Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

KPAI Kritik Istri Pimpinan Ponpes di Aceh yang Siram Santri Pakai Air Cabai sebagai Hukuman

KPAI mengkritik keras tindakan istri pimpinan salah satu pesantren di Aceh Barat, NN (40), yang menyiram seorang santri karena dianggap salah.

5 Oktober 2024 | 12.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkritik keras tindakan istri dari pimpinan salah satu pesantren di Aceh Barat, NN (40), yang menyiram seorang santri karena berbuat kesalahan. Diduga santri inisial T itu melanggar peraturan yang telah ditentukan oleh pesantren, yakni merokok di lingkungan ponpes.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisioner KPAI Aris Adi Laksono menegaskan kesalahan yang diperbuat oleh santri itu tidak perlu sampai menghukum anak sampai melukai atau membuat anak trauma. Hukuman yang diberikan oleh istri pimpinan ponpes dengan menggunduli kepala T hingga menyiramnya dengan air cabai, kata Adi, termasuk tindakan kekerasan terhadap anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Atas alasan apa pun, mendidik anak dengan kekerasan tidak dibenarkan. Upaya pembinaan anak harus mengedepankan kepentingan terbaik dan partisipasi anak,” kata Aris saat dihubungi Tempo, Jumat, 04 Oktober 2024.

Dalam pendisiplinan anak, lanjutnya, juga perlu menggali lebih dalam situasi anak. Selain itu pendisiplinan juga perlu dengan pendekatan komunikasi asertif. Hukuman yang mengandung kekerasan, kata dia, merupakan langkah yang tidak dibenarkan menurut peraturan tentang perlindungan anak dan aturan soal penanganan dan pencegahan kekerasan di lingkungan pesantren.

“Kami sudah sampaikan kepada Kemenag soal ini dan berharap penerapan disiplin positif sebagai upaya penanganan masalah anak,” kata dia,

Aris berpendapat kasus kekerasan yang semakin marak di lingkungan pesantren disebabkan belum maksimalnya kepedulian dari masyarakat. Selain itu, langkah konkret dan penanganan kekerasan di lingkungan pesantren juga belum dijalankan sepenuhnya, baik itu oleh pesantren maupun ekosistem pesantren.

“Sekali lagi, hukuman kekerasan kepada anak telah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak,” kata dia.

Pelaku kekerasan terhadap anak dapat dijerat Pasal 80 (1) jo. Pasal 76 c UU tentang perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta. Dalam Pasal 76 c UU No. 35 Tahun 2014 juga disebutkan setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

 

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus