Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Di Balik Kejanggalan Transaksi Perusahaan Gas Negara

BPK menemukan kejanggalan dalam transaksi jual-beli gas di PGN pada 2017. Pembuka sederet kasus lain.

9 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKIBAT praktik bisnis yang ceroboh, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk mesti berhadapan kembali dengan aparat penegak hukum. Kali ini Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut dugaan korupsi dalam transaksi jual-beli gas mereka dengan perusahaan terafiliasi PT Isar Gas yang terjadi pada 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komisi antirasuah bergerak setelah menerima laporan hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi PGN 2017-2022 dari Badan Pemeriksa Keuangan, April tahun lalu. Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Informasi yang diperoleh Tempo, mereka adalah mantan Direktur Komersial Perusahaan Gas Negara (PGN), Danny Praditya, dan Direktur Utama PT Isar Gas Iswan Ibrahim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus PGN-Isar Gas bermula dari kesepakatan jual-beli yang mengatur Isar Gas akan menyuplai gas sebanyak 15 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) kepada PGN selama enam tahun dengan opsi perpanjangan empat tahun. Dalam perjanjian ini juga ada kesepakatan PGN membayar uang panjar sebesar US$ 15 juta. Dana itu dianggap sebagai utang, yang akan digunakan Isar Gas untuk membayar utang kepada perusahaan-perusahaan lain. Jatuh tempo pelunasan disepakati enam tahun dengan skema angsuran dalam bentuk gas. Namun, berdasarkan laporan BPK, hingga batas waktu yang disepakati, Isar Gas baru mengirim gas senilai US$ 800 ribu. 

Laporan BPK menyebutkan, dalam penyusunan kerja sama dan pemberian uang muka kepada Isar Gas, Direktur Komersial PGN pada periode itu tidak mempertimbangkan mitigasi risiko dan analisis untung-rugi serta tidak didukung jaminan yang memadai. Belakangan, terbukti transaksi ini bermasalah. Lembaga auditor negara itu juga menganggap manajemen PGN tak mematuhi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

Aturan ini memuat larangan penjualan gas bertingkat. Penjual gas kepada konsumen akhir seperti PGN tidak boleh membeli gas dari pedagang atau pihak ketiga yang tak memiliki infrastruktur alias broker. PGN semestinya membeli langsung dari perusahaan pengelola ladang gas. Meskipun peraturan ini baru berlaku dua tahun kemudian, manajemen PGN seharusnya mempertimbangkannya ketika hendak melakukan transaksi dengan Isar Gas yang tak mengelola ladang gas. 

Bisnis gas memang telah lama menjadi arena bancakan broker, yang kebanyakan dekat dengan kekuasaan. Praktik bisnis tak baik pun biasa terjadi. Bisa dibayangkan berapa besar uang negara yang bisa dihemat bila jual-beli gas tidak perlu melewati pihak ketiga. Komisi Pemberantasan Korupsi perlu segera menuntaskan penyidikan dugaan korupsi ini. Siapa pun yang terlibat dan bersalah mesti dimintai pertanggungjawaban secara hukum.

Pengusutan kasus ini semestinya juga bisa menjadi titik mula bagi pemerintah untuk serius menertibkan para makelar pemburu rente, terutama dalam bisnis komoditas strategis, yang membuat buntung negara. Apalagi banyak kasus lain berkaitan dengan perusahaan yang sama. Dalam laporan BPK, sederet kasus lain di PGN juga direkomendasikan ditindaklanjuti. Perkara transaksi PGN dan Isar Gas hanyalah awal terbukanya aneka kasus itu.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Janggal Transaksi Lama Perusahaan Gas"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus