Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan terhadap kelompok masyarakat (pokmas) di Kabupaten Malang dalam pengusutan kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim Tahun 2019-2022. Di hari ketiga, KPK memeriksa 14 pengurus pokmas di Balairung Sanika Satyawada Markas Kepolisian Resor Malang Kota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tempat yang sama pada hari berbeda, KPK lebih dulu memeriksa 7 dan 14 pengurus pokmas masing-masing pada tanggal 17 dan 18 September. Seluruh pokmas yang diperiksa berlokasi di wilayah Kabupaten Malang. Total, KPK telah memeriksa 35 pokmas dalam tiga hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadwalnya hari ini, kami memeriksa 14 pengurus pokmas sebagai saksi. Seluruhnya terkait suap pengelolaan dana hibah untuk pokmas di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, Kamis, 19 September 2024.
Empat belas pengurus yang diperiksa berinisial IB (Sejahtera), S (Pokmas Sekartanjung), ADC (Pokmas Maju Makmur), MS (Pokmas Krajan Makmur), MG (Pokmas Tirto Maju), SH (Pokmas Pilar Mas), B (Pokmas Tugu Jaya), S (Pokmas Gelanggang Makmur), MI (Pokmas Tirta), DJ (Pokmas Kerto Gawe), HI (Pokmas Tempursari), NK (Pokmas Kampung Tengah, serta MY (Pokmas Gunungan) dan AS (Pokmas Makmur Jaya) yang beralamat di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumbermanjing Wetan.
Dari 14 pokmas itu, dua diantaranya diduga fiktif. Keduanya adalah Pokmas Makmur Jaya dan Pokmas Gunungan. Kepala Desa Sumberagung, Muzayid, sempat mengirimkan surat keterangan bahwa kedua pokmas itu tak ada di wilayahnya.
Dalam surat keterangan itu sangat jelas Muzayid menyebut nama Marji Yudianto alias MS dan Pokmas Gunungan tidak ada di Desa Sumberagung. Lalu, Muzayid juga berani memastikan nama Andik Saiful alias AS dan Pokmas Makmur Jaya tidak ada di Desa Sumberagung.
“Surat keterangan yang kami buat memang untuk Pokmas Gunungan. Tapi KPK juga kirim undangan kepada Andik Saiful dari Pokmas Makmur Jaya. Padahal pokmas ini pun tidak ada di desa kami. Semoga klarifikasi dari kami bisa membantu penyidik KPK,” kata Muzayid usai pemeriksaan.
Selanjutnya, dana hibah dikelola kader dan pengurus parpol
Selain karena keberadaan pokmas fiktif, pengelolaan dana hibah ini juga dinilai bermasalah karena dikelola oleh kader maupun pengurus partai politik (parpol) tingkat desa atau kecamatan. Berdasarkan informasi yang Tempo himpun, pengelolanya berasal dari sekitar 3-4 parpol berbeda.
Ketua Pokmas Maju Bersama, Edi Suyono, menyatakan diperiksa selama satu jam dalam pemeriksaan tersebut. Edi mengaku ditanya mengenai pembangunan proyek jalan desa selama diperiksa.
Pokmas Maju Bersama yang ia ketuai mendapat dana hibah Rp 130 juta yang digunakan untuk membangun jalan rabat beton sepanjang 270 meter di Desa Singojayan, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang. Pembangunannya sudah selesai pada tahun 2022.
Edi merasa tidak bersalah sehingga ia tidak kaget saat diundang KPK untuk diperiksa. “Ngapain saya kaget dan takut datang, kan saya tidak bersalah dan saya bukan tersangka, cuman diminta keterangan sebagai saksi,” kata Edi, seraya memastikan seluruh dokumen yang dibutuhkan KPK sudah ia serahkan kepada penyidik.
Sebelumnya, pada 17 Juli 2024 di Gedung Merah Putih KPK, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, ada sekitar 14 ribu pokmas fiktif se-Jawa Timur yang diduga menerima dana hibah tersebut. Mayoritas pokmas abal-abal ini tersebar di 29 kabupaten.
Dana hibah yang mengalir ke semua pokmas fiktif berkisar antara Rp 1 sampai Rp 2 triliun, yang dibagi-bagi ke dalam bentuk proyek pembangunan infrastruktur. Setiap pengurus pokmas harus lebih dulu menyetor 20 persen dari total dana hibah yang akan disalurkan.
KPK telah menetapkan 21 orang tersangka pengurusan dana hibah untuk pokmas dari APBD Provinsi Jawa Timur 2019-2022. Penetapan tersangka berasal dari pengembangan perkara yang melibatkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Parlindungan Simanjuntak.
Dari 21 orang tersangka, empat di antaranya merupakan tersangka penerima suap dan 17 orang lagi tersangka pemberi suap. Empat tersangka penerima suap merupakan penyelenggara negara. Sedangkan 15 tersangka pemberi suap berasal dari pihak swasta dan sisanya merupakan penyelenggara negara.
Sahat sendiri divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan hukuman 9 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar subsider penjara 6 bulan, pada 26 September 2023. Petinggi Partai Golkar Jawa Timur ini diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 39,5 miliar.
Selain itu, KPK juga mencekal beberapa anggota DPRD Jawa Timur periode 2019-2024 dalam pengusutan kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim ini. Mereka adalah Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi (PDI Perjuangan), Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Achmad Iskandar (Partai Demokrat) dan Wakil Ketua Anwar Sadad (Partai Gerindra), serta Fauzan Adima, Wakil Ketua DPRD Sampang periode 2019-2024 dari Partai Gerindra.