Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesia dan Amerika Serikat punya hubungan diplomatik yang panjang dan berwarna. Amerika ikut berperan dalam kemerdekaan Indonesia yang dideklarasikan pada 1945, meski baru diakui Belanda empat tahun kemudian. Amerika membuka hubungan diplomatik resmi pada 1949, yang berarti sekarang sudah 70 tahun berlangsung.
Profesor Robert J. McMahon, dalam Colonialism and Cold War: The United States and the Struggle for Indonesian Independence,- 1945-49, memaparkan bagaimana latar Perang Dingin seusai Perang Dunia II membuat Amerika memberikan perhatian besar kepada Indonesia, negara terbesar di Asia Tenggara yang saat itu menjadi lahan subur penyebaran komunisme.
Perang Dingin membuat Amerika ikut membantu kemerdekaan Indonesia di bawah Presiden Sukarno. Pertimbangan itu pula yang membuat Negeri Abang Sam mendukung Soeharto dengan Orde Baru-nya, yang berakibat jatuhnya Sukarno. “Saya tahu ada beberapa pakar yang menganggap Amerika berkolusi dengan pemerintah Indonesia. Tapi saya tidak pernah melihat bukti konkret yang mendukung pandangan itu,” kata McMahon dalam wawancara dengan wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi dan Abdul Manan, di Jakarta, Kamis dua pekan lalu.
Amerika melihat Indonesia sebagai pasar menjanjikan. Situs Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia menulis, kelas menengah di negara berpenduduk 250 juta ini yang terus tumbuh, permintaan domestik yang kuat, populasi yang besar dan muda, serta kebutuhan akan infrastruktur baru menjadikannya pasar potensial yang penting untuk produk dan investasi Amerika. Nilai perdagangan barang bilateral Amerika dengan Indonesia mencapai lebih dari US$ 27 miliar pada 2017.
Dalam wawancara selama 45 menit, McMahon menceritakan sejarah keterlibatan Amerika dalam kemerdekaan Indonesia, dukungan kepada Soeharto yang mengakibatkan kejatuhan Sukarno, kebijakan luar negeri Amerika, dan sejumlah soal yang masih sensitif di antara kedua negara.
Bagaimana hubungan Amerika dan Indonesia pada masa gerakan kemerdekaan Indonesia?
Sejak akhir Perang Dunia II hingga pengujung 1980-an, banyak kebijakan Amerika yang berkaitan dengan Indonesia dan negara-negara lain cenderung dilatari konteks Perang Dingin. Pada 1948, gerakan kemerdekaan serupa muncul di Vietnam. Di sana pemerintah Amerika tidak hanya mendukung Prancis, tapi juga memberikan bantuan militer kepada Prancis untuk menekan Vietnam. Untuk kasus Indonesia, ada perbedaan penting begitu Perserikatan Bangsa-Bangsa turun tangan. Belanda tidak punya hak veto di Dewan Keamanan PBB, tidak seperti Prancis. Saat PBB membentuk Komisi Tiga Negara untuk memediasi Indonesia dan Belanda, Amerika bergabung dalam komisi ini.
Para diplomat Amerika cenderung bersimpati kepada Republik. Mereka melihat para pemimpin Indonesia itu moderat, pro-Barat, kosmopolitan, dan dapat diandalkan dalam jangka panjang. Faktor glo-bal dan internal inilah yang membuat pemerintah Amerika pada akhir Maret 1949 memutuskan menekan Belanda. Menteri Luar Negeri Dean Acheson mengatakan kepada Perdana Menteri Belanda Dirk Stikker, “Jika Anda tidak segera mengakui kemerdekaan Indonesia, kami tidak punya banyak pilihan selain memutus semua bantuan ekonomi.”
Apa yang mendorong perubahan sikap Amerika setelah itu?
Apa yang berubah sepanjang 1950-an adalah Partai Komunis Indonesia tumbuh lebih besar dan lebih kuat. Menjadi jelas setelah Pemilihan Umum 1955 bahwa PKI adalah kekuatan politik yang sangat dinamis dan kuat dalam politik Indonesia. Amerika cenderung menyaring sebagian besar dinamika global dalam konteks Perang Dingin sehingga mereka sangat sensitif terhadap prospek komunisme yang muncul di mana saja.
Pada 1960-an, Indonesia memiliki partai komunis non-penguasa terbesar di dunia. Amerika sangat sadar akan hal itu. Bagi mereka, Sukarno adalah “kartu liar”. Mereka yang menganggap Sukarno kekuatan moderat pada 1940-an dan mulai takut ia mendukung komunis pada pertengahan dan akhir 1950-an. Tahun-tahun yang sulit itu berlangsung sejak akhir 1950-an hingga peristiwa 1965 yang menyebabkan jatuhnya Sukarno dan naiknya Soeharto.
“Saya tahu ada beberapa pakar yang menganggap Amerika berkolusi dengan pemerintah Indonesia. Tapi saya tidak pernah melihat bukti konkret yang mendukung pandangan itu.”
Amerika mengetahui rencana pemberontakan PKI di Madiun pada 1948?
Dari bukti yang saya lihat, saya pikir pemerintah Amerika tidak mengantisipasi hal itu. Mereka telah memperkirakan cepat atau lambat ada bentrokan antara militer dan PKI. Tapi mereka tidak tahu kapan dan apa pemicunya. Kejadian di Madiun mengejutkan sekaligus berkah tersembunyi karena saat itu Amerika tengah meningkatkan keterlibatan militernya di Vietnam untuk meredam penyebaran komunisme. Tiba-tiba, di negara terbesar dan terpenting di Asia Tenggara, komunis dipukul balik.
Apa alasan Amerika mendukung Soeharto?
Kebanyakan Presiden Amerika sangat mendukung Orde Baru. Mereka melihat Soeharto sebagai pemimpin pro-Barat, pro-Amerika, yang mendukung investasi dan perdagangan asing. Soeharto juga dianggap sebagai antikomunis andal dan tulus mendukung sebagian besar kebijakan luar negeri Amerika selama Perang Dingin. Dalam hal prioritas kebijakan luar negeri, ada hubungan yang cukup hangat dengan Soeharto pada era kepresidenan Lyndon Johnson, Richard Nixon, Gerald Ford, dan Jimmy Carter.
Menurut dokumen yang dibuka peneliti Bradley Simpson, September tahun lalu, Amerika masih mendukung Soeharto menjelang kejatuhannya pada 1998….
Bagi pemerintah Amerika, Soeharto melambangkan stabilitas, kebijakan luar negeri pro-Amerika, serangkaian kebijakan yang sangat menguntungkan untuk perdagangan dan investasi. Apa yang paling penting bagi pemerintah Amerika adalah ada kesesuaian antara rezim Soeharto dan prioritas kebijakan luar negeri Amerika.
Dalam kebijakan luar negeri, Amerika biasanya menggunakan isu hak asasi manusia sebagai instrumen. Mengapa itu tak diterapkan di Indonesia?
Saya pikir itu benar. Di negara-negara lain yang juga penting bagi kepentingan Amerika, hak asasi manusia sebagai prioritas kebijakan luar negeri diterapkan secara berbeda. Para pemimpin pemerintah Amerika cenderung meremehkan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi karena mereka melihat rezim Soeharto sebagai mitra dalam kepentingan utama Amerika: antikomunisme, kebijakan perdagangan dan investasi liberal, dukungan untuk berbagai masalah di lembaga multinasional seperti PBB. Namun selalu ada unsur di dalam Kongres dan masyarakat sipil Amerika yang mengangkat masalah hak asasi manusia dan berargumen.
Apa masalah sensitif untuk hubungan Amerika-Indonesia saat ini? Apakah kasus 1965 masih sensitif sehingga sejumlah dokumen masih dirahasiakan?
Saya tidak tahu berapa banyak dokumen penting yang masih dirahasiakan. Saya tahu ada beberapa sarjana dan kolumnis yang berpikir bahwa Amerika berkolusi dengan pemerintah Indonesia dalam pembantaian komunis dan simpatisan komunis. Tapi saya tidak pernah melihat bukti konkret yang akan mendukung pandangan itu.
Alasan yang lebih masuk akal untuk mengkritik Amerika adalah bahwa pembantaian terjadi, yang merupakan pelanggaran hak asasi besar-besaran, dan pemerintah Amerika tetap diam. Tidak sulit memahami alasan Amerika tetap diam. Ini terjadi dengan latar belakang eskalasi militer Amerika di Vietnam. Amerika sedang berjuang menahan komunisme di Asia. Amerika takut PKI menjadi besar dan kuat sehingga mungkin benar-benar berkuasa. Jadi, ketika Sukarno digulingkan dan ada upaya membersihkan komunis serta simpatisan komunis, pemerintah Amerika bergeming karena itu perkembangan yang menguntungkan Amerika.
Sebagai warga negara dan sejarawan Amerika, saya pikir sangat disayangkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang serakah itu diizinkan terjadi tanpa sepatah pun kata protes dari Amerika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo