Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Telepon seluler jutawan Jeff Bezos terbukti diretas setelah menerima pesan aneh dari Pangeran Salman.
Spyware itu mungkin disusupkan oleh Saud al-Qahtani, orang dekat Pangeran Salman.
Peretasan oleh spyware buatan Israel itu juga diduga berkaitan dengan pembunuhan kolumnis Jamal Khashoggi.
SETELAH tiga pekan berkeliling Amerika Serikat, Pangeran Muhammad bin Salman menyempatkan diri menghadiri perjamuan makan malam yang digelar Brian Grazer, produser film A Beautiful Mind, di Hollywood, Los Angeles. Di sanalah pada Rabu malam, 4 April 2018, itu, Putra Mahkota Arab Saudi tersebut bertemu dengan para jutawan Amerika, seperti Robert Allen Iger, CEO The Walt Disney Company; Evan Thomas Spiegel, pendiri perusahaan media sosial Snapchat; Kobe Bryant, pengusaha dan legenda bola basket; serta Jeffrey Preston Bezos, pendiri Amazon dan pemilik surat kabar Washington Post.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan nama terakhir itu, Pangeran Salman bertukar nomor telepon seluler. Saat itu, Bezos mengirim pesan “Halo MBS” melalui WhatsApp, yang esoknya dibalas “Halo, saya simpan nomor ini” oleh Salman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kurang dari sebulan kemudian, pada 1 Mei 2018, Bezos menerima sebuah pesan WhatsApp berisi file video sebesar 4,22 megabita. Menurut laporan rahasia FTI Consulting—firma yang disewa Bezos untuk menyelidiki dugaan peretasan telepon selulernya—sejak menerima pesan itu, ponsel Bezos mulai mengirim data secara masif dan tanpa izin. Ini terus terjadi dan meningkat selama berbulan-bulan. Data yang keluar melonjak 29 ribu kali lipat dari rata-rata sebelumnya.
Dari hasil uji forensik digital terhadap gawai itu, FTI menduga ponsel Bezos telah diretas dengan spyware Pegasus bikinan NSO Group—perusahaan jasa keamanan siber Israel—atau oleh program Galileo buatan Hacking Team. Spyware adalah program komputer jahat yang dirancang untuk memata-matai orang dengan meretas ponsel sasaran. Spyware tersebut mungkin disusupkan oleh Saud al-Qahtani, Presiden Federasi Keamanan Siber, Pemrograman, dan Pesawat Nirawak Saudi.
Al-Qahtani lama bekerja sama dengan Hacking Team, pengembang program yang digunakan banyak negara untuk memata-matai pembangkang dan kepentingan lain. Jutawan Saudi itu bahkan membeli 20 persen saham Hacking Team, yang diduga atas nama pemerintah Saudi. Menurut FTI, pada Mei 2015, dua klien Hacking Team meminta perusahaan itu membuat program yang bisa menginfeksi ponsel melalui pesan WhatsApp.
Dua Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pembunuhan di Luar Hukum, Agnès Callamard dan David Kaye, merilis laporan serupa. Mereka yakin ponsel Bezos diretas dengan Pegasus-3 dari NSO Group yang diserahkan kepada rezim Saudi, khususnya Pengawal Kerajaan Saudi, pada November 2017. “Dugaan peretasan telepon Bezos dan yang lain menuntut penyelidikan segera oleh Amerika dan otoritas terkait lain,” kata Callamard dan Kaye di Jenewa, Swiss, pada Sabtu, 25 Januari lalu.
Pangeran Arab Saudi Muhammad bin Salman dalam acara kenegaraan di Riyadh, 12 Januari 2020. Bandar Algaloud/Courtesy of Saudi Royal Court/Handout via REUTERS
Peretasan tersebut ditengarai memungkinkan orang-orang dekat Pangeran Salman memperoleh data pribadi dan rahasia tentang kehidupan pribadi Bezos. Informasi itu kemudian dibocorkan ke tabloid Amerika, National Enquirer. Pada Februari 2019, Bezos menuduh media itu telah “memeras” dirinya setelah mempublikasikan pesan-pesan teks antara dia dan selingkuhannya, mantan presenter televisi, Lauren Sánchez. Sebulan sebelumnya, dia dan istrinya, MacKenzie Bezos, mengumumkan rencana bercerai.
Penyelidikan dua Pelapor Khusus PBB tadi juga mengungkap kronik sebelum pembunuhan Jamal Khashoggi, jurnalis Saudi dan kolumnis surat kabar Washington Post. Ponsel Yahya Assiri, aktivis hak asasi manusia Saudi; dan Omar Abdulaziz, aktivis politik Saudi, ternyata juga diretas. Keduanya sering berkomunikasi dengan Khashoggi. Dua ponsel pembangkang Saudi, Ghanem al-Dosari, pun diserang dengan pesan teks yang terindikasi menggunakan infrastruktur NSO Group. Ponsel pejabat Amnesty International di Saudi juga menjadi sasaran infeksi melalui tautan WhatsApp yang mengarah ke situs yang dikendalikan NSO Group.
Khashoggi, pengkritik keras Kerajaan Saudi, disiksa dan dibunuh di konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018. Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) menyatakan Pangeran Salman terlibat dalam pembunuhan itu, tapi dibantah pemerintah Saudi.
Pemerintah Saudi membenarkan informasi kematian Khashoggi di dalam konsulatnya, tapi mereka berdalih bahwa dia tewas karena interogasi yang berakhir buruk. Pada 24 Desember 2019, pengadilan pidana Riyadh mengadili sebelas terdakwa kasus pembunuhan itu. Tanpa menyebut nama-nama terdakwa, pengadilan menjatuhkan vonis mati kepada lima orang dan tiga lainnya dihukum penjara dengan masa hukuman bervariasi karena “perannya dalam menutup-nutupi kejahatan dan melanggar hukum”. Tiga orang dibebaskan.
Jaksa menyatakan wakil kepala badan intelijen, Ahmad al-Asiri, mengawasi interogasi terhadap Khashoggi atas nasihat Saud al-Qahtani. Keduanya orang dekat Pangeran Salman. Al-Qahtani diselidiki, tapi tidak didakwa karena kurang bukti. Al-Asiri diadili, tapi kemudian dibebaskan karena alasan yang sama. Keduanya dipecat dari jabatan masing-masing.
Pengadilan juga menyatakan Mohammad al-Otaibi, Konsul Jenderal Saudi di Istanbul saat itu, tidak bersalah dan dibebaskan dari tahanan karena alibi yang diperkuat sejumlah saksi di Turki. Pelapor PBB menilai pengadilan Riyadh yang tertutup itu tak memenuhi standar internasional peradilan dan belum mengungkap otak di belakang pembunuhan.
Di Amerika Serikat, terbongkarnya peretasan ponsel Jeff Bezos mendorong pembukaan kembali kasus pembunuhan Khashoggi yang masih gelap dan ancaman Pegasus. Chris Murphy, senator Partai Demokrat dari Connecticut, Amerika Serikat, memulainya dengan mengirim surat tentang perlunya penyelidikan dugaan peretasan ponsel Bezos. Surat itu ditujukan kepada Direktur Intelijen Nasional (DNI) Joseph Maguire dan Direktur Biro Penyelidik Federal (FBI) Christopher Wray pada Rabu, 29 Januari lalu. “Operasi terhadap Bezos menimbulkan kekhawatiran serius bahwa warga negara Amerika lain mungkin secara sengaja menjadi sasaran Kerajaan Arab Saudi,” tulis Murphy.
Ron Wyden, senator Partai Demokrat dari Oregon, meminta Presiden Donald Trump merilis laporan mengenai kematian Khashoggi. Tujuannya, kata anggota Komisi Intelijen Senat itu, “Menyebut nama-nama orang yang memerintahkan (pembunuhan), yang terlibat, dan apa yang mungkin dilakukan untuk mencegahnya.”
Nama Saud al-Qahtani mencuat sebagai orang di balik peretasan oleh Pegasus. Namun, sejak dipecat dari jabatan di pemerintahan setelah kasus Khashoggi mencuat, Al-Qahtani seakan-akan lenyap ditelan bumi. Menurut Middle East Eye, dia tak lagi tampak di muka umum atau menulis di media sosial seperti yang rutin dilakukannya.
Pada 28 Agustus 2019, Iyad al-Baghdadi, aktivis Palestina dan pengkritik rezim Saudi yang eksil ke Oslo, Norwegia, sempat mencuit bahwa dia menerima kabar Al-Qahtani telah dibunuh dengan racun oleh Pangeran Salman. “Sumber ini berkedudukan baik dan informasinya layak dipercaya selama hampir setahun. Saya tak bisa mengungkap apa pun tentang sumber ini,” tulisnya di Twitter.
Badan intelijen Norwegia kemudian menempatkan Al-Baghdadi di bawah perlindungan khusus setelah CIA memperingatkan bahwa nyawa aktivis itu dalam bahaya dan mungkin menjadi sasaran agen intelijen Saudi. Hingga kini, baik Al-Qahtani maupun pemerintah Saudi belum mengeluarkan pernyataan apa pun atas isu yang dilontarkan Al-Baghdadi.
IWAN KURNIAWAN (AL JAZEERA, VANITY FAIR, BBC, THE GUARDIAN, THE TIMES OF ISRAEL)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo