Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PATRIARK Moskow Kirill I pada Desember 2022 menyatakan Rusia tengah berperang melawan iblis global dan dikepung bala tentara antikristus dari seluruh dunia. Sang patriark menyitir surat kedua Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika Pasal 2 ayat 1-12. Ia menandaskan bahwa Rusia adalah Katechon, sang penahan yang bertempur melawan pasukan antikristus sambil mempersiapkan kedatangan Almasih di hari akhir. Pernyataan Kirill menegaskan perkembangan unik menguatnya neo-mesianisme dalam politik luar negeri Rusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Katechon berasal dari bahasa Yunani yang sering diterjemahkan ke bahasa Inggris sebagai withholder atau “sesuatu yang menahan”. Dalam Injil terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, Katechon salah satunya disebut dalam ayat yang berbunyi: “Kalau yang menahannya itu telah disingkirkan, pada waktu itulah si pendurhaka akan menyatakan dirinya, tetapi Tuhan Yesus akan membunuhnya dengan nafas mulut-Nya” (2 Tes, 2: 7-8).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tangan rezim Putin, Katechon bertransformasi dari konsep teologis menjadi semacam ideologi negara, dasar politik luar negeri, dan argumentasi bagi strategi keamanan Rusia. Sebagian ahli menyebut konsep ini yang mendasari gelombang baru militerisasi Rusia di Eropa, menguatnya sentimen anti-Barat, dan justifikasi invasi Rusia.
Katechon adalah konsep yang unik. Ia mirip agen sejarah yang berfungsi tidak hanya meredam antusiasme eskatologis, juga berupaya memulihkan ketertiban di tengah krisis dan kekacauan.
Citra Katechon jelas terletak dalam konteks konflik metafisik antara kekuatan baik dan jahat. Ia menandai periode eskaton, di mana kita menunggu kerajaan surga dilembagakan, dalam realitas duniawi yang masih ditandai oleh kekuatan-kekuatan jahat.
Secara teologis Katechon ditetapkan untuk mewujudkan stabilitas yang diperlukan di hari-hari terakhir menjelang kiamat. Di sini Katechon adalah sosok yang ambigu, ia positif sekaligus negatif. Ia menahan kekuatan jahat, ia juga menunda kembalinya Kristus.
Bagaimana ayat alkitabiah ini meresap dalam dunia politik kontemporer?
Ada banyak literatur yang menyebutkan bahwa ide ini telah muncul dalam kebudayaan Rusia berabad silam. Namun, sebagai konsep politik, biang keladi semua ini adalah filsuf Jerman, Carl Schmitt (1888-1985), yang terkenal dan sering dituduh sebagai filsufnya “Third Reich” dalam hubungannya dengan Nazisme.
Di tahun 1950, dalam Der Nomos der Erde: im Völkerrecht des Jus Publicum Europaeum (Nomos of the Earth), Schmitt menulis: I do not believe that any historical concept other than katechon would have been possible for the original Christian faith. Bagi Schmitt, Katechon adalah konsep historis sentral dalam tradisi Kristen. Ia adalah jembatan antara eskatologi di satu sisi dan sejarah politik yang konkret di sisi lain.
Katechon bagi Schmitt adalah kemampuan untuk menjadi kekuatan historis dalam mencegah kekacauan dan menjamin kelanjutan suatu pemerintahan—dari Kekaisaran Roma hingga Kekaisaran Kristen di Abad Pertengahan. Ia tidak pernah menyebutkan siapa Katechon pada zamannya, tapi dilihat dari konteksnya. Schmitt membawa-bawa ayat ini sebagai pembelaan terhadap konsep orde yang kuat dan negara totalitarian.
Selama masa Schmitt, krisis parlementer di Jerman yang berlangsung di bawah Republik Weimar yang baru dibentuk serta tekanan terus-menerus dari faksi komunis memberikan referensi langsung dari apa yang ia sebut sebagai “ancaman kekacauan total”.
Simbolisasi Katechon dalam pandangan Schmitt digunakan tidak hanya untuk melegitimasi konsep kedaulatan negara, juga menjadi prinsip struktural dasar di mana totalitas sejarah dipahami.
Inilah yang kini menguat kembali di Rusia. Sementara Paulus dulu menulis Katechon dalam konteks Imperium Romawi, para ideolog Rusia masa kini menyebut Moskow sebagai Roma Ketiga. Lebih dari itu, ide bahwa Rusia menanggung tugas sebagai pelindung Eropa juga sudah berkembang sejak abad ke-18.
Namun ada satu faktor yang membuat ide Katechon di masa kini dibayangi oleh aura menakutkan yang nyata. Katechon di dalam Surat Paulus dibayangi oleh ide eskatologis, sementara di dalam Schmitt dilekatkan dengan kekacauan dan justifikasi ide negara kuat. Oleh keduanya, akhir dunia (kiamat) pasca-Katechon dibayangkan masih sebagai kemungkinan yang jauh di depan, jika bukan fantasi semata.
Sekarang, oleh Putin, eskatologi yang dibawa oleh ideologi Katechon di Rusia bisa berakibat pada kemungkinan kehancuran yang brutal. Kekhawatiran ini bukan kekhawatiran kosong, mengingat Putin merupakan satu-satunya pemimpin dunia yang saat ini paling banyak menggaungkan ancaman perang nuklir.
Dengan demikian, di dalam Katechon-nya, Putin bisa menentukan akhir dunia secara konkret. Putin merupakan katechon atomik yang bisa membawa dunia memasuki nasib terakhirnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Katechon Atomik"