Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Korea Selatan meningkatkan program vaksinasi influenza untuk menghadapi musim dingin.
Sejumlah orang meninggal setelah menerima vaksin tersebut.
Singapura dan Malaysia menangguhkan sementara program vaksinasi influenza mereka.
KERESAHAN merebak di tengah masyarakat Korea Selatan menyusul laporan kematian 13 orang yang pernah mendapatkan vaksinasi influenza massal pada pertengahan Oktober lalu. Jumlah korban tewas kemudian melejit mencapai 59 kasus—sebagian besar adalah orang lanjut usia—dalam tempo dua pekan terakhir. Kasus ini mengganggu usaha pemerintah Korea Selatan yang tengah menggenjot program vaksinasi influenza dan masih berkutat pada penanganan pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu kasus yang mencuat adalah kematian remaja laki-laki di Kota Incheon pada Jumat, 16 Oktober lalu. Dua hari sebelum meninggal, dia menerima imunisasi vaksin influenza dan kondisinya pun sehat. Pada Selasa pekan lalu, keluarganya mengirim petisi berisi kritik terhadap kinerja pemerintah dalam menangani kasus ini. Kakak korban menuding polisi dan petugas forensik terburu-buru menyebut penyebab kematian adalah bunuh diri. Mereka juga dinilai tak melakukan penyelidikan lebih lanjut soal kaitannya dengan vaksin yang didapat korban. Keluarga juga kecewa kepada petugas yang tak berkonsultasi dengan mereka saat mengumumkan kasusnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Korea Selatan menyatakan penyebab kematian remaja asal Incheon tersebut tak berhubungan dengan vaksin yang diterimanya. Dia mendapatkan vaksin yang dikirim salah satu distributor, Shinsung Pharm Co. Vaksin itu merupakan bagian dari program imunisasi nasional. Sempat muncul dugaan bahwa vaksin itu rusak karena perubahan temperatur saat pengiriman. Jeong Eun-kyeong, direktur badan itu, mengatakan, tak ada masalah dalam proses pengiriman vaksin.
Vaksinasi untuk mencegah influenza—penyakit yang umumnya merebak ketika musim dingin tiba—rutin dilakukan di Negeri Ginseng. Program vaksinasi biasanya dimulai pada akhir November. Meski masih dirongrong pandemi Covid-19, pemerintah merencanakan akan terus melanjutkan program vaksinasi influenza tersebut.
Presiden Moon Jae-in turun langsung untuk menenangkan warganya. Dia meminta warga Korea Selatan mempercayai hasil temuan otoritas kesehatan yang diperoleh dengan peninjauan para ahli. “Jangan sampai keresahan berlebihan ini membuat Anda melewatkan vaksinasi dan meningkatkan risiko tertular flu yang bisa membahayakan,” kata Moon, seperti dilaporkan Korea Herald pada Rabu, 28 Oktober lalu.
Menteri Kesehatan Park Neung-hoo memahami keresahan masyarakat atas keamanan program vaksinasi. Meski demikian, program itu akan terus berjalan. “Kami memeriksa dengan saksama seluruh prosesnya yang melibatkan berbagai badan pemerintah, dari produksi hingga distribusi,” kata Park, seperti dikutip BBC. Untuk meyakinkan publik, pejabat 64 tahun itu pergi ke klinik di Sejong pada Rabu pekan lalu dan menerima suntikan vaksin influenza.
Fasilitas drive-thru penyuntikan vaksin influenza di kota Goyang, Korea Selatan, 26 Oktober 2020./ Reuters/Kim Hong-Ji
Ketua tim investigasi kematian, Kim Jun-kon, menyatakan, masyarakat tak perlu cemas atas keamanan program vaksinasi ini. Menurut dia, kematian para korban tak berhubungan dengan produk vaksin yang diberikan. Komisioner Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KCDA), Jeong Eun-kyeong, juga yakin kasus kematian itu tak ada hubungannya dengan vaksinasi influenza.
Hasil investigasi dan autopsi terhadap 46 kasus menunjukkan tak ada bukti kematian mereka disebabkan oleh injeksi vaksin. Adapun pemeriksaan penyebab kasus kematian yang tersisa sedang dilakukan. “Sudah terkonfirmasi bahwa kematian itu tak berhubungan dengan vaksinasi flu,” kata Presiden Moon.
Pemerintah Korea Selatan meluncurkan program vaksinasi influenza gratis pada September lalu untuk sekitar 30 juta penduduk. Hingga saat ini, setidaknya 14,7 juta orang telah mendapatkan vaksinasi. Presiden Moon mengatakan, program imunisasi dengan vaksin influenza ini sangat penting untuk diperbanyak tahun ini. “Untuk mencegah penularan serta penyebaran flu dan Covid-19.”
Program vaksinasi influenza nasional di Korea Selatan juga pernah bermasalah pada September tahun lalu. Sekitar 5 juta dosis vaksin terpaksa dimusnahkan karena tak disimpan dalam ruang dengan temperatur yang direkomendasikan. Vaksin biasanya disimpan pada wadah khusus dengan suhu berkisar 2-8 derajat Celsius. Kebanyakan vaksin bisa rusak atau hancur jika tak disimpan di ruang dengan suhu tersebut. Program vaksinasi pun ditangguhkan selama tiga pekan.
Awal Oktober lalu, lebih dari 600 ribu dosis vaksin influenza ditarik dari fasilitas kesehatan di Yeongdok, sekitar 350 kilometer di tenggara Seoul. Menurut laporan Yonhap, petugas kesehatan menemukan ada partikel berwarna putih di dalam wadah vaksin tersebut.
Menurut Kim Woo-joo, spesialis penyakit infeksi dari Korea University Medical Center di Seoul, kasus-kasus kematian yang diduga berhubungan dengan vaksin ini harus ditangani lebih serius lagi. Hasil investigasi yang diumumkan secara transparan dapat membantu meyakinkan publik bahwa vaksin itu aman. “Vaksin dari grup yang sama dengan yang diterima korban itu yang harus diperiksa, bukan jutaan vaksin yang salah urus atau terkontaminasi dan sudah ditarik,” kata dia.
Roh Kyung-ho, pakar kesehatan dari National Health Insurance Service Ilsan Hospital, mengatakan, banyak orang yang keliru memahami laporan soal jumlah kematian dan hubungannya dengan vaksinasi influenza. Menurutnya, Korea tak memiliki masalah dalam mengelola program vaksinasi. Dengan menjalankan program vaksinasi, negeri itu berpeluang mendapatkan tingkat penularan influenza yang rendah.
Laju penularan influenza pada pertengahan Oktober lalu hanya 1,2 dalam 1.000 penduduk. Laju penularan ini lebih rendah dibanding pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 4,6 per 1.000 penduduk. Aturan pembatasan interaksi karena pandemi Covid-19 dinilai memiliki peran besar dalam mengurangi angka penularan influenza. “Laju penularan rendah karena orang-orang sudah melakukan isolasi diri dan mengurangi kontak satu sama lain,” kata Roh, seperti dilaporkan The Diplomat.
Korea Selatan merupakan salah satu negara yang paling menderita akibat Covid-19 di periode awal pandemi. Pemerintah kemudian bergerak cepat dengan membangun jaringan laboratorium dan rumah sakit untuk mendeteksi dan merawat penderita Covid-19. Ada lebih dari 26 ribu kasus dan 461 orang meninggal akibat Covid-19 di Korea Selatan. Meski laju penularan Covid-19 di sana terus ditekan, muncul kekhawatiran wabah bisa merebak lagi berbarengan dengan musim penyakit influenza.
Setiap tahun, diperkirakan ada 3.000 kematian yang berhubungan dengan influenza di Korea Selatan. Tahun lalu, sekitar 1.500 orang lanjut usia meninggal dalam kurun tujuh hari setelah mendapatkan vaksin influenza. Tapi, pemerintah menyatakan, kematian mereka tak berhubungan dengan vaksinasi.
Reaksi parah akibat vaksinasi influenza sangat jarang terjadi. Vaksin ini bisa memicu alergi bagi sebagian orang. Tapi peluang mengalami syok atau kondisi yang mengancam nyawa orang setelah mendapatkan vaksinasi sangatlah kecil. Diperkirakan, kasus itu terjadi hanya 1 dari 500 ribu atau sejuta orang. Reaksi yang timbul berupa alergi dan mudah diketahui dengan cepat. Pemerintah Korea Selatan menyatakan tak ada laporan kasus seperti itu dalam vaksinasi tahun ini.
Sementara uji coba vaksin Covid-19 terus berjalan, penggunaan vaksinasi influenza ditingkatkan sebagai salah satu cara melawan efek pandemi. Vaksin itu diyakini dapat mengurangi risiko kesehatan serius yang berujung pada perawatan di rumah sakit. Kondisi ini menjadi penting mengingat dampak besar yang ditanggung sistem kesehatan akibat pandemi Covid-19.
Di Amerika Serikat, menurut laporan Badan Pengendali Penyakit Amerika (CDC), diperkirakan ada 140-810 ribu orang per tahun yang dirawat di rumah sakit gara-gara influenza. Adapun jumlah orang yang tewas gara-gara penyakit itu mencapai 61 ribu jiwa setiap tahun. Tapi, tanpa vaksin, jumlah orang yang sakit dan meninggal diperkirakan bisa lebih tinggi lagi.
Para penderita influenza biasanya dapat sembuh dengan sendirinya. Keadaan bisa runyam jika para penderita influenza—penyakit yang juga mudah menular lewat lontaran partikel yang mengandung virus di udara—membanjiri rumah sakit yang tengah kewalahan menangani Covid-19. “Perlu dicari jalan untuk memvaksin orang dalam jumlah besar dengan cepat dan aman,” kata Daniel Salmon, Direktur Institute for Vaccine Safety-Johns Hopkins School of Public Health, Maryland, Amerika Serikat, seperti dilaporkan Time.
Insiden di Korea Selatan itu tak ayal memicu efek keresahan berantai di tempat lain. Otoritas Taiwan langsung berusaha menenangkan warganya saat seorang pria yang mendapatkan vaksinasi influenza jatuh sakit dan berada dalam kondisi koma selama 10 hari. Petugas kesehatan Taiwan, seperti dilaporkan South China Morning Post, menyebut pria itu sakit karena masalah saraf, bukan gara-gara vaksin flu.
Pemerintah Singapura juga menangguhkan penggunaan vaksin merek SKYCellflu Quadrivalent yang diproduksi perusahaan Korea Selatan, SK Bioscience, dan VaxigripTetra buatan Sanofi Pasteur dari Prancis. Dari tujuh produk yang digunakan untuk vaksinasi di Korea Selatan dan sebagian penerimanya belakangan meninggal, hanya dua vaksin itu yang tersedia di Singapura.
Dalam keterangan tertulisnya pada 25 Oktober lalu, Kementerian Kesehatan Singapura menyatakan, tenaga medis masih diizinkan menggunakan dua vaksin lain yang tersedia di negara itu. Hingga saat ini tak ada laporan kasus kematian yang berhubungan dengan vaksinasi influenza di Singapura.
Pemerintah Malaysia pun menangguhkan sementara pemakaian dua merek vaksin flu tersebut, meski termasuk dalam sembilan vaksin influenza yang terdaftar di Badan Pengawas Obat Malaysia. “Hingga saat ini tak ada laporan kematian yang berhubungan dengan imunisasi vaksin influenza,” kata Direktur Bidang Farmasi Kementerian Kesehatan Malaysia Faridah Aryani, seperti dilaporkan Free Malaysia Today.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (REUTERS, KOREA HERALD, BBC, THE DIPLOMAT)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo