Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK ada persekutuan sejati dalam politik. Itu pula yang terjadi dalam koalisi dinasti politik Duterte dan Marcos yang pecah sejak muncul perbedaan sikap politik antara mantan presiden Rodrigo Duterte dan Presiden Filipina Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dulu keduanya bersatu. Menjelang pemilihan umum 2022, dinasti politik Duterte dan Marcos berkongsi untuk menguasai Filipina. Presiden Rodrigo Duterte, yang tak dapat mencalonkan diri lagi, berkepentingan agar presiden berikutnya dapat menjamin keselamatannya setelah dia lengser. Saat itu Duterte sedang diincar Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas dugaan pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran hak asasi manusia dalam program pemberantasan narkotik. Adapun klan Marcos ingin kembali duduk di Istana Malacañang setelah Presiden Ferdinand Marcos, yang dituduh melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, tersingkir melalui kekuatan rakyat pada 1986.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keluarga Marcos berutang budi kepada Rodrigo Duterte. Duterte-lah yang merestui jasad Ferdinand Marcos dipindahkan dari makam keluarga di Ilocos Norte ke Taman Makam Pahlawan di Manila. Pemindahan ini seperti membersihkan legasi hitam Ferdinand Marcos.
Koalisi dua dinasti itu menguat setelah Bongbong berencana maju sebagai calon presiden pada 2022. Sara Duterte-Carpio, bekas Wali Kota Davao, mempersilakan Bongbong maju dan dia sendiri mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Keputusan Sara ini belakangan disesali Duterte. Bongbong dan Sara menang dalam pemilihan umum dan terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.
Tak lama setelah menjabat, Presiden Bongbong menegaskan bahwa Filipina telah “selesai berbicara dengan ICC” dan menolak klaim yurisdiksi ICC terhadap negerinya. Duterte, saat menjabat presiden, telah menarik Filipina dari keanggotaan Statuta Roma, yang menjadi dasar pendirian ICC, pada Maret 2019 sehingga, menurut Duterte, tak ada dasar yurisdiksi ICC untuk melakukan penyelidikan di Filipina.
Bulan madu Duterte dan Marcos ternyata tak sampai dua tahun. Pada Januari 2024, tersiar kabar bahwa pemerintahan Bongbong mengizinkan penyelidik ICC masuk Filipina untuk memulai penyelidikan kasus Duterte. Bongbong juga menggalang dukungan publik untuk mengamendemen konstitusi dengan alasan mempermudah investor asing masuk. Namun kubu Duterte menuding tujuan sebenarnya amendemen itu adalah memperpanjang masa jabatan kepresidenan.
Duterte tak tinggal diam. Dia dan para pendukungnya menggalang dukungan publik untuk menolak amendemen konstitusi. Duterte juga menuding Bongbong sebagai pengguna narkotik. Tuduhan-tuduhan itu dibantah Bongbong.
Tak cukup sampai di situ, Duterte pun mengeluarkan kartu baru: Mindanao merdeka, terpisah dari Republik Filipina. “Ini bukan pemberontakan, ini bukan hasutan,” ucap Duterte, seperti dikutip GMA, dalam sebuah konferensi pers di Kota Davao, Mindanao, 31 Januari 2024.
Menurut Duterte, langkah menuju pemisahan wilayah itu dapat dilakukan melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dia juga telah menunjuk Pantaleon Alvarez, bekas ketua parlemen, untuk memimpin gerakan tersebut. “Saya pikir ada sebuah proses di PBB melalui pengumpulan tanda tangan dari semua pihak di Mindanao yang diverifikasi di bawah sumpah di hadapan banyak orang untuk memutuskan bahwa kita menginginkan pemisahan,” kata Duterte.
Mindanao adalah pulau terbesar kedua di negeri itu setelah Luzon, tempat ibu kota negara Manila berada. Daerah ini menjadi basis tradisional pendukung dinasti politik Duterte. Di Davao, kota terbesar di Mindanao, itulah Duterte meniti karier politik hingga menjadi presiden. Sara Duterte menjadi Wali Kota Davao sebelum terpilih sebagai wakil presiden pada 2022. Kursi Wali Kota Davao kini dipegang Sebastian Zimmerman Duterte, adik bungsu Sara.
Mindanao sudah lama dilanda konflik. Front Pembebasan Islam Moro (MILF), milisi suku Moro di Mindanao, melawan tekanan militer pemerintah sejak zaman Presiden Ferdinand Marcos. Perlawanan makin kencang dengan munculnya Tentara Rakyat Baru, sayap militer Partai Komunis Filipina. Duterte berusaha meredam perlawanan itu dan akhirnya tercapai perdamaian dengan terbentuknya Wilayah Otonom Bangsamoro pada 2019. Ide Mindanao merdeka seakan-akan memperkeruh lagi kondisi ini.
Menurut SunStar, media Filipina, Duterte mengangkat isu ini karena munculnya kekecewaan besar masyarakat Mindanao terhadap pemerintahan masa lalu dan saat ini dalam mengelola sumber daya dan pajak wilayah itu. Namun seruan Duterte tersebut mendapat tentangan dari beberapa pejabat pemerintah di tingkat lokal, lembaga pemerintah pusat, dan parlemen.
Presiden Bongbong berusaha menahan kampanye Duterte itu. “Saya sangat mengimbau semua pihak untuk menghentikan seruan pemisahan Mindanao. Ini merupakan pelanggaran berat terhadap konstitusi,” tuturnya dalam pidato pada 8 Februari 2024.
Sejumlah anggota parlemen juga menentangnya. “Tidak ada tuntutan untuk mengejar kemerdekaan. Kami tinggalkan seruan kemerdekaan dan memilih otonomi sejati. Tidak ada jalan selain merangkul politik nasional, tidak hanya untuk masyarakat Filipina, tapi juga untuk diri kami sendiri,” ujar Zia Alonto Adiong, anggota parlemen dari Lanao del Sur, Wilayah Otonom Bangsamoro, Selasa, 13 Februari 2024. Adiong menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers bersama tiga anggota legislatif lain.
“Saya adalah bagian dari generasi kedua minoritas muslim yang menyaksikan dampak perang yang paling berat. Saya tahu bau mayat yang membusuk. Saya tahu suara pistol. Kami akan menjadi orang pertama yang mengatakan bahwa ini sudah selesai dan kami akan bergerak lebih maju,” ucap Adiong, seperti dikutip Philstar.com. Para anggota parlemen juga memperingatkan bahwa seruan untuk memisahkan diri akan mengancam kedaulatan negara.
Pejabat pertahanan Bongbong juga berupaya meredam seruan Duterte. “Mandat Departemen Pertahanan adalah menjamin kedaulatan negara dan keutuhan wilayah negara sebagaimana tertuang dalam konstitusi. Kami akan menegakkan mandat ini secara ketat baik secara eksternal maupun internal,” tutur Menteri Pertahanan Gilbert Teodoro dalam pernyataannya.
Panglima Angkatan Bersenjata Filipina Jenderal Romeo Brawner Jr. yakin terhadap profesionalisme tentara dan menekankan bahwa militer yang bersatu dan kuat adalah salah satu fondasi negara yang kukuh. “Saat kami memasuki dinas militer, kami bersumpah akan selalu mengikuti rantai komando serta setia pada konstitusi dan otoritas yang kami miliki,” kata Brawner, seperti dikutip kantor berita Filipina PNA, saat berkunjung ke markas Komando Mindanao Barat di Kota Zamboanga, 4 Februari 2024.
Kepala Kepolisian Nasional Filipina (PNP) Jenderal Benjamin Acorda Jr. juga mengatakan pasukannya akan mengerahkan segala upaya untuk menekan semua usaha memecah belah negara. “Saya sangat yakin PNP 100 persen menentang segala upaya perpecahan dan akan bersatu membela bangsa dan menjaga apa yang tertuang dalam konstitusi. Ini semua didefinisikan dalam konstitusi—wilayah dan kedaulatan kita,” ujar Acorda di Camp Crame, markas besar PNP di Kota Quezon, bagian dari Metropolitan Manila.
Presiden Bongbong kemudian juga mengunjungi Mindanao dan meminta militer melakukan pendekatan baru dalam menangani konflik. “Sekarang ada dimensi tambahan pada pekerjaan kalian. Misi kalian bukan sekadar berperang, tapi juga membawa perdamaian dan harus ingat bahwa yang kita hadapi adalah orang Filipina pula,” tuturnya, seperti dilaporkan PNA, dalam pidato di markas Brigade Infanteri 401 di Prosperidad, Agusan del Sur, Mindanao, 16 Februari 2024.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kartu Mindanao Duterte"