Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penyaluran bantuan sosial beras oleh PT Bhanda Ghara Reksa diduga bermasalah.
Kerugian negara disinyalir Rp 156 miliar.
Ada campur tangan pejabat.
DOKUMEN berita acara hasil negosiasi pekerjaan itu hanya terdiri atas empat halaman. Surat kontrak ini mengikat kerja sama antara PT Bhanda Ghara Reksa, badan usaha milik negara bidang logistik dan pengangkutan, dan PT Primalayan Teknologi Persada pada 24 Agustus 2020. Setiap perusahaan mencantumkan harga penyaluran bantuan sosial beras dari Kementerian Sosial total senilai hampir Rp 320 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi menerima surat kerja sama tersebut pada Februari lalu. Dokumen itu dianggap sebagai salah satu bukti dugaan penyelewengan pelaksanaan penyaluran bantuan sosial beras kepada keluarga yang terkena dampak pandemi Covid-19 oleh Kementerian Sosial periode September-Desember 2020. Ada potensi kerugian negara senilai Rp 156 miliar dari penyaluran ini.
Tim KPK mulai mendalami laporan itu sebulan kemudian. Dalam dokumen analisis tertera kejanggalan proyek ini yang bermula dari Kementerian Sosial menunjuk PT Bhanda Ghara Reksa sebagai pelaksana proyek pada 27 Agustus 2020, atau tiga hari setelah kontrak antara PT Bhanda dan PT Primalayan diteken.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan penyelidikan merupakan serangkaian kegiatan permintaan dan pengumpulan bahan keterangan kepada beberapa pihak untuk menemukan dugaan pidana dalam suatu kegiatan. “Kami tidak bisa sampaikan materinya saat ini,” tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kantor PT Primalayan Teknologi Persada, di Jalan Puri Kembangan, Jakarta Barat/TEMPO/ Riky Ferdianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang penegak hukum membenarkan adanya dokumen pelaporan tersebut. Ia menyebutkan dokumen tersebut merupakan hasil elaborasi tim Pengaduan Masyarakat KPK. Butuh pendalaman lebih jauh dan persetujuan pimpinan KPK agar laporan tersebut naik ke tahap penyelidikan atau penyidikan.
Widhi Dhatu, pengacara yang kerap digandeng PT Bhanda Ghara Reksa dalam berbagai perkara hukum, mengakui beberapa pemimpin perusahaan pernah diperiksa di Gedung Merah Putih KPK di Kuningan, Jakarta Selatan. Tapi ia enggan menjelaskan detail pemeriksaan. “Saya belum mendapat kuasa untuk berbicara terkait dengan kasus itu,” ujarnya.
Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa Kuncoro Wibowo juga enggan menjelaskan perkara ini. Ia beralasan pernyataan yang berkaitan dengan PT Bhanda harus mendapat persetujuan dari Kementerian BUMN atau Ketua Holding BUMN Kluster Pangan dan pejabat lain. “PT BGR resmi bergabung ke PT Perusahaan Perdagangan Indonesia pada 15 September 2021,” kata Kuncoro.
•••
KEMENTERIAN Sosial mengumumkan rencana penyaluran bantuan sosial beras kepada 10 juta keluarga di seluruh pelosok negeri pada 2 September 2020. Acara peluncuran ini dihadiri Menteri Sosial kala itu, Juliari Batubara. Ia menyebutkan setiap keluarga akan menerima beras kualitas medium sebanyak 45 kilogram. “Program bantuan ini masuk dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan total anggaran sekitar 5,1 triliun,” ucap Juliari.
Di fase awal, Kementerian menunjuk PT Bhanda Ghara Reksa untuk menyalurkan bansos beras kepada 4,9 juta keluarga di 19 provinsi. Jumlahnya mencapai 220 ribu ton beras. Untuk penyaluran beras ini, PT Bhanda menerima anggaran Rp 326 miliar. “Proyek ini dinyatakan sudah selesai dan sudah dilaporkan,” ucap Sekretaris Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial Afrizon kepada Tempo.
Diam-diam PT Bhanda menggandeng PT Primalayan Teknologi Persada dalam proyek ini. Kontrak antara PT Bhanda dan PT Primalayan menyebutkan perusahaan di bidang logistik itu bertugas mendampingi, mengurus administrasi, hingga menyalurkan bansos beras. Mereka membagi dua nilai proyek tersebut.
Setiap pihak menerima Rp 156 miliar. Nilai ini diperoleh dari ongkos yang dibebankan untuk sekitar Rp 705 per kilogram beras yang akan disalurkan. Tapi Kementerian Sosial tak mengetahui kerja sama ini. “Di surat penunjukan tidak menyebutkan proyek akan melibatkan subkontraktor,” kata Afrizon.
Kejanggalan muncul sejak proyek berjalan. Selain soal kontrak kedua perusahaan yang ganjil, PT Bhanda tak sepatutnya melibatkan PT Primalayan. Sebab, kedua perusahaan ini beroperasi di bidang yang sama.
Pasal 87 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 melarang penyedia jasa atau barang mengalihkan pelaksanaan proyek atau melakukan subkontrak kepada pihak lain, kecuali untuk pekerjaan spesialis. Itu sebabnya penelusuran awal tim Komisi Pemberantasan Korupsi menduga PT Primalayan tak melakukan pekerjaan apa pun dalam proyek ini.
Penelusuran KPK juga menengarai keterlibatan dua petinggi di Kementerian Sosial yang cawe-cawe dalam proyek ini. Mereka adalah R dan IS, yang diduga menjadi pelobi dan anggota panitia tender.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Robben Rico mengatakan R dan IS sudah dimutasi ke salah satu balai di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. “Saya sekarang menggantikan jabatan R,” ujarnya. Ia mengklaim tak mengetahui alasan R dimutasi. “Kemensos sekarang ingin lebih bersih.”
Seseorang yang mengetahui perkara ini mengatakan PT Primalayan Teknologi Persada tak memiliki profil yang meyakinkan untuk menjalankan proyek sebesar ini. PT Primalayan merupakan pemain baru di sektor logistik dan transportasi.
Perusahaan yang berdiri pada 29 Agustus 2018 tersebut juga tak tercatat sebagai salah satu pelaksana proyek pemerintahan. Beralamat di rumah toko Permata Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, modal disetor PT Primalayan hanya Rp 300 juta.
Dari penelusuran Tempo, PT Primalayan ternyata berkantor di Puri Kembangan, Jakarta Barat. Kantor itu merupakan kantor bersama, atau co-working space. Tak ada pegawai PT Primalayan yang bisa ditemui di sana.
Dihubungi lewat akun WhatsApp, seorang anggota staf PT Primalayan bernama Ida berjanji akan meneruskan surat permohonan wawancara kepada direksi. Namun, hingga Sabtu, 25 September lalu, surat tersebut belum berbalas.
Akta perusahaan menunjukkan PT Primalayan mengubah struktur organisasi dua bulan sebelum mendapatkan proyek penyaluran bansos beras. Jabatan direktur yang sebelumnya dipegang Anthony Sadeli kemudian dipegang oleh Dharmawan Tjendra. Dharmawan yang menandatangani surat kontrak penyaluran bansos beras dengan PT Bhanda.
Dalam akta yang diterbitkan pada Mei 2021, nama Dharmawan menghilang. Richard Cahyanto menggantikannya. Dalam akta, alamat rumah Dharmawan hanya disebutkan di Citra 3 Blok B-6/38. Tidak ada nama kecamatan dan kota. Tempo berupaya mendatangi alamat yang mirip dengan alamat Tjendra di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat. Di alamat itu, seorang pria berusia 20-an tahun muncul dari dalam rumah. Ia tak menjawab saat ditanya soal Dharmawan.
Afrizon mengatakan ia tak memahami detail kontrak antara Kementerian Sosial dan PT Bhanda. Ia mengaku baru beberapa bulan menjabat kursi Sekretaris Dirjen. Ia juga mengatakan tak memahami bahwa KPK tengah mengumpulkan informasi soal dugaan korupsi proyek ini. “Laporan yang kami terima baru sebatas penyelesaian proyek,” ujarnya.
Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa Kuncoro Wibowo enggan menjelaskan riwayat proyek ini. Ia merasa tidak berhak menjelaskan kasus tersebut. “Kami tidak dapat memenuhi permohonan wawancara karena kami tidak berhak mengeluarkan klarifikasi atau statement terkait dengan hal tersebut,” katanya dalam jawaban tertulis.
Laporan dugaan penyelewengan penyaluran bantuan sosial beras di PT Bhanda Ghara Reksa ini disebutkan masih berproses di Kedeputian Informasi dan Data KPK. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango tak merespons permintaan konfirmasi soal penelusuran kasus ini. Juru bicara KPK bidang pencegahan, Ipi Maryati, mengatakan pimpinan KPK belum memberikan atensi terhadap kasus ini.
LINDA TRIANITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo