Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak menyambut kelahiran seekor bayi Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), satwa yang selama ini masuk ketegori endangered species atau terancam punah di habitatnya. Kelahiran terjadi pada Jumat dinihari, 11 Maret 2022, Pukul 01.35 WIB. Momen langka kelahiran itu disiarkan secara langsung di kanal YouTube Kementerian LHK, karena proses pengeraman hingga menetas itu terjadi di kandang rehabilitasi yang dilengkapi kamera CCTV.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lokasi kandang milik Balai TNGHS itu berada di Pusat Suaka Satwa Elang Jawa di Loji, Bogor. Rama dan Dygta, induk pasangan elang Jawa yang baru saja menghasilkan anakan itu, berada di sana sejak Oktober 2018. Keduanya diserahkan dari hasil sitaan petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur. "Berdasarkan data yang kami dapatkan dari monitoring kamera CCTV, telur terpantau berada di sarang pada 20 Januari 2022," kata Kepala Balai TNGHS, Ahmad Munawir, Senin 14 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti dikutip dari website Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Munawir menerangkan bahwa masa pengeraman merupakan proses penting dalam siklus hidup burung pemangsa atau raptor untuk keberlanjutan spesiesnya. Untuk Elang Jawa, Munawir menerangkan, jenis spesies tersebut hanya mengalami satu kali masa berkembang biak dalam dua tahun. "Jumlah telurnya pun hanya satu sehingga secara alami tingkat populasinya rendah," kata dia.
Kejadian menetas secara alami di dalam kandang rehabilitasi menjadi momen yang sangat penting bagi Elang Jawa yang saat ini terancam punah sehingga dilindungi tersebut. Kelahiran juga menjadi catatan tersendiri bagi Pusat Suaka Satwa Elang Jawa sebagai lembaga konservasi khusus yang memiliki peran penting dalam pelaksanaan rehabilitasi dan pelepasliaran elang di Pulau Jawa.
Saat ini, Rama dan Dygtha teramati dengan kompak menjaga dan merawat secara bergantian si bayi. Dygtha sang induk secara rutin memberikan makan dan menghangatkannya pada jam-jam tertentu. "Semoga bayi kecil ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sampai dengan dewasa, sehingga salah satu upaya yang bisa dilakukan selanjutnya adalah melalui kegiatan pelepasliaran satwa yang telah direhabilitasi," kata Munawir.
Bayi bekantan lahir
Kejadian langka yang menjadi kabar gembira bagi dunia konservasi di Tanah Air juga datang dari Kalimantan Selatan. Satu bayi lahir di Bekantan Rescue Center Banjarmasin yang dikelola Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI), di bawah binaan Kementerian Lingkungan Hidup RI melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat.
"Alhamdulillah, bayi bekantan (Nasalis larvatus) betina baru saja lahir," kata Amalia Rezeki, pengelola Bekantan Rescue Center di Banjarmasin, Senin 14 Maret 2022. Kelahiran itu memberi kabar gembira karena populasi bekantan di habitatnya tengah terancam oleh alih fungsi lahan, kebakaran hutan dan perburuan liar. "Ternyata masih ada harapan penambahan populasi bekantan secara ex-situ," kata Amel menambahkan, dikutip dari Antara.
Bayi bekantan berjenis kelamin betina baru saja lahir di Bekantan Rescue Center Banjarmasin, Senin 14 Maret 2022. (ANTARA/Firman)
Bayi bekantan itu lahir dari pasangan induk Mimin (betina) dan Pedro (pejantan). Keduanya berasal dari masyarakat yang memelihara sejak bayi dan setelah dewasa diserahkan ke SBI untuk direhabilitasi karena perilaku alaminya telah hilang. "Selama dalam perawatan kedua bekantan tersebut menunjukkan gejala birahi. Ternyata benar, setelah digabungkan mereka kawin," tutur Amel.
Dijelaskannya, proses kelahiran bayi bekantan berjalan normal. Mimin mengalami kehamilan sekitar 6 bulan dan selama itu dipantau secara rutin oleh dokter dan perawat satwa. Pola makan dan pakannya pun dijaga agar kesehatannya terjamin. Tak sia-sia karena persalinan bisa dilalui Mimin. "Alhamdulillah, senang banget akhirnya Mimin melahirkan dengan selamat dan bayinya juga sehat," ucap Adinda, dokter hewan.
Sama seperti Elang Jawa, bekantan juga berstatus terancam punah. Berdasarkan data BKSDA Kalimantan Selatan, populasi bekantan saat ini sekitar 2.200 ekor dari sekitar 5.000 ekor pada 2013.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.