Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak ada nama Harissandi di daftar perwira Kepolisian Daerah Jawa Timur yang lolos seleksi mengikuti Sekolah Pimpinan Menengah Kepolisian RI. Ada empat perwira menengah yang tercatat panitia seleksi pusat berhak mengikuti pendidikan di Lembang, Jawa Barat. Belakangan, berdasarkan surat telegram Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian yang terbit pada 24 April lalu, nama Harissandi masuk barisan perwira yang lolos seleksi dari jalur penghargaan.
Nilai akhir tertinggi personel Polda Jawa Timur diraih Komisaris Rentrix Ryaldi Yusuf dengan skor 663,12. Posisi berikutnya diisi Komisaris Arisandi dengan nilai 655,16, Komisaris Agus Bahari Paraham Artha (643,74), dan Komisaris Oskar Syam-suddin (630,20). Sedangkan nilai Harissandi berada di urut-an terbawah perwira yang disorong-kan Polda Jawa Timur untuk mengikuti pendidikan yang merupakan syarat kenaikan pangkat dan jabatan di kepolisian, yakni 630. Polda Jawa Timur semestinya hanya mendapatkan empat kuota perwira untuk mengikuti sekolah pimpinan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo membenarkan nilai Harissandi di angka 630. “Penghitung-an nilai tersebut berdasarkan ranking dan kuota kepolisian daerah masing-masing,” ujar Dedi di kantornya, Jumat, 10 Mei lalu.
Dalam surat telegram itu disebutkan ada 140 polisi yang terpilih mengikuti -sekolah perwira menengah pendidikan reguler ke-59. Ada pula satu personel yang lulus terpilih lewat jalur tiket holder, yang berasal dari Polda Bangka Belitung. Selain dua jalur tersebut, tercantum jalur peserta yang lulus merupakan penerima pengharga-an Kepala Polri sebanyak 42 orang, termasuk Harissandi. Jalur berikutnya peserta terpilih dari jalur kuota khusus sebanyak 33 orang.
Menurut seorang peserta tes, Harissandi tidak lolos mengikuti tes sekolah pimpinan melalui jalur reguler. Sumber ini mengatakan pria lulusan Akademi Kepolisian tahun 2000 itu hanya dinyatakan lolos dua dari tiga tes yang harus dijalani. Harissandi, kata dia, dinyatakan gagal dalam tes psikologi oleh panitia seleksi. “Waktu itu tes -psikologinya dilakukan di Jakarta karena di daerah tak bisa dilakukan akibat adanya kasus kebocoran materi tes di beberapa kepolisian daerah,” ujar perwira tadi.
Setelah dinyatakan lolos, perwira ini harus menjalani serangkaian tes lagi di Markas Besar Polri. Sumber ini mengaku kaget ketika di Jakarta dia bertemu dengan Harissandi yang sebelumnya tak lolos tes psikologi. “Harissandi mengatakan ke Jakarta karena diterima lewat jalur penghargaan,” katanya. “Dia mengaku terpilih melalui jalur ini setelah dianggap berhasil memimpin kasus Vanessa.”
Menurut seorang peserta tes, Harissandi tidak lolos mengikuti tes sekolah pimpinan melalui jalur reguler. Sumber ini mengatakan pria lulusan Akademi Kepolisian tahun 2000 itu hanya dinyatakan lolos dua dari tiga tes yang harus dijalani. Harissandi, kata dia, dinyatakan gagal dalam tes psikologi oleh panitia seleksi.
Karena berbeda jalur, menurut sang sumber, Harissandi tak langsung menjalani tes seperti kandidat reguler. Ia mendapatkan kelas khusus agar peserta di jalur ini tak kesulitan mengikuti serangkaian tes di Markas Besar Polri. Setelah itu, perwira ini mengaku tak pernah bertemu lagi dengan Harissandi. Ketika terbit surat telegram Kapolri pada 24 April, perwira tadi kaget karena namanya tak ada di daftar. Padahal ia sudah diberi tahu panitia bahwa nilai tesnya di daerah dan di Jakarta terbilang unggul. “Ternyata saya tersingkir karena mendadak ada jalur penghargaan yang diumumkan sehari sebelum terbit telegram Kapolri,” ujarnya.
Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan Harissandi memang tidak lolos tes psikologi, yang berlangsung di tiap daerah, pada Oktober 2018. Namun, kata dia, tes psikologi diulang di Jakarta karena sebelumnya ada kebocoran materi tes di daerah. “Saat ada kecurangan itu, AKBP Harissandi tidak lolos,” ucap Dedi. Dalam ujian ulang yang digelar pada Februari 2019 itu, menurut dia, Harissandi lolos dengan nilai 630.
Karena kuota jalur reguler penuh, polisi memasukkan nama Harissandi ke barisan jalur penghargaan bersama 41 nama lain. Dedi membantah tuduhan bahwa polisi membuat jalur ini untuk meloloskan orang-orang yang terpental di jalur reguler. “Ini bentuk apresiasi Kapolri atas kinerja anggotanya,” ujarnya.
Kinerja yang dimaksudkan Dedi adalah prestasi di bidang penanganan perkara dan operasional. Harissandi terakhir memimpin penanganan kasus artis Vanessa Angel, yang semula dituduh terlibat prostitusi online tapi belakangan dijerat dengan tu--duhan penyebaran kon-ten asusila. Menurut Dedi, Polda Jawa Timur mengusulkan Kepala Subdirektorat V Siber Crime Polda Jawa Timur berpangkat ajun komisaris besar ini karena salah satunya dianggap berhasil menangani perkara Vanessa. “Kasusnya berskala nasional,” kata Dedi.
Selain menggarap kasus yang menjerat Vanessa Angel, Harissandi dianggap berhasil menangani perkara, antara lain, penipuan lambang Konsulat Jenderal Amerika Serikat; pornografi online yang melibatkan mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur; dan prostitusi online gigolo. Tapi kasus Vanessa dianggap prestasi luar biasa yang dikerjakan Harissandi dan timnya. Sejak awal, Polda Jawa Timur mengumbar drama penangkapan Vanessa di Hotel Vasa, Surabaya, pada awal Januari lalu. Markas Besar Polri sempat menegur tim Harissandi karena dianggap terlalu berlebihan mengekspos kasus Vanessa.
Belakangan, tim pengacara Vanessa dalam waktu dekat akan melaporkan tim penyidik pimpinan Harissandi ke Divisi Profe-si dan Pengamanan Polri dengan tuduhan merekayasa kasus. Mereka menuding penyidik tidak profesional karena tak pernah mengungkap secara jelas ke publik sosok Rian Subroto, pria yang disebut polisi seba-gai pemesan jasa Vanessa. Terakhir, tim kuasa hukum Vanessa mengaku mengantongi kejanggalan lain menyangkut asal-usul duit yang dikirim kepada Tentri Novan-ta, sang muncikari, untuk “membungkus” Vanessa. “Ternyata bukan dari Rian yang selama ini disebut polisi, tapi dari orang yang dekat dengan polisi,” ujar pengacara Vanessa, Milano Lubis.
Milano Lubis/Istimewa
Saat dihubungi Tempo, Harissandi—yang tengah menjalani sekolah pimpinan di Lem-bang—menyangkal anggapan bahwa dia tidak lolos pendidik-an yang diikutinya sejak awal Mei tersebut. “Saya ikut sekolah sesuai dengan prosedur,” katanya.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini kepolisian mengadakan jalur kuota khusus untuk penerimaan sekolah pimpinan menengah di luar jalur reguler dan jalur penghargaan. Untuk kuota jalur penghargaan, jumlahnya tahun ini lebih banyak dibanding sebelumnya.
Sumber lain mengatakan, selain Harissandi, ada puluhan peserta yang namanya tercantum dalam surat telegram Kapolri yang sebenarnya tak lolos tes kesehatan. Nama mereka, kata dia, tersebar di daftar perwira yang berhak ikut sekolah pimpinan melalui jalur penghargaan dan khusus. “Jalur kuota khusus ini ditetapkan satu hari sebelum pengumuman dan memangkas jatah kuota reguler,” ucapnya. Perwira ini mengaku tidak tahu apa indikator jalur penghargaan dan khusus. Sekolah pimpinan merupakan syarat mutlak naik pangkat di kepolisian.
Brigadir Jenderal Dedi mengatakan jalur kuota khusus diadakan karena kebijakan dengan mempertimbangkan keterwakilan satuan kerja atau satuan wilayah. Misalnya satuan kerja dokter kesehatan, Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis), dan hubungan masyarakat yang pesertanya sangat sedikit atau bahkan kadang tidak ada perwakilan. “Supaya pola pembinaan karier tidak mandek atau tersendat,” ujarnya.
LINDA TRIANITA, ANTON APRIANTO, SETRI YASRA, MUSTAFA SILALAHI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo