Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Jerat Denda di Ruang Digital

Pemerintah akan menjatuhkan denda selangit bagi media sosial yang memuat konten “terlarang”. Berpotensi memberangus kebebasan berekspresi.

9 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Platform media sosial yang mengandung konten bermasalah dapat terkena denda.

  • Kebijakan baru ini akan mempersempit ruang kebebasan berekspresi masyarakat.

  • Lebih baik menghapus pasal karet Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

LAGI-LAGI pemerintah akan mengeluarkan kebijakan yang antidemokrasi. Media sosial, yang selama ini menjadi ruang berekspresi masyarakat, akan dipersempit melalui ancaman denda kepada perusahaan penyedia platform tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Kementerian Keuangan sedang menyusun aturan mengenai denda bagi perusahaan digital yang melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. Denda itu diperkirakan antara Rp 15 juta dan Rp 500 juta per konten.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aturan baru ini akan berlaku bagi semua platform yang menyediakan ruang untuk konten buatan pengguna, termasuk media sosial dan e-commerce. Pengelola platform wajib menghapus konten yang dianggap terlarang paling lambat 24 jam—dan paling lambat empat jam untuk hal yang dinilai mendesak—setelah keluar perintah penghapusan.

Bagi platform kecil, pemantauan konten secara ketat akan menjadi beban besar karena mereka tidak memiliki sumber daya dan infrastruktur yang memadai. Alih-alih mendorong pertumbuhan perusahaan rintisan di Indonesia, pemerintah justru dapat mematikan mereka. Bahkan perusahaan raksasa seperti Meta, yang mengelola Facebook dan Twitter dengan jutaan konten per jam, juga tak mudah menyaring konten buatan pengguna layanan. Pemanfaatan teknologi, seperti kecerdasan buatan, masih sering keliru menghapus konten yang justru bermanfaat bagi publik.

Yang bermasalah dari aturan denda ini adalah kaburnya definisi konten yang harus dihapus. Misalnya tak ada penjelasan rinci mengenai apa yang dimaksud dengan konten yang mengandung “terorisme” dan “yang meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum”. Tak ada pula ukuran pasti dalam menentukan mengapa suatu konten dinilai mendesak untuk dihapus.

Ketidakjelasan ini berbahaya karena akan membuka ruang bagi pembungkaman ekspresi kritis masyarakat serta pelanggaran hak asasi manusia. Inilah yang disebut sebagai otoritarianisme digital, ketika pemerintah mengendalikan konten digital demi melanggengkan kekuasaan. Di jagat maya, pemerintah mengawasi masyarakat secara ketat dan menekan kelompok penentang, sebagaimana terjadi di Rusia dan Cina.

Yang lebih bermasalah, pemerintah kita kerap bersikap diskriminatif dalam menyensor konten digital. Pemerintah sibuk menghapus konten yang dinilai “menyerang” pejabat tertentu atau yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah, seperti isu kemerdekaan Papua. Sebaliknya, akun para buzzer politik yang memanipulasi opini publik, misalnya agar mendukung perpanjangan masa jabatan presiden atau meneror aktivis yang kritis, dibiarkan begitu saja. Bahkan akun-akun yang sejak Pemilihan Umum 2019 gencar memecah belah masyarakat hingga saat ini tak pernah disentuh.

Presiden Joko Widodo sebaiknya berfokus mewujudkan janjinya menghapus pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pemerintah juga perlu segera menerbitkan undang-undang mengenai perlindungan data pribadi sebagai bagian dari upaya menciptakan iklim digital yang sehat. Hal itu lebih mendesak dan bermanfaat untuk menciptakan ruang demokrasi di media sosial serta melindungi hak privasi warga negara.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus