Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Puluhan anak asal Jambi menjadi korban perdagangan anak seorang pengusaha hiburan Jakarta.
Pelaku merekrut mantan korbannya sebagai komplotan untuk mencari korban baru.
Mereka menjadi korban pemerkosaan.
WAJAH Mentari mendadak murung ketika diminta mengingat kembali apa yang dialami Kejora, cucunya yang berusia 13 tahun. Kejora yang duduk di sampingnya terus menundukkan kepala. “Tak disangka cucu saya dijebak dan jadi korban perdagangan anak,” ujar perempuan 56 tahun itu kepada Tempo pada Ahad, 16 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sehari-hari, Mentari mengasuh Kejora—keduanya nama samaran—dan kakaknya di salah satu desa di Jambi. Ibu mereka meninggal dua tahun lalu. Adapun ayah mereka pergi entah ke mana sejak Kejora masih bayi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Mentari berjualan kue dan sesekali membantu memasak tetangganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syahdan, telepon seluler Kejora berdering pada Sabtu pagi, 4 Desember 2021. Kepada neneknya, ia mengatakan ada orang tua temannya yang ingin berbicara. Dia adalah Rizqi, 36 tahun, ibu ARS alias RIS, 15 tahun. RIS adalah teman Kejora.
Suasana Hotel All Sedayu di Kelapa Gading, Jakarta, 21 Januari 2022/TEMPO/M Taufan Rengganis
Rizqi meminta Mentari mengizinkan Kejora ikut acara pemberian sedekah di Desa Jerambah Bolong yang berjarak sekitar 6,5 kilometer dari rumahnya. Mentari mengizinkan. “Dia bilang acara hanya sampai sore dan dia meyakinkan saya untuk tidak khawatir, karena dia akan menjaga dan mengantarkan Kejora pulang,” ucapnya mengenang.
Hingga siang berganti malam, cucunya tidak kunjung pulang. Mentari mencoba menghubungi nomor telepon Kejora, tapi tidak aktif. Mereka menghubungi semua anggota keluarga dan mencari Kejora ke Jerambah Bolong. Hingga esoknya, Kejora tak diketahui rimbanya. Berhari-hari kemudian, sepupunya melihat notifikasi akun Instagram Kejora aktif. Mereka pun menelepon Kejora lewat fitur panggilan suara di aplikasi media sosial itu.
Di telepon, Kejora menangis dan minta dipulangkan. Samar-samar terdengar suara perempuan yang menghardiknya dan meminta Kejora menutup telepon. “Kami langsung melapor ke polisi,” tutur Mentari. Tapi polisi juga tidak berhasil melacak keberadaannya.
Lima hari setelah menghilang, Kejora mendadak muncul, tapi tak sendirian. Dia bersama Mawar dan Melati—bukan nama sebenarnya—remaja perempuan sebayanya. Mereka mengaku baru saja menempuh perjalanan panjang dari Jakarta dengan bus.
Kepada orang tua masing-masing, para remaja ini mengaku diajak ARS ke Jakarta. Yang membuat pilu, mereka juga mengaku diperkosa orang tak dikenal ketika menginap di hotel. Ditemani keluarga masing-masing, ketiganya melapor ke Kepolisian Resor Jambi.
Kepada polisi mereka bercerita bahwa di Jakarta ARS mempertemukan mereka dengan Sudin alias Koko, laki-laki 52 tahun. ARS menyebut Sudin sebagai pengusaha yang dermawan. ARS mengatakan pengusaha itu akan memberikan remaja ini masing-masing Rp 8 juta.
Mereka diinapkan di All Sedayu Hotel, Kelapa Gading, Jakarta Utara. “Kami menangis ingin pulang, tapi katanya tidak ada mobil,” ucap Kejora sambil menggenggam erat tangan neneknya. Menurut Kejora, Sudin melarang mereka pulang.
Selama di hotel, kata Kejora, Sudin memerkosanya, juga kedua temannya. Setelah memerkosa, Sudin memberikan Rp 3,5 juta kepada Kejora. Dari uang tersebut, ARS mengambil uang Rp 700 ribu. ARS juga meminta jumlah uang sama kepada Mawar dan Melati.
Sadar ada kejahatan perdagangan orang, polisi Jambi segera menangkap ARS dan Rizqi sehari setelah menerima laporan tiga remaja itu. Polisi menangkap ARS yang juga pulang dan Rizqi, ibunya, di Jambi.
Wakil Kepala Polres Jambi Ajun Komisaris Besar Rully Andi Yunianto mengatakan awalnya polisi menyangka laporan Mentari tentang tak pulangnya Kejora sebagai kasus anak hilang biasa. “Kami terkejut setelah ada pengakuan pemerkosaan,” ujar Rully, Selasa, 11 Januari lalu.
Sudin ditangkap saat masih menginap di All Sedayu Hotel pada 13 Desember 2021. Ketika itu, Sudin baru saja menerima dua remaja lain. Keduanya berusia 16 dan 18 tahun. Mereka dikirim oleh Putri alias PIS, 19 tahun, mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Jambi.
Menurut AKBP Rully, pada waktu yang hampir bersamaan polisi juga menerima laporan ada 13 remaja di Jambi hilang. Ketika diselidiki, ternyata anak-anak perempuan itu juga masuk kelompok mereka yang diserahkan kepada Sudin.
Putri sudah masuk penjara. Dari penelusuran polisi, rupanya ia dan ARS juga pernah menjadi korban perdagangan anak oleh Sudin. Belakangan keduanya diduga membantu bapak dua anak itu mencari korban baru.
Dari pelacakan jejak digital terungkap bahwa korban Sudin diperkirakan sebanyak 30 anak perempuan. Usia mereka rata-rata 13-15 tahun. Sudin kerap meminta para kaki tangannya mengirim foto kartu pelajar sebagai bukti bahwa calon korban yang akan dikirim masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Seseorang yang mengetahui proses pemeriksaan Sudin dan para tersangka lain mengatakan ada indikasi jumlah korban sindikat perdagangan anak itu mencapai 64 orang. Sebagian berasal dari luar Kota Jambi.
AKBP Rully enggan mengomentari besarnya jumlah korban. Tapi dia membenarkan ada kemungkinan korban Sudin dan jaringannya berjumlah lebih dari 30 anak. “Kami masih mengembangkan apakah ada sindikat lain yang terlibat dan apakah ada korban lain,” ujarnya.
Polisi menjerat para tersangka dengan Pasal 76f juncto Pasal 83 Undang-Undang Perlindungan Anak dan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 17 Undang-Undang Pemberantasan Tindakan Pidana Perdagangan Orang. Ancaman hukuman pasal ini maksimal 15 tahun penjara.
Meski sebagian korban tinggal di luar kota, Kepolisian Daerah Jambi tetap menyerahkan penanganan kasus ini ke Polres Jambi. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi Komisaris Besar Kaswandi Irwan beralasan dugaan perdagangan anak ini sudah ditangani kepolisian resor sejak awal. “Kami akan tetap mendukung, tidak sepenuhnya kami lepaskan,” tuturnya.
Ditemui di tahanan Polres Kota Jambi pada Rabu, 12 Januari lalu, Sudin mengakui ia memanfaatkan ARS untuk membawa Kejora dan dua anak perempuan lain ke Jakarta. Dia selalu menempatkan para korbannya di All Sedayu Hotel. “Karena dekat dari rumah,” ucapnya.
Pria yang mengaku pemilik gerai hiburan dan spa di Jakarta Pusat, Fortune, ini sehari-hari tinggal di The Villas, kompleks perumahan mewah di atap Mal of Indonesia (MoI). All Sedayu Hotel juga menempel di MoI. Sudin kerap menggunakan akses yang menghubungkan rumahnya dan hotel.
Sudin mengaku menjadi pelanggan istimewa hotel bintang empat itu. Dia biasa memesan kamar dengan memakai identitas orang lain. Berdasarkan dokumen pemesanan hotel yang diperoleh polisi, sewaktu ditangkap, Sudin menyewa kamar atas nama Adi Santoso. “Jika saya pesan kamar, saya minta pakai nama orang lain,” kata Sudin.
Sudin mengaku jaringannya terbentuk sekitar setahun lalu. Awalnya, dia berkenalan dengan Putri alias PIS saat berkunjung ke Jambi. Dari Putri, ia mengenal ARS dan membawanya ke Jakarta.
Sudin mengupah Putri dan ARS Rp 1-2 juta setiap kali mengirim remaja ke Jakarta. Sudin menanggung biaya transportasi mereka dari Jambi ke Jakarta naik bus. Dia membantah mengincar anak di bawah umur. “Awalnya saya lebih suka mahasiswa, tapi entah kenapa belakangan anak-anak yang datang,” ucapnya berkilah.
Ditemui di tahanan Polres Jambi, Rizqi mengaku hanya membantu anaknya, ARS, untuk merayu keluarga para calon korban. Dia juga bertugas menyiapkan tiket dan keperluan lain saat para remaja itu ia kirim ke Jakarta. Upah pengiriman para remaja dari Sudin itu ia pakai untuk menyekolahkan anaknya. “Juga untuk bayar sewa rumah,” ujarnya.
Tempo mendatangi Spa Fortune di kawasan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, untuk mengkonfirmasi pengakuan Sudin. Manajer Spa Fortune Jakarta Pusat, Irfan, membantah jika Sudin disebut memiliki saham di situ. “Tidak ada nama Sudin di kepemilikan Fortune,” ujarnya, Jumat, 21 Januari lalu.
Saat ditunjukkan foto Sudin, Irfan juga menyangkal mengenalnya. “Paling orang yang mengklaim punya saham Fortune,” katanya. “Banyak orang seperti itu.” Di kalangan pengusaha hiburan, Sudin memang terkenal punya kaitan dengan Fortune, meski bisa saja ia hanya mengaku-aku.
Adapun salah satu anggota staf All Sedayu Hotel, Eman Sahiman, mengatakan kasus dugaan perdagangan anak Sudin adalah persoalan pribadi tamu. “Hotel kami tidak memiliki kaitan dengan dia, hanya kebetulan kasusnya terjadi di sini,” tuturnya.
Saat ini, proses hukum terhadap para tersangka masih berlangsung. Penyidik mendahulukan berkas pemeriksaan ARS karena ia masih di bawah umur. Pengadilan Negeri Jambi memvonis ARS bersalah dan dihukum dua tahun bui serta harus menjalaninya di penjara anak sejak Rabu, 12 Januari lalu. Hakim juga mewajibkan ARS mengikuti pelatihan kerja selama tiga bulan di Balai Rehabilitasi Sosial Anak. Adapun berkas pemeriksaan Sudin, Rizqi, dan Putri sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jambi.
Meski para tersangka sudah ditangkap, Kejora dan bocah yang lain masih trauma. “Ada yang tidak mau sekolah lagi,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Kota Jambi Merry Marwati, yang mendampingi para korban.
Wakapolresta Jambi AKBP Ruli Andy Yunianto/M. Ramond EPU
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Jambi Rosa Rosilawati mengatakan pihaknya sudah memberikan pendampingan psikologis kepada para korban. Sebagian korban juga sudah mereka periksa kesehatannya.
Menurut Rosa, rata-rata korban perdagangan anak Sudin berasal dari keluarga kurang mampu. Keadaan ekonomi dan usia belia membuat mereka tak kuasa menolak bujuk rayu Sudin dan komplotannya. “Kami dampingi terus agar mereka tak menjadi korban seumur hidup,” ucapnya.
AGUNG SEDAYU, FRANSISCO ROSARIANS, RAMOND EKA PUTRA USMAN (JAMBI)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo