Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERMODAL nekat, Ismail—bukan nama sebenarnya—pura-pura pergi ke pasar pada pertengahan April 2023. Sehari-hari, pria 28 tahun itu bekerja sebagai operator judi online di Sun City Casino, Kota Bavet, Kamboja. Ia tak tahan lagi karena dipaksa bekerja 12 jam tanpa henti. Ia berhasil mengelabui petugas keamanan kasino dan langsung menumpang kendaraan umum menuju kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Phnom Penh yang berjarak sekitar 166 kilometer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sepanjang perjalanan, hati pria asal Malang, Jawa Timur, itu dipenuhi perasaan waswas. Apalagi mandornya, juga warga negara Indonesia, berkali-kali menelepon dan mengirim pesan bernada ancaman. Ia tahu saat itu nyawanya menjadi taruhan. Tapi ia tetap nekat melanjutkan perjalanan. “Saya sudah pasrah kalau waktu itu tertangkap, lalu dibunuh,” ujarnya menceritakan kembali peristiwa tersebut kepada Tempo pada Rabu, 7 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akhirnya Ismail tiba di kantor KBRI Phnom Penh. Seorang petugas kedutaan menerima laporannya. KBRI juga membantu mediasi dengan manajemen Sun City. Ismail mengatakan bisnis judi online itu dikuasai oleh pria asal Indonesia yang biasa dipanggil Abun. Atasan Ismail yang bolak-balik mengirim pesan saat Ismail kabur bernama Ahyung. Ismail mengaku sudah putus komunikasi dengan mereka. Untuk alasan keamanan itulah ia meminta namanya disamarkan.
Saat bernegosiasi dengan KBRI, manajemen Sun City meminta uang yang dilarikan Ismail sebesar Rp 30 juta dikembalikan. Perundingan yang alot itu akhirnya berakhir. KBRI menyelesaikan pemutusan hubungan kerja Ismail dengan Sun City. Ia lalu dijadwalkan pulang ke Jakarta. Saat di penampungan, Ismail baru tahu ia ternyata tak sendirian menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). “Pada saat itu ada 50 pekerja migran lain yang mengalami masalah serupa,” katanya.
Jumlah kasus TPPO yang dialami pekerja migran asal Indonesia di Kamboja meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Koordinator Fungsi Protokol dan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia di Phnom Penh, Djumara Supriyadi, mengatakan pihaknya menangani 1.099 kasus warga negara Indonesia bermasalah pada 2022. Jumlahnya bertambah menjadi 1.386 kasus pada 2023. Tapi pihak Kamboja menganggap masalah yang muncul kebanyakan urusan konflik ketenagakerjaan. “Mereka menolak kasus-kasus yang ada dikategorikan TPPO,” ucap Djumara.
Ismail yakin ia telah menjadi korban perdagangan orang. Sebab, ia tak pernah membayangkan akan menjadi operator judi online. Mulanya sarjana ilmu manajemen itu mendapat tawaran dari seorang teman untuk bekerja sebagai petugas customer service atau layanan pelanggan di Kamboja. Gajinya dijanjikan paling sedikit Rp 15 juta. Biaya pembuatan paspor, tiket, hingga penginapan akan ditanggung agen tenaga kerja. Kebetulan kontraknya sebagai pegawai bank baru saja berakhir.
Ia berangkat ke Kamboja pada 29 Januari 2023 dari Blitar, Jawa Timur, lalu ke Surabaya dan Bali hingga tiba di Vietnam. Ismail menuju Kota Bavet lewat jalur darat. Ia baru sadar ditipu saat mendapat penjelasan dari pihak manajemen pada hari pertama bekerja. Layanan pelanggan yang dimaksud ternyata istilah untuk menyebut pekerjaan memantau permainan dan mengatur kemenangan di situs judi berbahasa Indonesia bernama Iboplay dan Ekatoto.
Ismail memelototi layar komputer tanpa istirahat. Aktivitas mereka diawasi petugas keamanan bersenjata api. Karyawan tinggal dan bekerja dalam satu gedung yang sama. Mereka hanya boleh sesekali keluar dari gedung untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Itu pun sambil dikawal petugas. Ismail sebenarnya pernah meminta berhenti. Tapi dia urung berhenti karena manajemen meminta pengganti uang tiket pesawat dan akomodasi sebesar Rp 50 juta.
Rupanya, temannya yang menjadi agen perekrut tahu Ismail akan bekerja di bisnis judi online. Saat tidak bekerja, mereka diizinkan menggunakan telepon seluler. Ismail pernah memarahi temannya itu. “Dia meminta maaf dan beralasan, kalau dibilang akan bekerja di tempat judi, pasti saya enggak bakal berangkat,” katanya.
Pengalaman serupa menimpa Suherman—juga bukan nama sebenarnya. Warga Blitar itu direkrut teman ayahnya. Ia dijanjikan bekerja sebagai administrator di perusahaan Singapura dengan gaji US$ 800 per bulan. Alih-alih terbang ke Singapura, Suherman dibawa ke Kota Samraong, perbatasan Kamboja-Thailand, untuk dipekerjakan menjadi operator penipuan online.
Bangunan kantornya dikelilingi tembok tinggi dengan penjagaan ketat. Suherman bekerja bersama 60 pekerja migran Indonesia lain. Pihak manajemen rutin memeriksa isi telepon seluler pegawai. Sebagai scammer, Suherman dipaksa berpura-pura menjadi perempuan asal Asia dengan membuat profil palsu di Instagram, Facebook, dan Twitter. Tugasnya: menggoda pria asal Amerika Serikat di media sosial untuk dijebak ikut investasi bodong.
Dalam sebulan, mereka ditargetkan mendapatkan 100 nomor telepon calon korban. Jika target investasi tak terpenuhi, gaji mereka akan dipotong. Praktik eksploitasi inilah yang membuat pria lulusan sekolah menengah atas itu menghubungi KBRI Phnom Penh secara sembunyi-sembunyi. Ia beruntung permintaannya direspons KBRI. “Saya dijemput kepolisian Kamboja,” tuturnya. Meski ada pekerja lain, hanya Suherman yang diboyong polisi pada hari itu.
Sinta, 35 tahun, juga menjadi korban TPPO di Kota Bavet. Ibu satu anak asal Batam, Kepulauan Riau, ini mengklaim tertipu lowongan pekerjaan petugas layanan pelanggan dari Facebook. Selama enam bulan bekerja, ia ditargetkan menipu empat orang dalam sehari. Jika gagal, ia dibentak dan dimaki. Hukuman lebih berat akan dialami pekerja pria.
Para pengawas gemar memukul hingga menyetrum pekerja yang tak memenuhi target. Sinta tak sendiri. Sebanyak 45 pekerja migran Indonesia juga bekerja di sana. Pengelola bisnis scamming menerapkan jam malam dan menyita telepon seluler pegawai. “Di hari kedua saya bekerja, ada orang Indonesia yang dipukul sampai patah tangannya,” katanya.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha menjelaskan, penanganan pekerja migran di Kamboja cukup problematik. Sebab, di antara mereka ada yang sadar dan ingin bekerja sebagai operator judi. Tak semuanya dipekerjakan sebagai operator penipuan online. “Sebenarnya di situlah masalahnya karena sudah ada eksploitasi. Jika tak memenuhi target, mereka diancam, dipukuli,” ujarnya.
Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Brigadir Jenderal Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan kasus TPPO terjadi pada para operator penipuan online. Upaya penindakan di sektor judi online cukup sulit karena perjudian merupakan bisnis legal di Kamboja. “Awalnya kami menganggap ini TPPO, tapi di sana dianggap masalah ketenagakerjaan,” ucapnya.
Meski kasus perdagangan orang di Kamboja marak muncul, informasi lowongan kerja di industri judi online dan scamming masih mudah dijumpai di media sosial, seperti Facebook dan X. Djumara Supriyadi mengatakan Polri dan pemerintah Kamboja sebenarnya sudah meneken nota kerja sama penangkalan TPPO pada Agustus 2023. “Tapi tak bisa membendung kedatangan pekerja karena mereka ke sana atas desakan ekonomi,” tuturnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Jihan Ristiyanti dan Fajar Pebrianto berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Taruhan Nyawa Operator Judi"