Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemenang Nobel bidang perdamaian asal Pakistan Malala Yousafzai mengutarakan kekhawatirannya terhadap perempuan di Afghanistan setelah kelompok radikal Taliban mengeluarkan dekrit bahwa menggunakan jilbab wajib bagi perempuan Afghanistan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Taliban ingin menghapus perempuan dari seluruh sektor kehidupan publik di Afghanistan, mereka ingin perempuan tidak bersekolah dan bekerja, menyangkal kemampuan mereka (perempuan) untuk melakukan perjalanan tanpa didampingi laki-laki dan memaksa perempuan untuk sepenuhnya menutupi wajah serta tubuh mereka,” kata Malala.
Dua perempuan beraktivitas di dalam gua di Provinsi Bamyan, Afganistan, 4 Desember 2019. Ratusan keluarga di wilayah tersebut memilih gua sebagai tempat tinggal. Xinhua/Noor Azizi
Malala pun mendesak para pemimpin dunia agar melakukan langkah serentak demi menghentikan tindakan Taliban yang telah melanggar HAM jutaan perempuan dan anak-anak perempuan.
“Kita tidak boleh melupakan perempuan Afghanistan karena Taliba terus melanggar janji-janji mereka. Bahkan sekarang, perempuan berunjuk rasa untuk memperjuangkan HAM dan martabat mereka. Kita semua, khususnya mereka dari negara-negara Muslim, harus berdiri bersama kita,” kata Malala.
Sebelumnya pada Minggu, 8 Mei 2022, Kepala PBB Antonio Guterres mengutarakan kekhawatirannya atas keputusan Taliban baru-baru ini bahwa perempuan Afghanistan harus menutup tubuh mereka dari ujung kepala hingga ujung kaki (pakai buerqa). Keputusan ini mengundang kecaman dari para pengawas HAM.
Utusan khusus PBB untuk Afghanistan Richard Bennett mengkonfirmasi Taliban telah mengeluarkan perintah perempuan wajib menutup tubuh mereka (pakai burqa). Mereka tidak boleh ke sekolah, melakukan perjalanan, bekerja dan aktvitas umum lainnya.
“Selangkah demi selangkah Taliban sedang melenyapkan HAM perempuan dengan dekrit terbaru yang mewajibkan perempuan menutup wajah mereka, memperparah kesenjangan di bidang pendidikan, melakukan perjalanan, bekerja dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Harus ada konsekuensi bagi pelanggaran HAM ini. Waktunya bagi dunia internasional untuk mengambil tindakan,” kata Bennett
Sumber: NDTV
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.