Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETIDAKNYA 20 warga Palestina tewas, termasuk perempuan dan anak-anak, ketika serangan udara Israel menghantam sebuah bangunan perumahan dekat Rumah Sakit Khusus Kuwait di Rafah, Gaza, dekat perbatasan dengan Mesir pada 28 Desember 2023. “Serangan udara itu telah meratakan bangunan tempat tinggal yang penuh dengan pengungsi,” kata Al Jazeera.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah Palestina mengatakan setidaknya 50 orang tewas akibat serangan Israel itu. Ini menambah daftar sekitar 1.200 orang yang tewas sejak serangan balasan Israel terhadap Hamas pada 7 Oktober 2023. Total lebih dari 55 ribu warga Palestina terluka sejak serangan Israel itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Badan Pekerjaan dan Pemulihan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) pada 29 Desember 2023, setidaknya 100 ribu pengungsi Palestina berdatangan ke Rafah dalam beberapa hari terakhir dan memperburuk kondisi yang sudah mengerikan di bagian paling selatan Jalur Gaza tersebut.
“Penduduk yang mengalami trauma dan kelelahan sedang berjejalan di lahan yang makin sempit,” ujar Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, Martin Griffiths, di akun media sosial X.
Meskipun resolusi Dewan Keamanan PBB yang diadopsi pada dua pekan lalu menyerukan peningkatan pengiriman bantuan ke wilayah kantong tersebut, akses terhadap orang-orang yang membutuhkan masih sangat tidak mencukupi. Hanya 76 truk bantuan kemanusiaan yang memasuki Gaza dari Mesir melalui penyeberangan Rafah pada 28 Desember 2023, jauh di bawah rata-rata harian sebanyak 500 truk sebelum pecah perang.
Di tengah kondisi ini, Israel meningkatkan serangan ke Gaza dengan target menghancurkan Hamas dan menyelamatkan tawanan. Namun pejabat senior Hamas, Osama Hamdan, mengatakan mereka tidak akan melepaskan lebih banyak tawanan Israel tanpa “penghentian sepenuhnya aktivitas agresif terhadap rakyat kami melalui negosiasi yang selaras dengan kepentingan rakyat kami”.
Hong Kong
Aktivis Tony Chung Mencari Suaka ke Inggris
Tony Chung di Hong Kong, Cina, Januari 2019/REUTERS/James Pomfret
TONY Chung, bekas pemimpin kelompok pro-kemerdekaan Hong Kong, kabur dari kotanya dan mencari suaka ke Inggris pada 28 Desember 2023. Chung mengaku pergi ke Inggris melalui Jepang setelah mendapatkan izin dari polisi untuk merayakan Natal di Okinawa. Pemuda 22 tahun itu mengatakan kepada BBC bahwa di Hong Kong dia terus-menerus diawasi polisi, yang mendorongnya untuk menjadi informan bayaran dengan memberikan informasi tentang rekannya sesama aktivis.
Pada 2016, Chung ikut mendirikan Studentlocalism, kelompok pro-kemerdekaan yang dibubarkan tak lama sebelum Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional pada 2020. Chung dihukum penjara 43 bulan pada 2021 karena menyerukan pemisahan Hong Kong dari Cina. Dia dibebaskan pada Juni 2023 dan ditempatkan di bawah pengawasan polisi selama satu tahun.
Chung juga dilarang berhubungan dengan pihak ketiga, termasuk pengacara. Selain itu, polisi rutin menginterogasinya dan menawarinya uang senilai HK$ 500-3.000 atau Rp 987 ribu-6 juta. Chung mengaku tidak punya pilihan selain menerimanya karena bila tidak menerima pembayaran itu akan menimbulkan kecurigaan bahwa dia “tidak kooperatif”.
Tapi mengambil uang itu membuatnya merasa bersalah. “Meskipun informasi yang saya berikan sepertinya tidak akan menimbulkan konsekuensi nyata, saya tetap merasa seperti itu,” katanya. Chung menambahkan bahwa dia merasa tidak punya kendali atas hidupnya karena polisi menyimpan semua informasi pribadinya, termasuk salinan rincian transaksi bank, kartu pelajar, dan jadwal sekolah dalam arsipnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo