Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Media sosial diramaikan oleh rumor mengenai kudeta terhadap Presiden Cina Xi Jinping.
Penyebar rumor pertama adalah pengikut Falun Gong.
Mengapa rumor ini beredar cepat?
DI tengah krisis ekonomi yang membayangi Republik Rakyat Cina, beredar rumor di media sosial mengenai kudeta terhadap Presiden Cina Xi Jinping dalam dua pekan terakhir. Yuan, mata uang negeri itu, terus melemah. Meskipun Bank Rakyat Cina—bank sentralnya—berusaha mendongkrak, nilai yuan terus turun dan menyentuh titik terendah terhadap dolar Amerika Serikat dalam 28 bulan terakhir. Apalagi Kongres Partai Komunis Cina akan berlangsung pada bulan depan sehingga isu mengenai pengganti Xi Jinping, yang telah berkuasa selama 10 tahun, merebak cepat seperti api yang bertemu dengan jerami kering.
Rumor itu muncul karena Xi Jinping tak terlihat di depan publik sejak kembali dari pertemuan puncak regional di Uzbekistan pada Jumat, 16 September lalu. Disinformasi mulai disebar lewat cuitan Jennifer Zeng, aktivis asal Cina di Amerika Serikat, di Twitter pada Jumat, 23 September lalu. Zeng mengunggah sebuah video kendaraan militer Cina yang bergerak cepat dan menyatakan bahwa kendaraan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), angkatan bersenjata Cina, itu menempuh jarak 80 kilometer menuju Beijing. "Sementara itu, beredar rumor bahwa Xi Jinping sedang ditahan setelah perwira senior PLA mencopotnya sebagai pemimpin PLA," tulis Zeng.
Di blognya, Zen lebih panjang memaparkan perihal kudeta ini. "Dalam beberapa hari terakhir, desas-desus yang mencengangkan tentang Xi Jinping ditahan setelah dia kembali ke Cina dari lawatan di Asia Tengah tersebar di Internet. Sementara itu, enam pejabat senior Partai Komunis Cina (PKC) anti-Xi dijatuhi hukuman berat, tiga di antaranya bahkan dijatuhi hukuman mati. Mereka pernah terlibat dalam kudeta dan upaya pembunuhan terhadap Xi Jinping," tulisnya.
Pada Kamis, 22 September lalu, pengadilan Changchun di Provinsi Jilin, Cina, memang menjatuhkan hukuman mati kepada mantan Menteri Kehakiman China, Fu Zhenghua, karena ia korup. Pada hari yang sama, pengadilan juga menjatuhkan hukuman mati kepada empat tokoh PKC karena mereka korup, yakni Wang Like, eks anggota Komite Tetap PKC Provinsi Jiangsu; Gong Dao'an, bekas Wakil Wali Kota Shanghai; Deng Huilin, mantan Wakil Wali Kota Chongqing; dan Liu Xinyun, mantan Wakil Gubernur Provinsi Shanxi.
Baca juga: Hukuman Mati untuk Mantan Menteri Kehakiman Korup
Topik cuitan Zeng tentang kudeta kemudian menjadi tren di Twitter dan cuitan itu dicuitkan ulang ribuan kali oleh pengguna media sosial tersebut dalam dua pekan terakhir. BOOM, prakarsa jurnalisme digital independen India, menemukan bahwa pada Sabtu, 24 September lalu, terjadi peningkatan besar jumlah cuitan tentang topik ini dengan 20.135 tanda pagar, seperti #chinacoup dan #chinamilitarycoup. Sebanyak 11 persen atau 2.319 adalah cuitan dan 89 persen atau 17.816 adalah cuitan ulang (retweet).
Zeng dikenal sebagai anggota Falun Gong, gerakan religius baru yang anggotanya dipersekusi di Cina. Dia adalah penyiar di New Tang Dynasty Television dan kontributor The Epoch Times. Keduanya media Falun Gong. Namun The Epoch Times beberapa kali menyebarkan informasi keliru mengenai vaksin Covid-19.
Zeng juga beberapa kali menyebarkan informasi salah, khususnya yang menyasar pemerintah Cina. Pada awal masa pandemi Covid-19, misalnya, Zeng pernah menyebarkan video tentang korban kecelakaan di jalan raya yang ia klaim sebagai korban penembakan polisi Cina karena kabur dari karantina. Dia juga menyebarkan informasi palsu bahwa pasien Covid-19 di Cina telah dikremasi hidup-hidup.
Meski demikian, klaim Zeng di akun media sosialnya sering disebarluaskan oleh warganet dan media massa. Klaimnya tentang kudeta terhadap Xi Jinping juga dengan cepat diamplifikasi oleh Nepal Correspondence, akun Twitter yang mengaku sebagai platform untuk dialog perdagangan dan hubungan India-Nepal.
Analisis BOOM menunjukkan cuitan akun Twitter yang paling banyak dicuitkan ulang mengenai kabar kudeta ini adalah India TV, kanal berita India. "Dengan demikian, (India TV) memberikan legitimasi lebih jauh terhadap rumor-rumor tersebut," tulis mereka dalam laporannya.
Akun lain yang cuitannya juga populer adalah @legitvirat, yang kemudian diblokir Twitter karena dianggap melanggar panduan komunitas platform tersebut. Cuitannya yang dihapus itu menyatakan, "PLA telah merebut kendali Cina. Xi Jinping dikenai tahanan rumah. Jenderal Li Qiaoming diperkirakan akan menjadi Presiden Cina yang baru."
Analisis ini sesuai dengan kajian Marc Owen Jones, asisten profesor di Hamad bin Khalifa University, Qatar, terhadap 32 ribu interaksi di Twitter. Dia juga menemukan akun India TV menjadi akun terbesar yang menyebarkan rumor kudeta Xi.
Rumor kudeta ini ditopang oleh berbagai rumor lain, seperti pembatalan penerbangan di Cina yang angkanya meningkat hingga 60 persen pada pekan tersebut. Yicai, media Cina, membenarkan kabar bahwa tingkat pembatalan penerbangan secara nasional mencapai 59,66 persen, tapi itu bukanlah hal baru.
Menurut mereka, jumlah penerbangan sipil Cina menurun dari tahun ke tahun. Saat ini, "Tingkat eksekusi penerbangan hanya 35,9 persen, yang berarti lebih dari 60 persen penerbangan yang direncanakan telah dibatalkan," tulis media tersebut. Bagi orang yang tidak familier dengan situasi Cina, angka 60 persen tentulah mencengangkan.
Baca juga: Xi Jinping Muncul Setelah Rumor Kudeta
Berbagai bantahan itu membuat Jennifer Zeng memberikan klarifikasi. "Faktanya, saya tidak pernah menggunakan kata selain 'rumor' untuk merujuk itu (cuitannya), dan saya hanya mencoba menyampaikan apa yang telah menyebar di media sosial berbahasa Mandarin," tuturnya. "Juga, hanya beberapa menit kemudian, saya menulis cuitan lain yang mengatakan, 'Seseorang memberi tahu saya bahwa dia mengenal keluarga seorang laksamana PKC, rumor tentang penangkapan Xi tidak benar'.”
Rumor itu akhirnya redup setelah media Cina melaporkan Presiden Xi Jinping muncul dalam sebuah pameran teknologi di Beijing pada Selasa, 27 September lalu. Dia juga hadir dalam peringatan Hari Martir di Lapangan Tiananmen pada Jumat, 30 September lalu, dengan didampingi sejumlah pemimpin PKC, seperti Perdana Menteri Li Keqiang, Ketua Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional Cina Li Zhanshu, dan Ketua Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Cina Wang Yang. Kemunculan Xi dan kehadiran para pejabat tinggi Cina ini seakan-akan menepis semua desas-desus mengenai kudeta.
Menurut Foreign Policy, rumor tersebut menyebar cepat karena ketertutupan pemerintah Cina. Xi tidak muncul sepulang dari lawatan di Asia Tengah mungkin karena sakit flu. "Tapi, karena PKC sangat protektif terhadap kepemimpinannya, partai itu tidak pernah bisa mengakui bahwa dia sakit atau sedang berlibur," tulis media tersebut. "Ada kemungkinan Xi dan rombongannya hanya dikarantina setelah menghabiskan waktu di luar negeri. Tapi pemerintah tidak bisa begitu saja mengumumkannya."
Desas-desus tentang kudeta Xi Jinping di Cina, tulis Foreign Policy, hampir selalu berfokus pada perebutan kekuasaan oleh militer. Namun, pada kenyataannya, PKC sangat menguasai militer. "Di negara bekas Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina, tentara tidak pernah memimpin perebutan kekuasaan, bahkan jika itu adalah bagian penting dari mereka," ujarnya.
Dengan kata lain, rumor bahwa kudeta di Cina dilakukan militer sudah pasti menyesatkan. Namun orang luar Cina, yang menyaksikan kudeta militer di mana-mana, tentulah sulit memahami ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IWAN KURNIAWAN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo