Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Mengapa Pengungsi Rohingya Betah Tinggal di Riau

Pengungsi Rohingya yang tinggal di Pekanbaru lebih leluasa bergerak dan tinggal di wisma. Anak mereka bisa bersekolah.

20 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI ujung Jalan O.K.M. Jamil, Kota Pekanbaru, Riau, berdiri beberapa tenda dari terpal biru seadanya pada Kamis, 10 Oktober 2024. Tenda-tenda itu didirikan sekadarnya oleh para pengungsi Rohingya asal Myanmar di sebuah lahan kosong tak jauh dari Rumah Detensi Imigrasi Kota Pekanbaru. Sebuah sepeda motor tampak masuk ke kawasan tersebut melalui jembatan kayu sederhana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tenda-tenda itu mereka dapatkan dari masyarakat sekitar. Adapun kayu-kayu untuk tiang dan penyangga mereka ambil dari "hutan"—tanah kosong yang sudah penuh dengan semak belukar tak jauh dari tempat itu. Tak kurang dari 350 orang Rohingya, termasuk anak-anak, tinggal di sana. Mereka melarikan diri dari kampung halaman ketika kerusuhan pecah di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Shoufique Alom, yang tinggal di salah satu tenda, tiba di Indonesia sekitar dua tahun lalu bersama istri dan anak-anaknya. “Kita Myanmar gaduh. Kita tak boleh duduk, tak boleh makan, government usir kita. Itu maka kita keluar negara kita,” kata Shoufique dalam bahasa Indonesia yang terbata-bata.

Shoufique sekeluarga tinggal di sebuah tempat penampungan sementara di Aceh. Namun tempat itu jauh dari memadai. Dia juga mengeluh soal makanan yang tak layak dan tak mencukupi. Rasa masakan itu pun tak sesuai dengan lidah mereka dan malah membuat mereka sakit perut. Namun masalah utama mereka adalah gerak yang terbatas. Mereka tak bisa bebas beraktivitas dan tak diizinkan keluar dari penampungan.

“Orang Indonesia bagi tempat, IOM bagi tempat, tapi tempat kita duduk macam masuk dalam penjara. Tak boleh pergi ke mana-mana,” ucap Shoufique. IOM atau Organisasi Internasional untuk Migrasi adalah badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mempromosikan migrasi yang berperikemanusiaan.

Shoufique kemudian mendengar kabar dari sesama pengungsi yang mendapatkan fasilitas lebih baik di Pekanbaru. Dia pun tertarik pindah ke Riau, ibu kota provinsi itu. Dia dan keluarganya kabur dari tempat penampungan itu. “Saya sendiri jalan kaki. Satu minggu sampai sini dari Aceh. Di sini sudah ada orang lama, kami dengar dan baru kami datang,” ujarnya.

Shoufique akhirnya tinggal bersama ratusan pengungsi lain di lahan kosong ini. Keluarga Shoufique menempati sebuah tenda. Di dalamnya terdapat dua dipan bambu. Salah satunya digunakan sebagai meja dapur. Dipan lain, yang lebih besar, ia gunakan untuk kebutuhan lain, seperti tidur, menyimpan barang, dan bermain bersama anaknya.

Shofique Alom menunjukan bagian dalam tenda pengungsian etnis Rohingya di Pekanbaru, Riau, 10 Oktober 2024. Anggun R. Alifah

Shoufique mengaku mendapatkan bantuan dari IOM, seperti uang saku Rp 1,25 juta untuk dewasa dan Rp 500 ribu buat anak-anak per bulan. “Itu makan saja. Kadang-kadang cukup, kadang-kadang tak cukup. Karena barang mahal. Kita sini mari, kita tak cari banyak. Hidup saja. Kalau tak cukup, tahan saja,” tuturnya.

Untuk mencukupi kebutuhan, para pengungsi sering mencari sayuran seperti kangkung dan jamur yang tumbuh liar di lingkungan sekitar. Mereka juga mendapat kartu yang dapat digunakan sebagai tanda pengenal. Kartu ini bisa dipakai untuk berobat di sebuah klinik yang ditunjuk.

Komunitas pengungsi di sini juga bergotong-royong menggali beberapa sumur berdiameter sekitar 1 meter untuk kebutuhan sehari-hari. Air dari lahan gambut yang mereka gali itu berwarna cokelat seperti teh, tapi mereka terpaksa menggunakannya setiap hari untuk mandi dan cuci, juga buat keperluan makan dan minum. “Ada sini kolam, air itu hitam. Tanah tak bagus. Orang pakai cuci, orang pakai bersih, kita minum itu saja. Dua hari, tiga hari, baru lepas kita mandi,” kata Shoufique.

•••

PEMERINTAH Kota Pekanbaru bekerja sama dengan IOM dan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) telah menyediakan tempat tinggal yang lebih memadai di delapan tempat, yakni Wisma Indah Sari, Hotel Satria, Wisma Siak Resort, Wisma Fanel, Rumah Tasqya, Wisma Orchid, Kost Nevada, dan Wisma D’Cope. Wisma-wisma itu menampung pengungsi asal Afganistan, Iran, Irak, Myanmar, Pakistan, Palestina, Sudan, dan Somalia yang sudah mengantongi izin tinggal.

Menurut data Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Pekanbaru, sebanyak 965 pengungsi tersebar di delapan tempat tersebut per Oktober 2024. Pengungsi terbanyak berasal dari Afganistan (626 orang) dan Myanmar (296 orang). Kelompok lain sangat kecil, terdiri atas 2-14 orang. Namun masih ada sejumlah pengungsi Rohingya, seperti Shoufique Alom, yang belum bisa ditampung di wisma dan harus tinggal di lahan dekat Rumah Detensi Imigrasi. “Mereka sudah melakukan registrasi terkait yang sudah ada di tenda-tenda di belakang itu,” ucap Rio Okto Edward, Kepala Seksi Bidang Kewaspadaan Nasional dan Penanganan Konflik Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Pekanbaru, Jumat, 11 Oktober 2024.

Air dari tenda pengungsian etnis Rohingya di Pekanbaru, Riau, 10 Oktober 2024. Anggun R. Alifah

Khabid Achmad, pengungsi Rohingya, kini bermukim di salah satu kamar di Wisma Indah Sari, yang terletak sekitar 2 kilometer dari tenda Shoufique. Setiap kamar dihuni satu keluarga. Wisma dua lantai ini kini diisi 105 pengungsi, yang 36 di antaranya adalah pengungsi Rohingya.

Khabid melarikan diri dari Myanmar pada 2015 dan tinggal di Malaysia. Dia lalu pindah ke Aceh, menyusul istrinya, yang lebih dulu tiba. Mereka kemudian tinggal di tempat penampungan sementara selama enam bulan.

IOM lantas membantu Khabid dan keluarganya pindah ke Pekanbaru dan tinggal di salah satu wisma. Khabid tidak begitu memahami syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk bisa ditempatkan di wisma. Dia hanya dibekali informasi tentang peraturan yang harus ditaati selama tinggal di kota tujuan. “Dari Aceh bawa IOM. Sini Indonesia ada undang-undang, apa-apa jangan salah, duduk baik,” ujar Khabid pada Ahad, 13 Oktober 2024.

Menurut IOM, pemindahan pengungsi merupakan hasil koordinasi lembaganya dengan pemerintah daerah asal dan tujuan. Mereka yang dipindahkan adalah yang diprioritaskan untuk penyatuan keluarga, misalnya ada kerabat yang sudah tinggal di wisma atau anak-anak tanpa pendamping, juga bila ada isu perlindungan, seperti korban kekerasan.

Wisma Indah Sari tempat tinggal sementara pengungsi Rohingya di Pekanbaru, Riau, 10 Oktober 2024. Anggun R. Alifah

Khabid mendapat bantuan uang saku dan kartu pengenal yang bisa digunakan untuk berobat. Satu dari dua anaknya bahkan bisa belajar di sebuah sekolah dasar setempat. Saat ini sebanyak 62 anak pengungsi bersekolah di berbagai sekolah dasar dan sekolah menengah atas di Pekanbaru.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Khabid dan rekan-rekannya berkebun. Mereka meminta izin masyarakat setempat untuk mengelola lahan kosong. Di lahan itu mereka menanam sayuran dan buah-buahan, jagung, okra, labu manis, labu, terung, serta cabai. Sebagian hasil kebun itu mereka konsumsi dan sisanya mereka jual ke pasar.

Khabid dan para pengungsi lain sebenarnya sedang menunggu ditempatkan di negara ketiga dengan harapan dapat menjalani hidup yang lebih baik. Penantian itu bisa berlangsung beberapa tahun atau malah puluhan tahun karena bergantung pada kebijakan negara tujuan. Khabid mengaku pasrah saja dengan rencana yang Tuhan siapkan untuk dia dan keluarganya.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Antara Tenda dan Wisma". Artikel ini merupakan bagian dari jurnalisme konstruktif yang didukung International Media Support

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus