Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana kasus suap bantuan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Budi Setiawan, menyebut nama Melon dalam sidang kasus dugaan korupsi pungutan liar di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pungli di Rutan KPK). Nama petugas Rutan KPK itu sempat disebut beberapa kali dalam sidang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini diungkapkan Budi Setiawan kala menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pungli Rutan KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Eks Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Timur itu hadir sebagai saksi secara daring.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan iuran yang telah dibayarkan oleh Budi. Budi pun menjawab ia membayar iuran sebesar Rp 20 juta saat awal memasuki Rutan KPK Cabang C1.
Selain itu, ia juga harus membayar iuran bulanan yang nominalnya bervariasi. "Bulanannya tergantung dari petugas dan ketua, diperintahkan berapa, sehingga dibagi jumlah tahanan di Blok B," kata Budi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin, 30 September 2024.
Ia menjelaskan petugas Rutan KPK menentukan nominal keseluruhan yang harus dibayar para tahanan. Total nominal tersebut disampaikan kepada ketua tahanan. Ketua dan bendahara lalu membagi nominal tersebut dengan jumlah tahanan. "Sehingga tiap bulan bisa bervariasi, bisa Rp 4.375.000, Rp 4.500.000, kadang Rp 5.000.000," beber Budi.
Pada saat itu, kata Budi, ketuanya adalah almarhum Budi Sarwono, eks Bupati Banjarnegara yang terjerat kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di kabupatennya. Sedangkan bendaharanya adalah Adi Jumal Widodo yang merupakan terpidana kasus jual beli jabatan di Kabupaten Pamulang.
"Setahu saudara, siapa petugas rutan yang memerintah ketua almarhum Budi Sarwono" tanya jaksa penuntut umum. Budi Setiawan mengaku tidak tahu. Sebab, petugas Rutan KPK berganti-ganti. Selain itu, koordinasi tersebut adalah urusan ketua dengan petugas rutan. Ia hanya menunggu perintah berapa yang harus dibayar setiap bulan.
"Saudara tidak pernah bertanya kepada Adi Jumal atau Budi Sarwono?" tanya jaksa lagi. Budi mengaku tidak pernah menanyakan hal tersebut. "Tapi yang saya tahu Pak Melon itu."
"Melon itu nama asli atau nama samaran?" tanya JPU. Budi pun menjawab "namanya Sopian kalo enggak salah." Ia menuturkan Melon adalah nama panggilan Sopian. Melon alias Sopian adalah salah satu petugas Rutan KPK.
Nama Melon juga disebut-sebut dalam sidang kasus dugaan korupsi pungli Rutan KPK sebelumnya. Salah satu yang mengungkapkan nama itu adalah Adi Jumal Widodo saat menjadi saksi dalam persidangan Senin, 23 September 2024 lalu.
Adi Jumal mengatakan Melon merujuk pada Sopian Hadi, yaitu pegawai Rutan KPK. Melon alias Sofian Hadi pernah mendatanginya beberapa kali.
“Dia menyampaikan, kurang lebih dia sudah menghubungi keluarga saya, dalam hal ini istri (Arum Indri). Saya diminta untuk mengirim dana Rp 25 juta, tapi saya masih diam (tidak merespons),” kata Adi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, pekan lalu.
Melon kemudian mendatanginya beberapa kali di ruang isolasi. Ia menanyakan kepastian apakah Adi Jumal berkenan pindah dari ruang isolasi dengan biaya Rp 25 juta.
“Kami sempat terjadi tawar-menawar. Istri saya juga sempat menawar, bagaimana kalau Rp 10 juta, Melon menolak. Kalau Rp 15 juta, dia juga menolak, tetap tidak diberikan,” ungkap Adi.
Melalui proses negosiasi itu, Adi mengungkapkan bahwa Melon alias Sopian Hadi sempat mengatakan bahwa bayaran untuk pindah dari sel isolasi harga pas yang tidak bisa ditawar. “Semua harga di sini sama. Tidak ada perbedaan, mau menteri atau pegawai swasta,” kata Adi menirukan kalimat yang diucapkan Sopian Hadi.
Selain itu, Adi juga mengungkapkan ia mendapatkan ancaman selama di dalam sel isolasi rutan KPK. Ancaman itu juga datang dari Melon. “Iya, kalau tidak bisa bayar, saya diancam akan terus ditempatkan di ruang isolasi, tidak digabung dengan tahanan lain. Itu yang dikatakan Melon,” ujar Adi.