Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan La Nina masih akan berlangsung hingga kuartal terakhir tahun ini. Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengatakan fenomema penurunan suhu muka permukaan laut di bagian tengah dan timur Samudera Pasifik itu mungkin tidak akan lagi mempengaruhi cuaca di Indonsia secara signifikan pada 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Setelah itu (akhir La Nina) kami prediksi tidak ada gangguan iklim yang signifikan," ucapnya dalam jumpa pers virtual di kanal YouTube BMKG pada Senin, 4 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ardhasena, perkembangan La Nina dipantau lewat suhu permukaan di lautan Samudera Pasifik maupun Samudera Hindia. Menjelang akhir 2024, kata dia, suhunya berangsur normal. Curah hujan pada tahun depan juga diperkirakan bakal normal tanpa kondisi khusus.
“Selanjutnya masyarakat hanya perlu mengantisipasi musim kemarau yang akan datang,” tuturnya.
Mengutip situs BMKG, La Nina merupakan anomali iklim global yang ditandai dengan pendinginan suhu permukaan laut atau sea surface temperature (SST) di Samudra Pasifik tropis bagian tengah dan timur. Anomali itu umumnya diikuti perubahan pola sirkulasi Walker, sebutan sirkulasi atmosfer arah timur barat yang terjadi di sekitar ekuator.
Perubahan kondisi atmosfer ini mempengaruhi pola iklim dan cuaca secara global. La Nina umumnya terjadi beberapa tahun sekali. Periodenya bisa bertahan selama beberapa bulan, atau jika panjang bisa mencapai dua tahun.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyatakan fenoemna La Nina masih berlangsung, namun lemah. Meski tembus akhir tahun sekalipun, La Nina lemah ini diprediksi hanya akan bertahan hingga kuartal pertama 2025. "Umumnya dimulai November, dan diperkirakan akan berlanjut hingga Januari, Februari, Maret," katanya.
Pada akhir Oktober 2024, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik menunjukkan kecenderungan terus mendingin. Kondisi ini tampak dari indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) yang sudah melewati ambang batas La Nina, yaitu -0,59.
Di Samudra Hindia, indikator Indian Ocean Dipole (IOD) menunjukkan kondisi negatif dengan indeks bulanan -0,7. Muka laut di perairan Indonesia, kata Dwikorita, secara umum menunjukkan suhu lebih hangat dibanding normalnya, dengan nilai rata-rata anomali kurang lebih 0,69 derajat Celcius.