Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah dua tahun terakhir ini Karen Arthur tak bisa tidur nyenyak. Mantan model itu gundah karena sejumlah benjolan muncul di tangan, dada, dan ketiaknya. Rasa nyeri pun menjalari tubuh perempuan 30 tahun ini.
Benjolan itu muncul setelah Karen menanam implan silikon di payudaranya. Ia mengaku terbujuk rayuan sebuah klinik bahwa implan silikon tidak berbahaya. "Mereka bilang garansinya 10 tahun dan tidak akan pecah," ujar ibu satu anak ini, Ahad pekan lalu.
Warga Kota Bournemouth, Inggris, ini harus membayar 4.600 pound sterling atau Rp 64,8 juta untuk memperindah bentuk payudaranya di sebuah rumah sakit swasta di London pada 2004. Untuk alasan keamanan, Karen memilih Transform, jaringan operasi plastik terkemuka di negeri itu. Ia tak tahu kalau saat itu Transform mendapat pasokan implan dari perusahaan Prancis, Poly Implants Protheses (PIP), yang menggunakan silikon untuk industri sebagai bahan bakunya.
Awalnya Karen, yang juga guru dansa, puas atas hasil operasi itu. Ia menjadi lebih percaya diri setelah melahirkan. Lalu kondisinya berbalik 180 derajat ketika benjolan mulai muncul di tubuhnya. "Saya pikir saya terkena kanker." Hasil pemindaian membuktikan implan di payudaranya bocor dan merembes ke kelenjar getah bening di ketiak. "Menakutkan sekali. Saya sampai stres. Saya masih merasakan nyeri dan sulit tidur," kata Karen, yang sedang beperkara dengan Transform.
Karen hanya satu dari 400-an ribu perempuan di 65 negara yang menerima implan silikon bikinan PIP. Mereka tersebar dari Eropa hingga Amerika Latin. Di Prancis saja terdapat 30-an ribu perempuan menanam implan sejenis.
Malangnya, implan itu terbuat dari silikon industri, yang biasa digunakan untuk pembuatan suku cadang perangkat elektronik dan komputer. Bahan itu tak lulus uji kesehatan dan berisiko pecah. PIP menggunakan bahan itu untuk menekan biaya produksi.
Pemerintah Prancis telah menutup pabrik PIP di selatan Prancis pada April 2010 karena terbukti membuat implan dari bahan berbahaya. "Saya sudah memerintahkan agar kasus ini diselidiki," ujar Menteri Kesehatan Prancis Xavier Bertrand, Selasa pekan lalu.
Skandal ini terkuak setelah ditemukan 20 kasus kanker pada perempuan Prancis yang mendapat implan silikon, 16 di antaranya kanker payudara. Namun menurut ketua lembaga kesehatan konsumen Prancis, AFSSAPS, Dominique Maraninchi, belum ada bukti kasus itu berkaitan dengan implan silikon. Lembaga itu menyebutkan memang terdapat 1.143 implan pecah dan 495 kasus peradangan.
Meski begitu, Menteri Anggaran Prancis Valérie Pécresse meminta semua perempuan yang menerima implan segera menemui ahli bedahnya. "Kita menghadapi krisis kesehatan. Tak ada pilihan lain, seluruh implan harus diangkat." Pemerintah Prancis siap mengeluarkan US$ 78 juta atau sekitar Rp 709 miliar untuk mengangkat implan itu.
Jaksa di Marseille, yang dekat dengan laboratorium PIP di Seyne-sur-Mer, telah menerima 2.500 keluhan yang meminta agar kasus itu diselidiki.
Pemerintah Inggris juga sedang menyelidiki skandal operasi plastik ini. Lebih dari 40 juta perempuan di negara itu menerima implan silikon PIP. Menurut seorang ahli bedah, lebih dari satu implan pecah dalam setiap 10 kasus implan bermasalah. Namun Fazel Fatah, anggota komisi penyelidikan kasus ini, menyebutkan jumlah implan rusak lebih dari 7 persen.
"Implan ini tidak cocok untuk manusia sehingga harus diangkat. Silikon ini tidak memenuhi standar kesehatan," kata Presiden Asosiasi Operasi Plastik Inggris itu. Kalaupun tak pecah, kata Fatah, implan bisa bocor dan merembes ke jaringan tubuh, menutup kelenjar getah bening, serta menyebabkan radang dan nyeri.
Namun Transform menyatakan hanya terjadi 108 kasus sejak 2005, tujuh di antaranya implan pecah. Menurut mereka, jumlah itu sangat kecil.
Seorang peneliti Prancis mengatakan implan itu mengandung Baysilone, Silopren, dan Rhodorsil. Baysilone adalah zat adiktif bahan bakar, sedangkan Silopren dan Rhodorsil untuk bahan pembuatan tabung karet. Ahli racun yang meneliti implan itu, Andre Picot, mengatakan pencampuran bahan-bahan tersebut tidak dibenarkan.
Italia bertindak lebih berani. Jaksa di Turin memerintahkan agar pendiri PIP, Jean-Claude Mas, 72 tahun, diselidiki. Sekitar 5.000 perempuan menerima implan serupa di Italia. Mas menghadapi tuduhan penipuan dan menjual produk yang membahayakan kesehatan.
Sapto Yunus (The Telegraph, The Guardian, BBC, ANSA)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo