Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN Joko Widodo menginginkan Indonesia melakukan swasembada gula putih dan menghentikan impor. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menerjemahkan keinginan itu dengan membuat target swasembada tahun ini, yakni menggenjot tambahan produksi gula konsumsi 1,1 juta ton per tahun dari kebutuhan 3,9 juta ton. Saat ini produksi gula putih nasional baru 2,7 juta ton. Ia undang investor membuka kebun tebu dan pabrik gula.
Menurut Amran, ada 300 pengusaha asing dan lokal yang mengajukan proposal. Setelah penyaringan, terpilih 10 perusahaan untuk membuka kebun tebu di sekujur Indonesia. Salah satunya perusahaan Andi Syamsuddin Arsyad, yang lebih dikenal sebagai Haji Isam, pengusaha muda asal Sulawesi. Melalui PT Jhonlin Batu Mandiri, Isam salah satu pengusaha yang mendapat akses lahan paling luas, 20 ribu hektare di lahan milik Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Tina Orima di Bombana, Sulawesi Tenggara.
Untuk mempercepat izin pembukaan lahan, yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Amran turun langsung mengawalnya hingga ke lapangan. Ia tak sungkan menelepon pejabat di pusat dan daerah agar memudahkan izin lahan. “Itu biasa,” kata Amran kepada Tempo pada 26 Agustus lalu di Hotel Mulia, Jakarta Selatan. “Semua administrasi kami bantu. Yang salah kalau saya telepon minta uang.”
PT Jhonlin sudah menanam tebu dan tengah membangun pabrik gula. Nilai investasinya Rp 3,89 triliun. Belakangan, masyarakat yang mendiami lahan itu dan mengembangkan peternakan serta penggembalaan diusir aparat kepolisian. Penduduk tinggal di sana karena tata ruang wilayah Bombana bukan untuk perkebunan, melainkan ladang penggembalaan.
Ketika wawancara sedang berlangsung, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo masuk ke ruang bisnis Hotel Mulia. Selama dua setengah jam, ia menemani Amran menjawab semua pertanyaan Tempo. Beberapa kali dia menjelaskan dengan memberi catatan off the record, terutama untuk pertanyaan substansial yang ia anggap sensitif, dan meminta para pejabat Kementerian Pertanian yang mendampinginya ke luar ruangan.
Jhonlin Group tidak punya pengalaman bisnis perkebunan, mengapa ia yang dipilih?
Enggak jadi masalah. Yang penting ada uang dan komitmennya. Kita punya banyak ahli tebu tapi tidak punya uang. Dan ahli tidak bisa beli pabrik. Nah, dengan menggandeng pabrik, uangnya bisa beli ahli. Jangan terbalik-balik.
Bagaimana mekanisme memilah 10 investor itu?
Ini semua swasta murni. Karena kami mau cepat, syaratnya cuma satu, yaitu punya uang. Semua administrasi kami bantu. Karena itu, kami dituduh macam-macam. Jadi enggak usah macam-macam kalau tidak paham faktanya.
Dari 300 calon investor, mengapa hanya dipilih 10?
Mereka yang tak terpilih karena tidak datang, tidak setor uang Rp 1,5 miliar sebagai tanda punya uang. Mereka sejenis perusahaan “PT Akan”. Dari jumlah itu, dipilah lagi menjadi 28, lalu terpilih 10.
Perusahaan Anda juga ada dalam daftar 300 calon investor itu....
Yang mana? Tidak ada.
PT Tiran Sulawesi....
Oh, saya lupa. Itu plasma. Saya sudah punya lahan itu 10 tahun lalu. Biasalah, kecil-kecilan.
Plasma yang mana?
Ini belum ada lahannya, belum ditanami. Jadi, kalau dia masuk plasma, nanti dapat Kredit Usaha Rakyat untuk masyarakat kecil di sekelilingnya. Supaya tidak seperti dulu, 100 persen pengusaha tapi plasmanya nol.
Berapa besar garansi bank sebagai syarat investasi? Dua puluh persen?
Iya, tapi itu berupa garansi bank saja, sebagai statement bahwa dia punya uangnya. Itu saja. Deal. Kehutanan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) keluarkan (izin), jalan. Cuma satu yang saya minta: kamu punya uang atau tidak. Supaya tidak jadi “PT Akan-akan”.
Anda membantu semua proses administrasi izin lahan tebu. Apakah benar sampai menelepon langsung pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan?
Saya menyurati menteri, menyampaikan ada 28 pengusaha yang serius. Saya mengejar ini sampai ke tingkat provinsi dan kabupaten karena, kalau tidak jalan, ini mati. Uang orang sudah masuk, nanti pemerintah yang disalahkan karena kata-katanya tidak bisa dipegang. Setelah dicek, tinggal 10 yang serius. Nah, mereka ini yang dipercepat izinnya.
Ada informasi Anda membuat pertemuan dengan pejabat daerah untuk memberikan arahan agar membantu Jhonlin Group....
Iya, benar, saya arahkan. Supaya tidak ada kendala di daerah. Saya punya pengalaman dengan “PT Akan” yang selama 20 tahun tidak pernah terealisasi. Saya undang mereka semua. Mereka sepakat mau investasi bangun pabrik.
Sampai menelepon pejabat di daerah?
Biasa. Saya selalu bilang apa masalahnya. Saya minta tolong segera selesaikan sesuai dengan prosedur. Yang salah kalau telepon minta uang atau minta saham. Maaf, Tempo jangan mancing-mancing, jangan pura-pura. Anda tahu siapa yang harus ditanya, ngapain tanya saya dan Menteri Desa?
Kami cek ke lapangan, ada izin yang tumpang-tindih. Ada juga izin tukar-menukar lahan. Bagaimana itu?
Anda salah bertanya. Itu bukan domain saya. Soal izin, tempatnya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bupati, dan gubernur. Saya tidak tahu-menahu. Saya cuma butuh fisiknya untuk gula, dengan pertimbangan teknis dan pedoman dari kami mana daerah yang cocok. Supaya orang tidak salah investasi.
Apakah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak memprotes karena lahan tebu memakai kawasan hutan?
Ini kolektif. Aku kirim 28 perusahaan ke sana, ke Kehutanan. Itu terserah di sana. Kita bicara profesional, jangan saya dicampurkan dengan izin. Aku ingin swasembada jagung, minta izin ke Kehutanan, termasuk gula, karena memakai lahan hutan. Dalam rapat, aku sampaikan bahwa ini bisa agroforestry. Sampai di situ yang aku kawal. Siapa saja yang mau ikut dan serius, silakan, aku yang kawal.
Kebun tebu tak ada dalam rencana tata ruang wilayah provinsi ataupun kabupaten....
Untuk soal itu, bukan di saya. Regulasi semua di bupati, provinsi, gubernur, bukan di saya. Saya cuma katakan jangan dipersulit. Ini online single submission harus didorong.
Kami mendapat konfirmasi bahwa Jhonlin membeli PT Sultra Utama Nikel, yang menambang emas di lokasi itu. Apakah Anda tak khawatir kebun tebu menjadi pintu masuk saja untuk mendapatkan emas?
Saya tidak mau berkomentar yang bukan bidang saya. Menurut saya, kecil kemungkinan tebu menjadi kedok karena kecil lahannya. Apa mungkin emas dicungkil menjadi sekian triliun? Rasanya enggak. Jadi, jangan terlalu jauh, saya tidak tahu.
Apakah Anda tahu jika di sana ada emas?
Tidak. Kami cek untuk tebu saja, khusus untuk emas tidak ada. Tambang tidak ada urusannya dengan pertanian. Terus terang saya baru tahu bahwa ada pertambangan emas di sana. Sudah dikonfirmasi ke sana?
Kami lihat sendiri....
Apa kata mereka?
Mereka sedang menambang. Di luar soal itu, apakah betul Jhonlin diberi kuota impor gula putih sebagai insentif jika bisnis tebu gagal?
Itu cerita lama, tidak semudah itu. Sepuluh investor ini profesional. Kalau nanti mendapat jatah impor, itu urusan belakangan. Jangan tanya saya, izinnya bukan di saya.
Sejauh mana Anda mengenal Haji Isam?
Saya kenal dia karena investasi ini. Dia ada dalam rombongan yang mau berinvestasi.
Tapi benarkah beberapa kali Anda memakai pesawat pribadi Isam ke Bombana? Apakah itu bukan konflik kepentingan?
Jangan-jangan Anda menganggap saya ini tidak punya uang sehingga meminta-minta. Itu bukan hanya ke dia. Di Aru, misalnya, dia mau kembangkan sapi. Tidak ada akses ke sana, sedangkan dia punya, ya sudah, saya ikut saja. Jangan dianggap saya minta sesuatu atau ada apa-apa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, wawancara ini terbit di bawah judul "Saya Kejar Sampai Kabupaten"