Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) mengungkap kasus peredaran obat perangsang jenis poppers di tiga lokasi berbeda di Kota Kupang, NTT.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Reserse Narkoba Polda NTT, Komisaris Besar Dony Eka Putra, menjelaskan bahwa kepolisian telah membekuk tiga orang yang diduga terlibat dalam peredaran obat tersebut di Kota Kupang. Mereka adalah FAP (33), HYR (27), AMBPPIAL (55). Ketiganya diringkus di lokasi yang berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami mendapati indikasi kuat adanya peredaran di sini, dan menangkap tiga pelaku beserta barang bukti poppers yang jumlahnya mencapai 250 botol," kata Dony dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu, 16 November 2024.
Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menangkap dua importir besar obat ini di Jakarta. Polda NTT kemudian menindaklanjuti dengan pengungkapan peredarannya di Kupang.
Dony mengatakan, pengedar obat keras ini mendapatkan pasokan dengan memesannya melalui komunitas mereka di Jakarta. Rata-rata pengiriman per minggu sekitar 20 hingga 50 botol. Mereka mendistribusikan poppers di Kupang melalui jaringan mereka di aplikasi WhatsApp.
"Kami akan terus mengembangkan kasus ini dan memastikan bahwa peredaran obat berbahaya seperti poppers ini tidak lagi beredar di wilayah kami," ujar Dony.
Adapun obat itu, kata Dony, termasuk obat keras yang dilarang beredar karena tidak memenuhi standar izin dari BPOM dan memiliki efek samping yang membahayakan. “Terutama bagi kesehatan seksual dan mental," ujar dia.
Dia menyebut bahwa poppers sering disalahgunakan sebagai zat perangsang untuk keperluan seksual. "Efek samping obat ini sangat berbahaya karena menurunkan tekanan darah secara drastis dan dapat menimbulkan keracunan hingga kematian bila digunakan berlebihan," kata dia.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa poppers memberikan efek perangsang yang tinggi namun dengan risiko kesehatan yang besar. "Efek yang timbul bila digunakan berlebihan meliputi penurunan tekanan darah, risiko keracunan dan kematian, kerusakan jaringan mukosa, efek psikologis dan kecanduan, serta meningkatkan risiko infeksi menular seksual seperti HIV/AIDS," jelas Dony.
Pilihan Editor: Polda Metro Jaya Kerahkan 1.516 Personel Amankan Debat Putaran Ketiga Pilkada Jakarta