Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Konsorsium BioRescue mengumumkan keberhasilan melakukan transfer embrio badak pertama kali di dunia.
Transfer embrio itu dilakukan pada badak putih selatan di Ol Pejeta Conservancy di Kenya, Afrika, pada 24 September tahun lalu.
Keberhasilan ini membuka jalan bagi ilmuwan untuk segera mentransfer embrio badak putih utara yang jumlahnya kini tersisa dua individu.
KABAR menggemparkan tentang keberhasilan ilmuwan Jerman yang melakukan transfer embrio badak pertama di dunia tidak membuat Muhammad Agil terkejut. Ketua Tim Teknologi Reproduksi Berbantu (ART) Badak pada Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) Institut Pertanian Bogor (IPB University) itu sudah mafhum sehari sebelum Konsorsium BioRescue mengumumkannya pada konferensi pers, 24 Januari 2024. “Fetusnya ditunjukkan Thomas Hildebrandt melalui Zoom,” kata Agil di kampus IPB University, Bogor, Jawa Barat, Senin, 12 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Thomas Hildebrandt dari Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (Leibniz-IZW) di Berlin, Jerman, adalah kepala proyek BioRescue. BioRescue adalah konsorsium internasional yang terdiri atas para ilmuwan dan konservasionis yang memiliki misi menyelamatkan badak putih utara (Ceratotherium simum cottoni) dari ancaman kepunahan. Pasalnya, badak putih Afrika bagian utara ini hanya tersisa dua individu di dunia, yaitu Najin dan putrinya, Fatu, yang tinggal di Ol Pejeta Conservancy, Kenya, Afrika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Muhammad Agil, kepala laboratorium teknologi reproduksi berbantu Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis Institut Pertanian Bogor./Tempo/Dody Hidayat
Kedua betina itu tidak bisa memiliki keturunan secara alami lantaran pejantan badak putih utara telah punah dengan matinya badak bernama Sudan pada 18 Maret 2018. Itu sebabnya BioRescue menerapkan ART. Namun, sebagai langkah awal, peneliti mengimplementasikan teknik bayi tabung itu terhadap badak putih selatan (Ceratotherium simum simum) yang populasinya ditaksir Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) sebanyak 16.803 individu yang tersebar di 11 negara Afrika.
Di Kenya, populasi badak putih selatan sebanyak 873 individu. Sebanyak 44 individu berada di Ol Pejeta Conservancy, yang berada sekitar 250 kilometer di utara Nairobi. Dalam siaran persnya, Leibniz-IZW menulis, pada 24 September 2023, para ilmuwan dan dokter hewan mereka telah melakukan transfer embrio badak putih selatan ke induk titipan bernama Curra.
Sebelumnya embrio itu dihasilkan dari pembuahan sel telur yang berasal dari Elenore, badak putih selatan yang menghuni Kebun Binatang Pairi Daiza di Belgia, dengan sperma dari Athos, badak putih selatan dari Kebun Binatang Salzburg di Hellbrunn, Austria. Fertilisasi atau pembuahan secara in vitro menggunakan teknik injeksi sperma intrasitoplasmik (ICSI) dan dikembangkan menjadi blastosit (embrio tahap awal yang memiliki 100 sel) dilakukan di laboratorium Avantea, Italia.
Curra menunjukkan tanda kebuntingan dan para peneliti berencana memeriksanya pada 28 November 2023. Tapi Curra ditemukan mati akibat infeksi bakteri klostridium pada 25 November 2023. Saat jasadnya dibedah, ada janin berjenis kelamin jantan berumur 70 hari dengan panjang 6,4 sentimeter di rahimnya. Pada Januari 2024, analisis asam deoksiribonukleat (DNA) janin mengkonfirmasi kebuntingan merupakan hasil transfer embrio, bukan buah perkawinan Curra dengan pejantan pengusik bernama Ouwan.
Muhammad Agil mengatakan ia tak kaget atas keberhasilan itu karena ini kedua kalinya Thomas Hildebrandt mentransfer embrio ke rahim Curra. Agil mengaku, saat berkunjung ke Ol Pejeta Conservancy pada Februari 2023, ia diberi tahu bahwa Curra tengah mengandung. “Waktu itu para peneliti ragu apakah itu hasil transfer embrio atau perkawinan,” tutur Agil. Ia melanjutkan, tim hendak memastikannya dengan pengambilan cairan ketuban untuk analisis DNA pada umur kebuntingan 40 hari. “Sayangnya, janin menghilang pada umur kebuntingan 30 hari.”
Hildebrandt dalam siaran pers menuturkan, sangat pahit jika tonggak sejarah ini dikonfirmasi dengan kematian Curra dan janinnya. “Tapi saya yakin konsep yang terbukti ini adalah gelombang perubahan untuk kelangsungan hidup badak putih utara dan kesehatan ekosistem Afrika Tengah,” katanya. “Ini waktunya untuk mencapai kehamilan badak putih utara. Dengan bukti ini, kami ingin cepat-cepat membawa bayi badak putih utara ke lokasi yang lebih mendukung dalam dua-tiga tahun.”
Kondisi badak putih utara itu mirip dengan nasib badak Sumatera di Kalimantan (Dicerorhinus sumatrensis harrisoni) yang saat ini hanya tinggal dua individu: Pahu dan Pari. Pahu adalah badak betina yang berhasil ditranslokasikan dari habitatnya ke Suaka Badak Kelian milik PT Hutan Lindung Kelian Lestari di Kutai Barat, Kalimantan Timur, pada 2018. Adapun Pari, yang juga berjenis kelamin betina, saat ini masih berada di habitatnya di Kampung Nyaribungan, Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.
Pahu yang diperkirakan berumur 30 tahun itu, menurut Agil, tidak mungkin menjadi induk titipan bagi embrio yang dikembangkan dengan ART. “Subspesies badak Sumatera di Kalimantan ini memiliki tubuh lebih kecil dari badak Sumatera yang ada di Sumatera,” tutur Agil. “Jadi, kalau bunting, bayinya pasti berukuran besar, sehingga satu-satunya cara melahirkan adalah operasi caesar. Kalau caesar itu, induknya pasti mati,” ujar pengajar ilmu dan teknologi reproduksi serta ilmu kebidanan dan kemajiran Fakultas Kedokteran Hewan IPB University itu.
Hal lain, Agil menerangkan, Pahu memiliki kelainan pada organ reproduksinya. “Mungkin ada tumor pada ovarium atau indung telur sebelah kiri,” tutur Agil. Ini pula yang mungkin memicu gagalnya pengambilan sel telur Pahu pada 31 Oktober 2023. “Ovarium yang aktif hanya sebelah kanan, tapi saat dilakukan koleksi folikel ternyata kurang berkembang,” ujarnya. Biasanya hanya satu folikel yang matang dan melepaskan sel telur.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur Matheas Ari Wibawanto mengatakan Pahu dalam kondisi baik. “Kami rutin memantau perkembangan Pahu, baik di luar kandang maupun dalam kandang,” kata Ari saat dihubungi pada Kamis malam, 15 Februari 2024. “Setiap pagi, pengecekan kesehatan Pahu dilakukan oleh klinik kesehatan kami,” tuturnya. Adapun pihaknya terus memantau Pari yang berada di habitat alami.
Ari mengatakan pihaknya ingin mengevakuasi Pari secepatnya. Hal itu diperlukan karena Pari dapat menambah pasokan bibit atau sel telur untuk ART, yang mau tidak mau harus dilakukan. “Kami pengin secepatnya, walaupun ada beberapa kendala dalam hal sumber daya,” ucap Ari. Ihwal target evakuasi Pari, Ari mengatakan hal itu akan dilakukan tahun ini. “Kami sudah berkoordinasi. Dalam beberapa hari ke depan kami lakukan komunikasi dengan sejumlah pihak, termasuk pemerintah daerah, yakni Dinas Lingkungan Hidup Kalimantan Timur.”
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Satyawan Pudyatmoko menjelaskan, ART adalah salah satu strategi yang tercantum dalam Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor SE4 tanggal 28 Maret 2023 tentang arahan pelaksanaan kegiatan prioritas pengelolaan badak Sumatera. “Ini teknik yang memanipulasi fungsi dan/atau organ reproduksi untuk mencapai kehamilan dengan tujuan akhir menghasilkan keturunan yang sehat,” katanya melalui jawaban tertulis, 14 Februari 2024.
Satyawan mengatakan pengambilan sel telur Pahu tahun lalu itu dilakukan tim KLHK bersama Tim ART Badak SKHB IPB University dan Leibniz-IZW di bawah pimpinan Thomas Hildebrandt. “Akan dilakukan pengambilan sel telur kembali, tapi perlu melihat kondisi Pahu lebih dulu,” tutur Satyawan. Muhammad Agil pun mengamini Satyawan. Menurut dia, pengambilan sel telur Pahu akan dilakukan kembali pada akhir April dan Oktober 2024. “Mudah-mudahan bisa berhasil mendapatkan sel telur dari Pahu.”
Agil menambahkan, pengambilan sel telur badak akan rutin dilakukan dua kali setahun. Jadwalnya akan disesuaikan dengan ketersediaan waktu tim Thomas Hildebrandt. “Mereka datang dengan biaya perjalanan sendiri. Itu merupakan kontribusi Leibniz-IZW,” ujar Agil. Selain menyediakan asistensi, kata dia, Hildebrandt membawa peralatan yang dirancang-bangun secara khusus untuk ART, misalnya alat pemanen sel telur badak yang berukuran lebih panjang dari alat yang biasa dipakai untuk sapi.
Sebenarnya, Agil menerangkan, mereka juga mengambil sel telur badak Rosa yang ada di Suaka Badak Sumatera di Taman Nasional Way Kambas (SRS-TNWK), Lampung, pada November 2023. Berbeda dengan Pahu, dari Rosa dapat dipanen tujuh folikel, tapi hanya lima yang berkembang menjadi sel telur. Lima sel telur itu dibuahi dengan teknik ICSI menggunakan sperma dari badak Andalas, Harapan, dan Andatu, yang juga menghuni SRS-TNWK.
“Hanya satu sel telur yang berhasil dibuahi. Namun zigot tidak dapat berkembang sempurna karena blastomere yang terbentuk tidak seimbang (equal) sehingga tidak dapat berkembang lebih lanjut,” ucap Agil. Bagi Agil, tahap ICSI itu sudah merupakan suatu capaian bagi Tim ART Badak. “Sampai saat ini ICSI pada badak Sumatera yang berhasil sampai terjadi pembuahan ya baru dari sel telur Rosa itu,” tutur anggota Grup Spesialis Badak Asia IUCN tersebut.
Thomas Hildebrandt memberikan pernyataan pers mengenai keberhasilan transfer embrio pertama di dunia di Berlin, Jerman, 24 Januari 2024. REUTERS/Fabrizio Bensch Hak Lisensi Pembelian
Agil menambahkan, sebelumnya teknik ICSI pernah diterapkan pada sel telur badak Sumatera yang ada di Tabin Wildlife Reserve, Sabah, Malaysia, pada 2015-2017. “Tapi tidak ada satu pun sel telur yang bisa dibuahi,” katanya. Menurut Agil, setelah sukses melakukan ICSI terhadap sel telur badak Sumatera, fokus Tim ART Badak adalah mengoleksi embrio badak Sumatera. “Memproduksi sebanyak-banyaknya embrio badak Sumatera yang siap dan layak untuk dikembangkan.”
Embrio-embrio itu akan disimpan di biobank yang ada di Laboratorium ART Badak di SKHB IPB University. Selain embrio, disimpan sperma, fibroblas atau jaringan kulit, dan kelak sel punca pluripotent yang dipanen dari blastosit. Biobank merupakan penyimpanan beku (cryopreservation) di dalam cairan nitrogen dengan suhu minus 196 derajat Celsius untuk menghentikan kegiatan hidup sel tanpa mematikan fungsi sel.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Irsyan Hasyim berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Belajar Berbiak dari Badak Afrika"