjawab tuduhan terhadap kliennya. Ia dilarang berkomentar oleh Nurhadi. “Saya tidak punya pengetahuan menjawab itu,” kata Maqdir.

LINDA TRIANITA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus