Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PONDOK Pengajian Hidayatul Hikmah Alkahfi sempat punya ratusan anggota jemaah. Kini aktivitas komunitas pengaji di Kelurahan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, itu mati suri. Satu per satu anggota jemaahnya pergi. Pemicunya, muncul kabar sejumlah anggota jemaah mengalami kekerasan seksual. Pelakunya diduga pemimpin komunitas tersebut: Muhammad Anwar alias Bayu Aji Anwari, 46 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya sejumlah anggota jemaah tak percaya dan bahkan menganggap informasi itu fitnah. Mereka mulai percaya kabar itu setelah sejumlah anggota jemaah senior membentuk “tim investigasi” untuk menelusuri berita itu beberapa bulan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil penelusuran mengungkapkan pelecehan itu benar adanya. Enam anggota jemaah diperkirakan menjadi korban pelecehan seksual Muhammad Anwar. Berdasarkan temuan itu, mereka mengadukannya kepada polisi pada 16 Mei lalu. “Dua di antara korban anak di bawah umur,” ujar Sri Haryono, 41 tahun, salah seorang anggota jemaah senior.
Namun jejak Anwar menghilang sejak Satuan Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Semarang menindaklanjuti laporan tersebut. Ia tak kunjung meladeni dua surat undangan pemeriksaan polisi. Rumah Anwar kosong ketika tim penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak menyambanginya. Polisi baru bisa menangkap Anwar pada Jumat, 1 September lalu. Ia berondok di rumah persembunyiannya di wilayah Bekasi, Jawa Barat.
Sri Haryono meminta polisi tak berhenti pada penyidikan kasus kekerasan seksual. Sebab, Anwar juga diduga menyelewengkan ratusan juta rupiah dana jemaah. Anwar diduga menghimpun dana itu lewat baitul maal wa tamwil (BMT), lembaga keuangan umat berbadan hukum koperasi, bernama Hasanah. Haryono mengaku sudah menanamkan uang Rp 30 juta sejak Juli 2010. “Tabungan saya tak bisa diambil karena BMT tidak lagi memiliki kas,” tuturnya.
Baca: Pengasuh Pondok Pesantren Peduli Kekerasan Seksual
Haryono juga menanamkan uang untuk membeli tanah kaveling seluas 72 meter persegi dengan skema pembagian hasil. Ia sudah menyetorkan uang muka sebesar Rp 5 juta pada 23 Juli 2012. Adapun sisanya dibayar secara mencicil. Ia mengklaim sudah melunasi sisa pembayaran pada 3 Mei 2018. Belakangan, ia sadar ada yang janggal. “Yang kami heran, kenapa sertifikat tanah itu dibuat atas nama Anwar dan keluarganya?”
Setelah ditangkap, Anwar tak menampik tuduhan pemerkosaan. Namun ia membantah jumlah korbannya mencapai enam orang. Ia mengaku hanya mencabuli tiga anggota jemaah. Ia memperkosa ketiganya di sebuah kamar hotel. Anwar tak ingat sejak kapan melakukan perbuatan itu. “Kalau yang di rumah tidak sampai persetubuhan,” ucapnya di Markas Kepolisian Resor Kota Besar Semarang, Jumat, 8 September lalu.
Mawar—bukan nama sebenarnya—adalah salah seorang korban Anwar. Kala itu, ia berusia 15 tahun. Mawar ikut pengajian Anwar bersama orang tuanya sejak masih duduk di sekolah menengah pertama. Kisah kelamnya bermula selepas lulus sekolah pada Juli 2020. Ketika itu ia menyatakan minat melanjutkan pendidikan sambil mempelajari ilmu agama di sebuah pondok pesantren. Keinginan itu lantas diceritakan kedua orang tuanya kepada Anwar.
Anwar langsung bersedia membantu Mawar mencarikan pesantren di Malang, Jawa Timur. Tapi, sebelum itu, ia menyarankan Mawar menimba ilmu di pondok pengajian dan rumah Anwar. Orang tua Mawar setuju. Pada hari pertama Mawar menempati pondok, 31 Juli 2020, Anwar sudah memperlihatkan gelagat pelecehan. Tangannya berusaha menggerayangi tubuh Mawar. Spontan, Mawar berteriak.
Itu bukan percobaan terakhir. Ketika libur sekolah pada 2021, Mawar kembali diminta tinggal di rumah Anwar. Ia lalu mengajak Mawar pergi ke luar pondok naik sepeda motor. Kendaraan mereka berhenti di salah satu hotel di Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. Di hotel tersebut Anwar memesan sebuah kamar dan meminta Mawar beristirahat di sebelahnya. Semula Mawar menolak, tapi Anwar terus membujuknya.
Muhammad Anwar alias Bayu Aji Anwari menunjukkan lokasi Pondok Pengajian Hidayatul Hikmah Alkahfi di Kelurahan Lempongsari, Semarang, 8 September 2023./Tempo/Jamal Abdun Nashr
Anwar menceramahi Mawar dengan mengklaim nasihatnya adalah nasihat orang tua. Menolak perintah orang tua sama artinya dengan durhaka. Ia lantas mengajak Mawar berhubungan intim. Modus itu juga yang ia gunakan kepada korban lain. “Saya doktrin mereka kalau manut nanti saya janjikan bakal bantu sampai kuliah,” kata Anwar.
Kasus yang menimpa Mawar dan korban lain menarik perhatian sejumlah organisasi masyarakat sipil di Semarang yang tergabung dalam Jaringan Peduli Perempuan dan Anak atau JPPA Jawa Tengah. Mereka menelusuri kesaksian anggota jemaah yang diduga pernah menjadi korban. “Skandal pencabulan itu diduga terjadi sejak 2021,” ujar Iis Amalia, psikolog Unit Pelayanan Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Semarang.
Anwar ditengarai membujuk para korban dengan menggunakan narasi agama. Ia memaksa korban agar patuh dan mendoktrin mereka. Ada pula yang diiming-imingi bantuan pendidikan. Iis menerangkan, tim konseling telah memfasilitasi layanan pendampingan guna memulihkan kondisi psikologis para korban. “Banyak di antara mereka yang mengalami depresi, rasa cemas, dan somatisasi,” ucapnya.
Iis mengungkapkan, Mawar tak lekas melaporkan kejadian itu kepada orang tuanya. Ia merasa malu. Apalagi orang tuanya terbilang anggota jemaah Anwar yang loyal. Pengakuan itu baru diungkapkan setelah dugaan pelecehan seksual menjadi sorotan jemaah Pondok Pengajian Hidayatul Hikmah Alkahfi. Mawar memberanikan diri mengadu kepada JPPA pada 8 Desember 2022. “Perlu waktu bagi kami untuk meyakinkan para korban berani membuat laporan,” tuturnya.
Pondok Hidayatul Hikmah Alkahfi berdiri 25 tahun lalu. Komunitas pengajian yang bernaung di bawah Yayasan Islam Nuril Anwar ini memiliki ratusan anggota jemaah yang umumnya berdomisili di Kota Semarang. Muhammad Anwar memanfaatkan kediamannya sebagai pondok sekaligus tempat pengajian. Lokasi pondok tersebut berada di lereng tebing yang berimpitan dengan rumah warga. Akses menuju ke sana hanya jalan selebar 1 meter.
Bangunan dua lantai itu sehari-hari dihuni oleh 10 anggota jemaah pria dan wanita yang diklaim sebagai santri. Anwar beserta istri dan delapan anaknya menempati lantai bawah. Puji Astuti, 41 tahun, salah seorang warga sekitar, mengatakan Anwar tak jarang menerapkan hukuman fisik kepada anggota jemaah yang melakukan kesalahan. “Kadang ada yang diminta berjalan jongkok sambil menuruni tangga,” ucapnya. “Yang cowok tidak mengenakan baju.”
Anwar akrab disapa jemaah dengan sebutan kiai meski tak memiliki latar belakang pendidikan agama. Ia kerap mengaku lulusan terbaik Jurusan Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Padahal dia hanya mengenyam pendidikan di salah satu sekolah menengah kejuruan di Semarang. Itu pun hanya sampai kelas II. “Dia juga mengaku agen intelijen, wartawan, dan berkawan dengan banyak tokoh nasional,” ujarnya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Semarang Ajun Komisaris Besar Donny Lumbantoruan mengatakan polisi masih mendalami laporan kedua kasus tersebut. Dalam kasus pencabulan, dia menambahkan, Anwar terancam hukuman 15 tahun penjara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. “Untuk kasus penggelapan, ada satu laporan yang statusnya masih tahap penyelidikan,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Jaml Abdun Nashr dari Semarang berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Doktrin Palsu Kiai Abal-abal"